web page hit counter
Sabtu, 21 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

“AI”, Apakah Peluang atau Ancaman bagi Calon Imam

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan adalah ilmu untuk membuat mesin yang dapat berpikir seperti manusia. Mesin ini dapat melakukan hal-hal yang dianggap “pintar”. Teknologi AI dapat memproses data dalam jumlah besar dengan cara yang tidak seperti manusia. Tujuan AI adalah untuk dapat melakukan hal-hal seperti mengenali pola, membuat keputusan, dan menilai seperti manusia.

Dalam bentuk yang paling sederhana, Kecerdasan Buatan merangkum bidang yang menggabungkan ilmu komputer dengan kumpulan data kuat untuk memungkinkan pemecahan masalah. Ini mencakup sub-bidang seperti pembelajaran mesin dan pembelajaran mendalam, yang sering dihubungkan dengan kecerdasan buatan. Bidang ini terdiri dari algoritma AI yang berusaha menciptakan sistem pakar untuk membuat prediksi atau klasifikasi berdasarkan data masukan.

Meskipun Kecerdasan Buatan telah mengalami berbagai siklus hype selama bertahun-tahun, peluncuran ChatGPT OpenAI dianggap sebagai titik balik, bahkan bagi mereka yang awalnya skeptis. Perkembangan terakhir dalam AI generatif sebesar ini sebelumnya terjadi dalam visi komputer, tetapi sekarang kemajuan yang signifikan terjadi dalam pemrosesan bahasa alami. Model generatif tidak hanya terbatas pada bahasa; mereka dapat mempelajari tata bahasa kode perangkat lunak, struktur molekul, gambar alam, dan berbagai jenis data lainnya.

Baca Juga:  Vitamin dan Suplemen untuk Lansia: Apa yang Perlu Diperhatikan?

Peluang

Calon imam merupakan seseorang yang mengenyam pendidikan dengan tujuan menjadi seorang imam nantinya. Lazimnya disebut dengan panggilan “frater”. Mereka merupakan pribadi yang dengan bebas menjawab panggilan Tuhan dan dibina di seminari sebagai tempat untuk mengembangkan diri dan potensi. Salah satu rutinitas harian yang menunjang pendidikan lanjut bagi para frater ialah menjalani perkuliahan di universitas maupun sekolah tinggi dengan konsentrasi utama ialah filsafat dan teologi.

Dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat, para frater tidak menutup mata terhadap semuanya itu. Hal-hal yang terbaru tentu saja diterima dengan baik sebagai sarana dalam menunjang perkuliahan dan proses pendidikan.

Para frater dari Keuskupan Ketapang yang sedang studi di STFT Widya Sanana, Malang, Jawa Timur. (Foto: Ist.)

Munculnya AI khususnya ChatGPT dipandang sebagai sesuatu yang positif. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas kerja serta membantu dalam pembangdingan jawaban yang ditawarkan oleh mesin ChatGPT. Tentu saja hal ini diseimbangkan dengan sikap bijaksana dalam etika kepemimpinan sebagai seorang manusia. Artinya yang mendendalikan semuanya itu adalah kemanusiaan frater sebagai subjek dalam menjalankan mesin yang digunakan. Berlimpahnya informasi melalui AI harus diakui menambah refrensi bagi para frater dalam mengolah informasi dan keotentikannya.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Ancaman

Dalam proses pendidikan sebagai seorang calon imam, para frater dituntut untuk memiliki sikap kritis dan bijaksana terhadap segala sesuatu yang dipelajari. Pelajaran serta informasi apapun terutama Kitab Suci, Moral dan Filsafat merupakan bagian yang penting dan melibatkan perasaan serta permenungan yang mendalam baik sisi kognitif maupun afektif.

Oleh karena itu dengan adanya mesin ChatGPT, sikap yang perlu dimiliki sebagai seorang calon imam yakni bijaksana serta kritis. Apa yang dihasilkan melalui jawaban dari mesin ChatGPT tentu sangatlah berbeda dengan jawaban kemanusiaan para frater sendiri. Apakah ChatGPT memiliki perasaan? Tentu saja tidak, karena ChatGPT merupakan sarana melalui mesin yang membantu dalam proses bekerja manusia.

Baca Juga:  Rayakan 50 Tahun Imamat, Mgr. Petrus Turang: Selama Ada Kelekatan Diri Sendiri, Kita Akan Mengalami Kekecewaan

Para frater yang mempelajari Teologi Moral seringkali diajak untuk memecahkan sebuah permasalahan. Tentu saja hal ini tidak bisa dijawab secara kritis oleh AI melalui ChatGPT, sebab yang dibutuhkan ialah jawaban kemanusiaan melalui afeksi yang diharapkan untuk menyelesaikan sebuah persoalan dalam moral.

Oleh karena itu sikap yang baik untuk dipegang oleh seorang calon imam sebagai calon pemimpin Gereja masa depan yaitu kritis dan bijaksana. Sejauh itu membantu dalam mengerjakan serta menunjang pendidikan lanjut, bisa dimanfaatkan sebagai sarana.

Jawaban yang ktiris dan bijaksana ialah sebuah usaha untuk semakin mendalam bukan sekedar selesai dari tugas. Kendati tidak mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan kesadaran akan hal-hal yang dianggap sebagai ancaman harus senantiasa diperhatikan dalam proses menjalani Pendidikan sebagai seorang calon imam.

Oleh Fr. Fransiskus Tomi Mapa
Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang/Email: [email protected]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles