HIDUPKATOLIK.COM – “AWALNYA hendak memperbaiki atap yang bocor. Saat hujan, lantai kapel pasti menjadi sangat basah dan mengkuatirkan. Rekan suster apalagi yang lanjut usia atau siapa pun yang lewat, mungkin akan terpeleset,” demikian penjelasan awal Suster Moekti, nama lengkapnya Suster Moekti K. Gondosasmito, OSU tentang pekerjaan restorasi Kapel Hati Kudus Yesus, Biara Ursulin yang terletak di komplek Sekolah St. Ursula, Jalan Pos, Jakarta Pusat.
Pada pagi yang cerah Sabtu, 9 November itu, di tengah kesibukan mempersiapkan acara temu kangen Sanurian, Suster yang ramah dan murah senyum ini, menyempatkan diri menerima HIDUP di salah satu ruang tamu Biara dan lanjut menghantar keliling kapel. Suster banyak bercerita betapa Tuhan sungguh telah mempersiapkan segala sesuatu dalam proyek restorasi ini.
Setahun Retorasi
Restorasi kapel yang memakan waktu setahun lebih, sudah selesai dan telah diberkati oleh Kardinal Ignatius Suharyo pada tanggal 16 Juni 2023, tepat pada Hari Raya Hati Yesus Yang Maha Kudus. Hasil restorasi sungguh cantik. Mata seakan tak bosan menikmati berbagai corak penuh warna pada interior kapel. Saat memandang ke arah altar, pada dinding pelengkung sebelum altar, mata menemukan lukisan dinding dengan corak dominan berwarna hijau pada sisi kiri dan kanan.
Sedangkan bagian atas yang melengkung, dengan latar bercorak nuansa coklat, terbaca serangkaian kata-kata dalam Bahasa Latin Cor Jesu Abundat et Superabundet Omnibus Boris in Quo Latent Omnis Beatitudinis Thesauri. St. Gertd. Pada puncak lengkungan nampak wajah Malaikat yang membentangkan lengan yang terdapat kata Omnibus dan kata Boris in. Malaikat sedang menawarkan semua kebaikan kepada siapa pun yang berdoa dalam kapel dan mengajak kita tertuju pada Hati Kudus Yesus.
Kalimat ini bermakna sangat dalam dan meneguhkan, sepertinya dikutip dari Buku kedua The Herald of Divine Loving karya St. Gertrudis, seorang biarawati yang hidup pada abad 13. Ia dikenal sebagai devosan Hati Kudus Yesus. Kalimat ini sendiri berarti: Hati Yesus melimpah dan melimpah-ruahlah dengan semua kebaikan, tempat bersembunyi harta karun semua kebahagiaan. St. Gertrudis.
Sedangkan dinding area altar, terdiri dari lima bidang dan membentuk tapak setengah lingkaran. Bagian atas setiap bidang dihiasi dengan lukisan kaca patri. Lukisan terbagi dua, bagian atas menggambarkan kisah terkait Hati Kudus Yesus dan devosi pada Bunda Maria, sedangkan bagian bawah menggambarkan berbagai kisah St. Ursula dan Para Martir Ursulin.
Corak mirip batik tersaji pada tiang-tiang setengah lingkaran di kiri dan kanan kapel. Sungguh indah. Nuansa kebangsaan memancar kuat dalam kapel bergaya neo gotik ini. Suatu kombinasi yang membanggakan.
Menatap bagian belakang kapel, terdapat dua daun pintu kayu tebal. Engsel pintu terbuat besi cor motif ranting pohon yang meliuk. Inilah pintu utama kapel. Bagian atas kusen pintu terdapat lukisan kaca patri melengkung dengan gambar bunga lily putih dengan latar hijau. Pada dinding kiri dan kanan pintu juga nampak lukisan cat bernuansa hijau. Sedangkan bagian atas dinding ini, dijumpai tiga jendela kaca patri yang menjulang tinggi.
