web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Apa yang Dapat Kita Lakukan bagi Saudara-saudari Kita yang Tertindas

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Pertemuan daring ketiga Alumni Katolik  Universitas Indonesia  (Alumnika UI) bersama Paguyuban Dosen UI, Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) UI dan Persatuan Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta Unit Selatan (PMKAJ-US) didukung oleh Pewarta Rohani Fresh Juice dan Esensi Konsultan Psikologi serta mitra lainnya dilangsungkan pada Jumat, 19/1/2024.

Renungan, Sharing dan Doa Bersama ini secara khusus untuk mendoakan saudara-saudara Kristiani yang tertindas di berbagai wilayah dunia. Hal ini sekaligus mendukung himbauan Paus Frasiskus yang dikemukakan di beberapa forum di antaranya  dalam homili dalam misa di Kota Pelabuhan Genoa, Italia Mei 2017, “Doa dan pewartaan merupakan sumber kekuatan orang Kristen,” Selain itu selaras dengan apa yang seringkali diingatkan oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, juga saat homili pada Natal Bersama Sivitas Akademika UI, 30 Desember 2023 di Auditorium Balai Purnomo, FIA UI Depok tentang pentingnya memiliki Kompetensi Etis

        Saat ini keprihatinan dunia tertuju pada konflik yang terjadi di Gaza di mana banyak warga yang menjadi korban termasuk juga yang disandera. Umat Kristiani sebetulnya telah lama mengalami penindasan terkait dengan persekusi, penganiayaan, pelarangan untuk beribadah, diskriminasi, teror bom, hingga pemaksaan untuk berpindah kepercayaan. Walau demikian, melalui berbagai pemberitaan di media dapat diketahui bahwa kekerasan terjadi dan dialami oleh setiap agama.

Keprihatinan Gereja

Pada pertemuan pertama jelang Masa Adven, 28 November 2023, Sr. Bene Xavier, MSsR sebagai narasumber membawa tema “Apa yang Dapat Kita Lakukan Bagi Saudara-Saudara yang Tertindas?”

Sr. Bene Xavier, MSsR (atas, tengah) dan peserta secara online.

Ia mengungkapkan bahwa adanya keprihatinan gereja dan masyarakat yang begitu dalam khususnya di Eropa terhadap penganiayaan dan tekanan yang dialami umat Kristen sejak berabad lampau di berbagai wilayah dunia.

Melalui presentasinya langsung dari Austria ini, Sr. Bene menjelaskan, di Timur Tengah sebagai tempat lahirnya kekristenan justru banyak terjadi penindasan dan terancam akan menjadi wilayah “bebas Kristen” yang artinya tak ada lagi umat Kristen di sana.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Biarawati pertama dari Indonesia pada Konggregasi MSsR di Austria ini mengatakan, “Jumlah umat Kristen yang teraniaya meningkat setiap tahunnya. Jutaan umat Kristiani yang saat ini tinggal di sekitar 50 negara di seluruh dunia, baik di Korea Utara, Timur Tengah atau Afrika berada dalam keadaan tertindas dan dianiaya karena iman mereka.” Hal ini diperkuat dengan ulasan Christianity Today bertajuk “50 Negara Tersulit Bagi Pengikut Yesus di Tahun 2022”. Dalam laporan tentang persekusi Kristen tersebut, terdapat 4 dari 5 martir di Nigeria, sedangkan di Tiongkok terjadi  3 dari 5 serangan gereja, dan Afganistan menjadi lebih buruk daripada Korea Utara.

BBC News Indonesia, 6 Mei 2019 mengangkat judul Persekusi umat Kristiani di dunia hampir seperti genosida: Kajian Kemlu Inggris, Jeremy Hunt. Penelitian yang dipimpin Uskup Dioses Truro untuk wilayah Canterbury, Philip Mounstephen, memprediksi satu dari tiga umat Kristiani mengalami persekusi berdasar agamanya.

Kajian itu menunjukkan bahwa umat Kristiani adalah penganut agama yang paling sering mengalami persekusi. Terkait temuan itu, Jeremy Hunt menilai ‘kesantunan politik’ adalah salah satu penyebab yang membuat persoalan ini tidak muncul ke permukaan.

Di negara tetangga India, 15 Juni 2023 BBC juga mengulas tentang “Ratusan Gereja Hancur Akibat Gelombang Kekerasan di India”. Menurut catatan, 508 gereja telah luluh, halmana dikemukakan oleh Allen Brooks, juru bicara Forum Persatuan Kristen di daerah Timur-Laut India. Data ini dikumpulkan mereka melalui pendeta, pastor dan pemimpin jemaat dari golongan-golongan berbeda di Manipur.

Tidak Menolak Pengungsi

Perlakuan terhadap umat Kristiani di wilayah-wilayah dunia tersebut sungguh bertentangan dengan apa yang dilakukan dan dihimbau oleh Paus Fransiskus kepada negara-negara Eropa untuk tidak menolak para pengungsi. Seperti diberitakan Kompas 2 Oktober 2023, sedikitnya ada 186 ribu pengungsi dari berbagai penjuru dunia yang mayoritas berasal dari kawasan Afrika dan Timur Tengah terus berupaya masuk wilayah Eropa lewat Laut Tengah sejak awal tahun 2023.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus
Paus Fransiskus menyapa para peziarah dan berfoto di akhir audiensi umum pada 29 November 2023.

