web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Seruan Moral Keuskupan Surabaya: Gunakan Hak Suara Secara Bertanggung Jawab   

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Keuskupan Surabaya secara resmi telah mengeluarkan seruan moral yang berisi ajakan kepada umat Katolik untuk menyadari tanggung jawab mereka di bidang politik dan peran aktif mereka dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan menggunakan hak suara secara bertanggung jawab.

Seruan moral setebal tiga halaman tersebut ditandatangani oleh Administrator Diosesan Keuskupan Surabaya, Romo Yosef Eko Budi Susilo, pada Selasa (28/11/2023).

“Kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, bersama seluruh masyarakat, mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemilu merupakan salah satu prinsip utama dalam sistem demokrasi, yang memungkinkan rakyat memilih para wakil dan pemimpin pemerintahan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan demi terwujudnya cita-cita bangsa,” ujar Romo Yosef dalam “Seruan Moral Keuskupan Surabaya untuk Pemilu 2024: Umat Beriman sebagai Pemilih yang Baik dan Bermartabat.”

“Mereka yang telah terpilih melalui Pemilu secara sah mendapatkan mandat dari rakyat untuk memimpin dan mengurus pemerintahan atas nama negara.”

Mengutip dokumen Gereja Katolik, Gaudium et Spes, Romo Yosef mengingatkan bahwa setiap umat Katolik, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, terus menerus didorong untuk terlibat dalam upaya menghidupi dan mengembangkan demokrasi secara baik dan bermartabat. 

“Saya sangat bangga dan menghormati umat Katolik yang bersedia maju dalam kontestasi politik, baik yang telah menjabat sebagai anggota legislatif, eksekutif, yudikatif selama ini maupun yang akan maju dalam Pemilihan Umum 2024,” imbuhnya.

Ia juga menyinggung pernyataan Paus Fransiskus yang disampaikan dalam perjumpaan dengan kaum muda di Roma pada tanggal 20 Mei 2021. Saat itu Bapa Suci mengatakan bahwa cinta kepada Allah tidak dapat dipisahkan dari cinta kepada sesama, dan cinta kepada sesama adalah hal politis yang ditujukan kepada semua orang. Cinta kepada sesama merupakan jiwa dari politik, sementara politik adalah bentuk tertinggi dari cinta kepada sesama. Jika politik kehilangan cinta, maka tujuan politik gagal. Dalam hal ini, politik dimengerti sebagai suatu cara untuk mengatur tatanan hidup bernegara ke arah bonum commune.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

“Saya mengajak Saudara-Saudari menyadari tanggung jawab umat Katolik di bidang politik dan peran aktif kita dalam Pemilu. Demi perutusan ‘memperbaiki dan menyempurnakan dunia dengan semangat Injil,’ hendaknya semua umat Katolik menggunakan hak suaranya secara bertanggung jawab dengan datang ke TPS dan memberikan hak suara Anda,” ungkapnya.

Pendampingan

Romo Yosef Eko Budi Susilo (Dok. Pribadi)

Ketika dihubungi HIDUPKATOLIK.COM melalui telepon pada Kamis (30/11/2023), Romo Yosef mengatakan beberapa pastor kepala paroki sempat bingung ketika beberapa calon anggota legislatif  (caleg) mengunjungi mereka. 

“Terus kami, Tim Kuria, membuat pedoman itu, seruan moral itu. Jadi bagaimana sikap pastor kepala paroki, biarawan-biarawati kalau didatangi caleg. Terus bagaimana umat, ketua lingkungan kalau didatangi caleg,” tuturnya.

Ia menambahkan bahwa seruan moral didistribusikan melalui sebuah grup aplikasi pesan instan yang beranggotakan para pastor kepala paroki. Mereka kemudian menyampaikan seruan moral tersebut kepada umat mereka masing-masing.

“Sebenarnya setiap ada Pemilu kami memberi pendampingan kepada umat. Kadang-kadang mereka bingung mau memilih yang mana. Mereka perlu didampingi supaya tidak salah pilih. Situasi politik saat ini membuat umat semakin bingung. Ini harus dijelaskan,” ujarnya.

Tiga Poin  

Seruan moral tersebut mencakup tiga poin. 

Poin pertama berbunyi “Setiap umat Katolik ambil bagian secara aktif mewujudkan Pemilu yang bersih dan bermartabat dengan menaati undang-undang dan peraturan yang berlaku, menjaga kondisi hidup bersama yang aman, tertib, jujur, adil, dan damai baik secara internal Gereja maupun secara eksternal bersama masyarakat.