Semua lukisan cat (dikenal dengan istilah fresco) pada interior kapel ternyata bukan sesuatu yang baru dibuat saat proyek restorasi. Ini semua justru terkuak saat akan mengecat ulang dinding, setelah perbaikan kebocoran. Suster menghendaki hasil cat rapi, maka dimintalah dilakukan pekerjaan pengerokan cat lama, tidak asal menimpa cat lama. Setelah dikerok itulah muncul ke permukaan, corak-corak lukisan dinding, yang selama puluhan tahun tertutup cat polos. Temuan yang sangat mengejutkan.
Yori Antar dan Michaela
Arsitek kondang, Yori Antar, yang membantu Suster sejak awal proyek ini, mengusulkan untuk minta bantuan seorang pakar restorasi lukisan lawas bernama Michaela Anselmini asal Italia. Kebetulan ia sedang berkarya di Indonesia diundang oleh Yayasan Tirto Utomo, merestorasi koleksi lukisan tua.
Bak hendak menggali harta karun, tentu dibutuhkan perencanaan dan pelaksanaan yang seksama. Dikumpulkanlah sepuluh pelukis mural, dipandu oleh Michaela. Beberapa bahan didatangkan dari Eropa. Masalah muncul, karena lukisan yang terkuak setelah pengerokan cat, sebagian sudah buram, rusak, bahkan hilang. Lalu dilakukan usaha untuk mencari referensi dari dokumentasi foto-foto kuno kapel ini dan puji Tuhan bisa diperoleh dari Belanda. Maka berdasarkan foto-foto ini, pekerjaan restorasi dilakukan. Motif-motif dan warna sebisa mungkin diusahakan mendekati keaslian.
Suster mengisahkan hanya bagian altar dan dinding belakang yang dimunculkan lukisan asli, sedangkan dinding kiri dan kanan hanya pada tiang. Bagian dinding lain diberi cat polos terang, agar kapel tidak gelap.
Ada yang menarik, Yori Antar memutuskan menampilkan sepotong lukisan asli yang muncul dari hasil pengerokan cat. Bagian ini tampak kemerahan dan agak buram, namun menampilkan motif yang jelas. Potongan asli ini ukurannya sekitar 100 cm horisontal dan 40 cm vertikal, bisa dilihat di dinding belakang sebelah kiri. Penulis sendiri tidak menyadari sudut antik ini bila Suster tidak memberi tahu. Saking terpesona dengan semua yang ada, sampai terlewatkan detail ini.
Sementara langit-langit yang berbentuk melengkung dan berbahan bilah-bilah kayu, sebelumnya berwarna putih polos. Kini telah dikembalikan ke warna asli, yakni coklat kayu. Pintu-pintu, semula juga bercat putih, kini telah berubah warna coklat kayu. Demikian pula warna semua rangka jendela dikembalikan sesuai aslinya yakni warna kayu.
Angka 1888
Pekerjaan restorasi ini memang berusaha mempertahankan segala sesuatu sesuai aslinya. Termasuk lantai marmer yang berasal dari Eropa, tetap dipertahankan. Maklum kapel ini tergolong bangunan tua bersejarah, sudah lebih dari 135 tahun. Ada prasasti kecil di sudut kiri luar kapel, bertuliskan angka 1888. Jadi kapel ini harus diperlakukan dan dirawat dengan baik, jangan sampai ada yang diubah.
Kursi-kursi berbahan kayu juga masih asli dan terawat baik. Terkait kursi, selain kursi-kursi yang menghadap altar, ada deretan kursi yang ditempatkan sejajar dinding samping kiri dan kanan. Sehingga mereka yang duduk di kursi-kursi ini akan saling berhadapan, bukan menghadap altar.
HIDUP sempat bertanya kepada Suster akan hal ini. Suster Moekti menjelaskan. Karena ini adalah kapel komunitas suster-suster Ursulin pada zaman lalu yang selain berkarya dalam dunia pendidikan juga menjalani hidup semi kontemplatif. Masih mengikuti tradisi, setiap hari para suster menjalani ofisi atau ibadat harian. Saat ofisi inilah para suster akan duduk di kursi saling berhadapan. Ternyata posisi duduk pun ada aturannya. Suster berusia lanjut akan duduk paling jauh dari altar namun dekat dengan kursi khusus bagi pimpinan biara yang letaknya paling belakang namun menghadap altar. Makin muda usia suster, dia akan duduk makin jauh dari kursi pimpinan alias makin dekat ke altar. Sungguh menarik mendengar kisah Suster Moekti ini.