Tempo 15 April 2017 juga memberitakan tentang Paus Fransiskus mengajak 12 pengungsi Suriah saat berkunjung ke Roma dan menghampiri kamp penampungan pengungsi di Pulau Lesbos, Yunani.

Disebutkan, lebih dari 170.000 pengungsi berusaha mencapai Eropa lewat Laut Tengah dalam delapan bulan terakhir. Kedatangan mereka disambut penolakan di Eropa. Paus Fransiskus kembali menegaskan bahwa menyelamatkan pengungsi di Laut Tengah adalah wujud tugas kemanusiaan dan peradaban, ”Tuhan akan memberkati kita,”

Lepas dari kenyataan-kenyataan pahit di atas, Sr. Bene menghembuskan nafas segar bahwasanya umat di Eropa masih tetap beribadah dengan baik, ditengah isu bahwa banyak gereja ditutup karena sepi umat. Tak sedikit pula tersiar berita gereja-gereja yang kemudian berubah fungsi menjadi bar, museum atau rumah ibadah lainnya. David Curry, Direktur Utama  Lembaga Open Doors Amerika Serikat dalam sebuah forum menyatakan bahwa informasi dan fakta tentang penindasan terhadap umat Kristen sebetulnya juga menunjukkan ketangguhan dan kesetiaan iman mereka.

Romo Hendry Hardum, CICM 

Pada pertemuan kedua Alumnika UI, 19 Desember 2023, Romo Hendry Hardum, CICM dari Karibia membawakan tema “Mengenal Lebih Jauh Komunitas Indonesia serta Tantangan Gereja di Amerika Latin”. Romo asal Indonesia yang telah mengabdi selama 19 tahun di Karibia ini mengungkapkan bahwa meski negeri ini memiliki mayoritas penduduk beragama Katolik, tetapi justru mengalami krisis panggilan menjadi imam/biarawati. “Pemuda-pemuda di sini tak tertarik menjadi imam. Gedung gereja juga tak bertambah atau sulit di bangun diantaranya karena situasi ekonomi pada umumnya,” tambah Romo Hendry.

Karya Misi

Romo Robertus Bambang Rudianto, SJ yang kerap dipanggil Modi dalam pertemuan ketiga (pamungkas) membahas tema “Partisipasi Orang Muda dalam Karya Misi”. Ia menegaskan bahwa kesaksian saja tidak cukup tetapi kita harus hadir di tengah masyarakat dan terlibat langsung. Modi yang lama studi di Jepang dan sebelumnya mengelola Gedung Sanggar Prathivi saat ini menjadi Moderator Alumnika UI, KMK UI dan Paguyuban Dosen UI.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai
Romo Bambang Rudianto, SJ

Selama tiga tahun di Wisma SY Depok, Modi banyak melakukan pembenahan dan penambahan fasilitas sehingga memungkinkan mahasiswa maupun kelompok lain menggunakan sarana yang kini tersedia di Wisma SY. Pembangunan fasilitas di Wisma SY juga melibatkan para mahasiswa. Berbagai program kemahasiswaan diselenggarakan di Wisma SY dan terbuka bagi mereka yang ingin mengadakan retret, perayaan Ekaristi atau kegiatan kerohanian lainnya. Untuk keperluan ini, telah dibuat sistem pendaftaran melalui online.  “Bersama para mahasiswa UI dan mahasiswa dari berbagai Universitas di wilayah Selatan, kami juga melakukan gerakan kemasyarakatan antara lain pencegahan stunting,” jelasnya.

Selain Modi, tampil sebagai narasumber adalah Albertus Gregory Tan (Greg). Lulusan FISIP UI ini, sejak mahasiswa semester 5 telah berkecimpung dalam gerakan membangun gereja. Ia memulai misinya menggalang dana melalui media sosial untuk membangun gereja-gereja di berbagai wilayah terpencil di Indonesia sejak 2011.

Albertus Gregory Tan

Hingga saat ini Greg bersama Jala Kasih yang didirikannya telah berhasil membangun 187 Gereja, dan memberi beasiswa kepada 103 siswa, saat ini melebarkan pelayanan untuk membangun Panti Asuhan. Selepas SMA Greg (33) yang umat Paroki Katedral Jakaarta ini berkeinginan untuk masuk seminari dan menjadi pastor, namun dikarenakan kebutuhan untuk bekerja maka niat ini tak terlaksana. “Panggilan Tuhan untuk melayani lewat pembangunan gereja saya rasakan saat berkunjung ke Tapanuli Tengah,”ungkapnya. Ia melihat kehidupan umat di sana sangat sederhana bahkan serba kekurangan dan kondisi bangunan gereja lebih mirip dengan kandang hewan. Greg yang memperoleh penghargaan Kick Andy Heroes di tahun 2022 ini percaya bahwa setiap anak muda Kristiani memiliki panggilan pelayanan sesuai talenta masing-masing.

Mathilda AMW Birowo (Kontributor)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles