HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 31 Desember 2023 Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf. Kej.15:1-6; 21:1-3; Mzm.105:1b-2, 3-4, 5-6, 8-9; Ibr.11:8, 11-12, 17-19; Luk.2:22-40 (panjang) atau Luk.2:22:39-40 (singkat).
SANGAT mengejutkan Allah melibatkan diri dalam kehidupan manusia melalui kehadiran Yesus dalam sebuah keluarga. Institusi keluarga dihargai, dikuduskan, dan dengan demikian bermartabat tinggi karena Putra Allah sendiri menjadi manusia dalam sebuah keluarga.
Kitab Suci hari Minggu ini memperlihatkan adanya pergumulan manusiawi dan pergumulan iman yang menyertai perjalanan hidup Bapa Bangsa Abraham dan Keluarga Kudus Nazaret. Abraham dan Sara belum mendapat anak di usia mereka yang telah uzur. Abraham dan Sara sempat tergoda untuk mencari solusi menurut pemikirannya sendiri, sehingga mengambil jalan pintas dengan mengambil hambanya Hagar untuk mendapat keturunan. Suatu tindakan yang memicu kekacauan dan persoalan baru dengan hadirnya Ismail.
Pergumulan iman keluarga Abraham akhirnya membawa pasangan itu untuk percaya akan janji-janji Allah. Iman itu diperoleh melewati ujian dan godaan untuk tidak percaya. Abraham dinyatakan sebagai setia ketika bersedia mengorbankan Ishak, anak satu-satunya yang diperoleh di masa tuanya.
Keluarga Kristiani di masa kini ditantang menjawab kesulitan yang dihadapi dalam terang iman. Kini kita, misalnya, bisa tergoda untuk menggunakan teknologi yang sedemikian canggih dalam upaya mendapat keturunan. Banyak pasangan sering mungkin lupa bahwa usaha mendapat keturunan dengan “cara-cara luar biasa” bisa membawa keluarga dalam persoalan lain yang melanggar hukum ilahi.
Relasi Yusuf dan Maria pun ditandai pergumulan yang tidak mudah dijalani. Pasangan muda itu dikejutkan oleh intervensi Allah yang secara manusiawi tampaknya “menghancurkan” mimpi dan harapan serta pemikiran mereka tentang sebuah perkawinan sebagaimana lazim mereka kenal. Pertanyaan Maria kepada malaikat Gabriel dan pemikiran Yusuf untuk menceraikan Maria secara diam-diam memperlihatkan pergumulan itu. Hanya dengan mengandalkan Allah Yusuf dan Maria kemudian menjadi pelaksana-pelaksana Firman Allah. Mereka menjadi contoh tanggapan iman pasangan suami-isteri dalam situasi yang sulit.
Tak kalah menariknya adalah figur Simeon dan Hana yang dapat mewakili figur orang-orang tua dalam keluarga. Simeon digambarkan sebagai orang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Ia dipenuhi Roh Kudus yang mendorongnya untuk datang menemui kanak-kanak Yesus di Bait Allah. Begitu pula Hana yang digambarkan sebagai seorang nabi perempuan. Ia janda, berusia lanjut, tidak pernah meninggalkan Bait Allah, siang malam berpuasa dan berdoa. Hana pun hadir menyambut kanak-kanak Yesus di Bait Allah.
Kedua tokoh dari kalangan usia lanjut di atas memperlihatkan bahwa masa tua bukanlah masa yang dilewatkan untuk menyesali apa yang gagal dilakukan di masa muda. Masa tua tidak perlu juga digunakan untuk membual tentang keberhasilan masa muda, atau berperang melawan “post power syndrom.” Usia lanjut ternyata dapat menjadi masa menemukan kedalam rohani. Perjalanan rohani kedua tokoh memberi pencerahan bahwa di masa tua kekudusan menjadi bagian dari pencarian makna yang tak berkesudahan. Orang-orang tua bukan sampah yang hanya dapat dibuang. Hidup para lanjut usia dapat menjadi berkat dan menjadi saat-saat rahmat dan pencarian akan yang ilahi.
Akhirnya tentang pertumbuhan kanak-kanak Yesus digambarkan secara singkat dengan pernyataan bahwa “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan anugerah Allah ada padaNya. Pertumbuhan Yesus dalam kemanusiaan-Nya dan penampakkan keilahianNya dalam Keluarga Kudus mengingatkan kita akan pentingnya pendampingan dan pendidikan anak-anak. Perjalanan rohani dan iman anak-anak dimulai dengan langkah-langkah kecil. Paus Fransiskus menegaskan bahwa langkah-langkah kecil itu membantu anak-anak mempunyai pengalaman rohani mendalam yang akan membekas dalam hidup mereka. Pendidikan yang demikian sering tumbuh dengan cara yang hanya diketahui oleh Roh Allah tetapi memerlukan keterlibatan iman orang tua.
Perayaan Pesta Keluarga Kudus hendaknya menjadi ajakan bagi kita semua untuk menyadari bahwa keluarga adalah “gereja rumah”. Ia menjadi Gereja kecil yang hidupnya dilandasi iman, pengharapan dan kasih.
“Langkah-langkah kecil membantu anak-anak mempunyai pengalaman rohani … ”