HIDUPKATOLIK.COM – Kisah rampok-merampok di Paraguay begitu sering terjadi. Di negara itu bahkan dikategorikan tertinggi angka kekerasan setelah El Salvador dan Hondrus.
Kali ini perampokan justru terjadi dengan Pastor Rodrikus Reinoldus Tanesib SVD. Pastor yang berasal dari Mamsena, Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menceritakan kisah tragis yang terjadi atasnya pada Rabu Sore 13 Desember 2023 (Kamis pagi waktu Indonesia). Tanggal 13 di sore itu benar-benar menjadi hari paling sial yang dialaminya, demikian Rodrigo, demikian sapaan akrab umat terhadpanya.
Pastor yang saat ini menjadi pastor Paroki Santa Fe, Ciudad del Este itu menceritakan di Facebook tragedi yang barusan dialaminya Selamat malam. Hari ini pukul 15.50, saya dirampok dalam perjalanan ke Toryvete di perkebunan eucalyptus. Ada 2 orang yang sudah menutupi jalan dengan kayu dan menungguku dengan senjata api. Mereka memaksaku untuk tinggal di kabin belakang dan membawa mobilku ke daerah Yguazu.
Lebih lanjut pastor yang bekerja di Paraguay sejak 2006 berkisah bahwa para perampok mengikat tangan pastor. Mereka juga memaksa agar pastor itu tidak berteriak dan melakukan sesuatu yang menarik perhatian orang. Para perampok lalu membawa mobil, dokumen, HP dan peralatan misa yang disiapkan untuk merayakan misa dengan umat yang telah menantinya di sebuah kapela.
Setelah proses yang menyeramkan itu terjadi, para perampok lalu meninggalkan pastor itu di perkebunan kedelai seorang diri. Beruntung tempat itu dekat rute 2 menuju Mariscal Lopez.
Ketika para perampok sudah menjauh, pergi dengan mobilnya, sang pastor lalu pergi ke jalan untuk meminta bantuan.
“Saya melambaikan tangan untuk menghentikan mobil, truk, sepeda motor dan truk yang lewat tapi tidak ada yang berhenti. Beruntung, ada orang Samaria yang baik hati, sebuah keluarga yang membawa sebuah pick-up dan kemudian datang patroli polisi nasional. Polisi lalu membawaku ke kantor polisi di Toryvete untuk mendapatkan informasi lebih detail tentang perampokan yang barusan terjadi,” demikian tuturnya.
Terhadap kejadian yang menimpanya, pastor yang tidak memiliki sarana komunikasi lagi, meminta agar bisa masuk ke Facebook dan menginformasikan hal ini: “Syukurlah aku sudah pulang dengan selamat. Terima kasih kepada masing-masing untuk dukungan, perhatian, dan kasih sayang. Tuhan memberkati kalian semua,” demikian tulisnya.
Terhadap kisah yang sangat mencekam itu, begitu banyak umat dari Paroki Santa Fe mengungkapkan keprihatinannya terhadap tragedi yang barusan menimpa gembalanya.
Seorang umat, Sonia Lesme mengungkapkan rasa terima kasih karena sang pastornya dalam keadaan baik meski harus kehilangan mobilnya.
“Gracias adiós y la virgen. Pa’i estas bien” (Terima kasih Tuhan dan Bunda Maria karena pastorku dalam keadaan baik-baik saja). Ungkapan yang sama disampaikan Nancy Rosana Caceres Gonzalez; eonardo Angel Insfran. Umat lain yaitu Purita Cruz mengungakpan bahwa ia sangat kuatir “Me preoucupa Padre Rodirgo,” demikian ungkapnya.
Tidak kurang umatnya yang berbahasa Portugis juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap peristiwa yang barusan terjadi dengan gembalanya: Meu Deus que triste (Aduh Tuhan, sangat sedih). Perlu diketahui bahwa Santa Fe berada di perbatasan antara paraguay dan Brazil sehingga umat di derah ini bisa berbahasa “Portunyol” alias Portugis dan Spanyol. Karnea berada di perbatasan maka banyak kejahatan antara negara. Pencurian di satu negara dengan cepat berpindah ke negara lain.
Saat membuat tulisan ini, Pastor Rodrigo belum bisa dihubungi karena waktu Paraguay tengah malam.
Laporan Robert Bala