Poin kedua berbunyi “Dalam masa persiapan Pemilu, hendaknya: (a) Sebagai warga negara yang baik, mengenali secara sungguh-sungguh calon pemimpin dan calon wakil rakyat yang hendak dipilih, dengan nurani yang jernih meneliti rekam jejak, visi-misi, dan integritas kepribadiannya. Ada banyak informasi terkait para calon pemimpin dan wakil rakyat kita, namun jangan pernah mengabaikan sikap kritis dan reflektif supaya data dan informasi yang akurat yang kita dapatkan, bukan sebaliknya; (b) Pastor Paroki, pimpinan komunitas, ketua lingkungan/wilayah hendaknya terbuka dan menerima dengan baik kedatangan caleg/tokoh partai untuk mendengarkan dan memberikan semangat serta masukan tentang: (i) Prinsip-prinsip Katolik Ajaran Sosial Gereja tentang misi perutusan Gereja di dunia kemasyarakatan demi kesejahteraan umum dan memperbaiki tata dunia; (ii) Komitmen kesetiaan pada empat pilar negara: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945; (iii) Bagaimana berkampanye yang bersih dan menghindari praktek kampanye yang licik dan kotor dengan menolak: politik uang, politisasi SARA, serta menolak ujaran kebensian; dan (iv) Tempat ibadah dan kegiatan peribadatan/pendalaman iman untuk kepentingan kampanye tidak diperbolehkan; (c) Para imam, biarawan-biarawati, fungsionaris paroki dan lingkungan: (i) Secara bijak menggunakan media sosial agar tidak menimbulkan perpecahan atau pun batu sandungan dalam tugas utama penggembalaan jemaa. Bijaklah pula ketika melakukan aktivitas-aktivitas bersama para calon wakil rakyat agar tidak disalahpahami sebagai bentuk dukungan yang istimewa dan khusus; (ii) Grup media sosial resmi dalam pengurus Gereja hendaknya menghindari konten-konten yang mengindikasikan kepentingan pemenangan kontestasi Pemilu; (iii) Hendaknya keterlibatan/keanggotaan pribadi warga lingkungan dalam kelompok dan organisasi di luar Gereja tidak mengganggu atau pun menjadi batu sandungan bagi keutuhan persekutuan warga lingkungan dan kemurnian perutusan Gereja di tengah masyarakat. (Pedoman Pastoral Pengurus Lingkungan Pasal 10.); (iv) Penyadaran, pembinaan, dan pendampingan akan hak dan kewajiban bagi pemilih pemula menjadi prioritas program pastoral Kerasulan Umum di setiap paroki; dan (v) Kritis dan tidak mudah menyebarkan aneka berita provokatif/hoaks politik.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Poin ketiga berbunyi “Pada hari pelaksanaan Pemilu 2024 dan masa pasca Pemilu: (a) Pemilu 2024 bertepatan dengan Hari Rabu Abu, pembuka Masa Prapaskah bagi Gereja Katolik. Maka terkait liturgi Rabu Abu: (i) Mengingat jarak antara rumah umat dan gereja tempat Perayaan Ekaristi Rabu Abu cukup beragam, maka setiap paroki mengatur secara bijak dengan menetapkan penjadwalan Misa dan penerimaan abu baik di Hari Rabu Abu pagi maupun sore; (ii) Abu bisa diterimakan pada Hari Kamis hingga Sabtu siang, bagi yang belum menerimanya pada Hari Rabu; (b) Hendaknya umat Katolik yang sudah memiliki kartu tanda bukti sebagai pemilih yang sah sungguh-sungguh mementingkan kehadiran di TPS untuk memberikan hak pilih secara bijak dan bertanggung jawab. Untuk itu bagi umat Katolik yang belum memperoleh kartu tanda bukti sebagai pemilih hendaknya segera mengurusnya agar dapat menggunakan hak pilihnya sebaik-baiknya; (c) Tim Kerawam hendaknya mendorong warga Katolik untuk terlibat dalam kepanitiaan penyelenggaraan di TPS dan pengawasan/pengawalan hasil Pemilu di daerahnya masing-masing. Tim Kerawam juga hendaknya membantu umat Katolik yang telah memiliki hak pilih namun memperoleh kartu tanda bukti peserta Pemilu agar tanda bukti tersebut dapat diperoleh demi kelancarannya dalam menggunakan hak pilih; dan (d) Umat Katolik, setelah terlaksananya Pemilu, sebagaimana dirumuskan dalam Ardas kita, menghidupi semangat persekutuan murid-murid Kristus yang memiliki kedewasaan iman, guyub, penuh pelayanan dan misioner. Kita menghormati hasil penghitungan suara sebagaimana ditetapkan oleh KPU. Siapa pun yang terpilih adalah pilihan rakyat yang sesuai dengan prinsip demokrasi, sehingga umat tidak mudah terhasut aneka hasutan dan perpecahan di masyarakat. Kesatuan dan cita-cita luhur bangsa adalah lebih tinggi dari kepentingan pribadi/kelompok.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Katharina Reny Lestari   

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles