web page hit counter
Minggu, 3 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Richardus Djokopranoto (1941-2023): Pelita Bernyala

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Perumpamaan tentang lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh dari Injil Matius menjadi penekanan ketika Romo Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ menyampaikan kesaksian tentang sosok kakak kandungnya, Richardus Djokopranoto, yang meninggal dunia pada usia 82 tahun karena penyakit jantung yang telah lama dideritanya. Mas Djoko, demikian Romo Wiryono biasa menyapa sang kakak, pulang ke pangkuan Bapa di Surga pada Rabu (13/12/2023) malam di Ruang ICCU RS Medistra, Jakarta Selatan.

“Saya dan adik-adik sepakat mengambil bacaan Injil ini. Tentu, kami memilih Mas Djoko sebagai salah seorang gadis bijaksana. Pelitanya bernyala ketika ‘mempelai’ datang. Bahkan saya saksikan sendiri pada hari Selasa, ketika saya ikut menyaksikan bagaimana Mas Djoko menerima Komuni yang dibawa oleh prodiakon dari Paroki Tebet. Dia begitu khusyuk, tenang, mantap. Saya lihat wajahnya sungguh-sungguh wajah yang damai. Bagi saya ini adalah pelita yang bernyala-nyala dan sangat dekat rasanya dengan kedamaian di surga,” ujarnya di hadapan para pelayat yang memadati Ruang Rafael C dan D Lt. 7 Rumah Duka Carolus, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/12/2023) malam, saat Misa Requiem.

Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, dan tiga imam lainnya, termasuk Romo Wiryono, memimpin Misa Requiem tersebut. Sehari kemudian diadakan upacara penutupan peti, yang dilanjutkan dengan upacara pemakaman di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Masih segar di ingatan Romo Wiryono ketika ia berpamitan dengan sang kakak. Kala itu ia hendak meninggalkan Jakarta menuju Semarang, Jawa Tengah. Di sana ia mendapat tugas dari Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, untuk menghidupkan kembali karya Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya di Gunung Kidul, Yogyakarta. Jawab sang kakak waktu itu: “Sukses ya!” Jawaban yang semakin meyakinkannya bahwa sang kakak siap menyambut “mempelai” itu.

Romo Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ berdiri di damping peti jenazah sang kayak (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Romo Wiryono juga sempat heran ketika sang kakak, yang pernah berkarya sebagai Ketua Yayasan Hidup Katolik, menulis buku tentang Api Penyucian. “Saya tidak tahu kok dia sangat tertarik. Saya lihat bagaimana dia ingin setia dengan ajaran Gereja, nilai-nilai Gereja. Dari mana dia mempunyai semangat itu? Tentu, dia lulusan De Britto, sekolah yang dikelola oleh para romo Yesuit. Dia itu aktivis Pemuda Katolik, dengan semboyan ‘Pro Ecclesia et Patria.’ Mungkin lewat proses itulah kesetiaan pada identitas dan jati diri sebagai putra Gereja,” imbuhnya.

Sementara bagi Lisa A. Riyanto, menantu dari mendiang Djokopranoto, ia belajar banyak tentang kedispilinan dari ayah mertua. “Dalam pekerjaan, segala aktivitas dalam komunitas dan hidup menggereja, Papa sangat menginspirasi. Papa juga pernah berkarya bersama komunitas Kerasulan Awam (Kerawam), terus Pemuda Katolik. Jadi memberi saya semangat untuk terus melayani dalam Gereja dan masyarakat,” ujarnya. Ia juga belajar tentang kepasrahan diri dari ayah mertua, yang adalah devosan setia Bunda Maria.

Di antara para pelayat adalah kerabat mendiang Djokopranoto. “Ada salah satu temannya yang betul-betul teman seperjuangan di bidang pendidikan. Dulu Papa memang di Pertamina, tapi sesudah itu banyak memberi sharing pengalaman. Apa saja tentang aktivitasnya. Tadi teman Papa bilang: ‘Ini orang sangat pejuang. Tidak memikirkan dirinya sendiri. Tidak berpikir untuk mendapatkan jabatan atau pangkat tertentu. Tapi memang berjuang untuk banyak orang.’ Waktu itu Papa juga sempat menjadi Ketua Pengurus Yayasan Atma Jaya di bidang pendidikan. Selama beliau berkarya di sana, banyak sekali perannya. Saya melihatnya justru dari teman-temannya yang memberikan kesaksian itu,” pungkasnya.

Katharina Reny Lestari 

Majalah HIDUP Edisi 53, Tahun Ke-77, Minggu, 31 Desember 2023 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles