HIDUPKATOLIK.COM – Vikaris Apostolik Arab Selatan mengatakan perkembangan terkini di Laut Merah belum mempengaruhi kehidupan sehari-hari di Yaman, meskipun hal tersebut dapat mempengaruhi proses perdamaian di negara yang dilanda perang tersebut.
Peningkatan militer di Laut Merah berisiko membuat Yaman semakin sulit pulih dari perang yang telah berlangsung selama sembilan tahun, menurut Uskup Paolo Martinelli.
Berbicara kepada Asianews, Vikaris Apostolik Arab Selatan menyatakan harapan bahwa intensifikasi konfrontasi militer di wilayah tersebut tidak akan menghentikan upaya perdamaian terbaru di negara Timur Tengah tersebut.
Eskalasi dapat menghambat
Yaman telah mengalami perang dan kehancuran sejak tahun 2014, ketika pemberontak Houthi pro-Iran menyerbu ibu kota Yaman, Sanaa, dan menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dan didukung Saudi.
Prospek berakhirnya konflik masih sangat tipis karena kesenjangan kepercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak. Konflik ini telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan perkiraan 4,5 juta orang mengungsi.
Kekuatiran akan meluasnya perang Israel-Hamas
Meletusnya perang antara Hamas dan Israel pada tanggal 7 Oktober 2023 dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut terhadap proses yang lambat dan sulit ini. Sejak bulan November, pemberontak Houthi telah melakukan serangan terhadap kargo yang melintasi Laut Merah sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza, dan minggu ini AS dan Inggris melancarkan beberapa serangan yang ditargetkan terhadap posisi milisi yang didukung Iran di Yaman untuk menghentikan serangan tersebut.
Uskup Martinelli melaporkan bahwa perkembangan terakhir sejauh ini tidak mempengaruhi kehidupan sehari-hari di negara tersebut; Meski begitu, katanya, penggerebekan tersebut tentu saja menambah “kekuatiran besar terhadap konflik antara Israel dan Hamas di Gaza” dan perluasannya ke negara-negara lain di Timur Tengah.
Dampak terhadap komunitas Kristen lokal
Uskup kelahiran Italia ini juga berbicara tentang komunitas kecil Kristen di Yaman, yang di masa lalu sangat menderita akibat perang dan kekerasan sektarian, seperti yang terjadi dengan terbunuhnya empat Misionaris Cinta Kasih di Aden pada tahun 2016.
“Sejauh ini,” katanya, “situasi tampak tenang. Para biarawati dapat terus melakukan pekerjaan besar mereka dengan orang-orang sakit dan miskin,” meskipun perkembangan terakhir ini patut dikuatirkan. “Mereka jelas merasakan apa yang terjadi, namun pekerjaan mereka terus berlanjut. Kami berdoa agar mereka dapat terus melaksanakan tugas besar mereka: misi dalam damai,” tutupnya.
Lisa Zengarini (Vatican News)/Frans de Sales