Dalam proyek restorasi kapel ini, yang baru hanya pada penambahan lighting atau lampu untuk pencahayaan, yang diatur oleh Bapak Hadi seorang specialist lighting. Diatur sedemikian baik sehingga mampu menonjolkan keindahan kapel. Tidak hanya pada bagian interior yang pada malam hari bertambah indah karena pencahayaan lampu, bagian eksterior pun tak ketinggalan. Suster sempat memperlihatkan sebuah foto malam hari yang diambil menggunakan drone, tampak bagian luar kapel dari ketinggian, nampak sangat indah karena dibantu sorot lampu yang tepat.
Pesona Eksterior
Menurut Suster, eksterior tetap sesuai aslinya. Hanya setelah restorasi, detail-detail yang indah dapat kembali muncul. Rangka jendela kaca dengan motifnya yang indah menjadi menonjol karena kembali berwarna coklat. Lisplang atap maupun lisplang kanopi diberi warna hijau, sehingga menjadi aksen warna yang cantik. Pipa air hujan vertikal dan talang horisontal diganti baru dan dipilih berwarna keemasan, membuatnya juga menjadi aksen yang indah.
Sementara di atap di atas genteng tanah liat, terdapat beberapa lubang angin dengan desain laksana paruh burung, berwarna hijau. Lubang angin ini masih berfungsi bukan sekedar hiasan, demikian informasi Suster. Terbukti saat penulis keliling melihat-lihat dalam kapel, AC dalam kondisi off, tapi penulis tidak merasa kepanasan.
Untuk dapat menikmati keindahan eksterior kapel, memang tidak terlalu mudah. Sisi belakang kapel menyambung dengan bangunan sekolah. Sisi kanan menyatu dengan Biara. Sedangkan sisi depan dari teras kapel hanya berjarak 4-5 meter dengan bangunan lain. Hanya sisi kiri yang terekspos jelas karena berbatasan dengan lapangan rumput luas. Di tengah lapangan rumput terdapat patung berwarna putih menggambarkan sosok Yesus dengan Hati Kudus-Nya. Keberadaan patung ini selaras dengan kapel yang dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus. Yesus yang selalu terbuka menawarkan Hati Kudus-Nya yang Maha Rahim bagi siapa pun yang mau datang kepada-Nya.
Kapel dengan perjalanan usia yang sangat panjang, mencatat banyak peristiwa. Hati Kudus Yesus sungguh menjadi pelindung para suster di masa lampau. Misal dari serangan wabah penyakit, dari ancaman bahaya kebakaran, bahaya perang, dan banyak lagi. Setelah lebih dari separuh usia, wajah kapel kini boleh kembali mendekati kondisi awal. Suster sangat mengimani, Tuhan sendiri yang menghendaki harta karun terkuak. Lukisan fresco dan terutama tulisan Latin warisan St. Gertrudis kembali muncul. Tuhan juga yang menyediakan segalanya. Melalui tangan-tangan yang ahli pada bidangnya, Tuhan selesaikan pekerjaan restorasi ini.
Sumber Kebahagiaan
Suster Moekti berharap, keberadaan kapel ini dapat menjadi sumber kebahagiaan, bagi siapa pun yang datang dan mau menerima Hati Kudus Yesus. Kapel ini memang bukan untuk publik, di mana orang bebas keluar masuk. Namun tetap terbuka untuk kalangan tertentu seperti siswa sekolah. Juga terbuka untuk kegiatan lain yang telah mendapat izin dari pimpinan Biara.
Kapel yang cantik ini nyatanya telah menjadi pilihan favorit calon pengantin yang ingin saling menerimakan Sakramen Pernikahan.
Semoga Hati Kudus Yesus makin lebih dicintai oleh siapa pun yang berkesempatan hadir untuk berdoa atau beribadah di kapel ini.
Fidensius Gunawan (Kontributor, Tangerang Selatan)
Majalah HIDUP, No. 53, Tahun Ke-77, Minggu, 31 Desember 2023