HIDUPKATOLIK.COM – Berjalan bersama atau Sinode Gereja Katolik Keuskupan Denpasar (Bali-NTB) hari kedua, Selasa (28/11/2023) mengagendakan pemaparan materi para narasumber. Perlunya bermisi dengan cara baru dalam mewujudkan Gereja Sinodal muncul dalam diskusi serta beberapa masukan penting narasumber yang patut mendapat perhatian Tim Perumus.
Ketua Umum Pantia Sinode V Romo Herman Yoseph Babey tampil memandu kegiatan sesi pertama di hari kedua dengan agenda ‘Penyampaian dan Pendalaman hasil-hasil Pra Sinode Dekenat’ dengan narasumber Romo Evensius Dewantoro dan Romo Martinus Emanuel Ano, selaku Ketua SC dan Ketua Tim Perumus Sinode V.
Ketua SC, Romo Evensius Dewantoro memaparkan hasil rumusan akhir Pra Sinode V yang bersumber dari Pra Sinode tiga Dekenat yang ada di Keuskupan Denpasar: Bali Barat, Bali Timur, Nusa Tenggara Barat.
Secara garis besar, Romo Evensius menyampaikan tentang isu-isu sentral yang mengemuka dalam Pra Sinode Dekenat, baik isu-isu yang muncul dari evaluasi Sinode IV maupun isu-isu utama sebagai harapan dan masukan untuk Sinode V. Disampaikan juga masalah-masalah pokok yang ditemukan dari masing-masing Dekenat.
Ketua Tim Perumus Romo Martinus Emanuel Ano melanjutkan dengan menyampaikan reflekasi pastoral terkait Bangkit dan Bergerak Bersama dalam mewujudkan Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi dan Misi.
Ketika sesi tanya jawab muncul beberapa masukan dari peserta sidang terkait dengan misi yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam mewujudkan Gereja Sinodal. Romo Benedictus Deni Mary, Pastor Rekan Paroki Hati Kudus Palasari menyampaikan pandanganya bahwa pentingnya bermisi dengan cara baru terutama di era teknologi informasi saat ini.
“Semakin banyak orang saat ini mengikuti paham sekularisme, salah satu upaya untuk mengembalikan mereka perlu menemukan cara-cara baru dalam bermisi,” kata Romo Deni.
Sementara Romo Dominikus I Gusti Kusumawanta, menyampaikan supaya memperhatikan tiga hal utama sinodalitas yaitu perjumpaan, mendengarkan dan menimbang untuk memutuskan dalam bentuk tindakan nyata atau langkah kongkret.
Selanjutanya adalah pemaparan materi para narasumber. Tampil pertama yaitu Romo Yohanes I Wayan Marianta, SVD yang mempresentasekan hasil survei yang telah dilakukannya melalui google form tentang presepsi umat Katolik, baik umat dewasa maupun OMK terkait iman, kehidupan berkomunitas (persekutuan) serta keterlibatan dalam kehidupan menggereja dan kehidupan sosial.
Hasil Survei
Sesi pertama ini dimoderatori Romo Agustinus Sumaryono, SVD. Sejatinya materi yang diharapkan dari Romo Marianta adalah terkait tema Sinode V ditinjau dari sudut pandang Sosiologis Pastoral. Untuk mendalami tema ini Romo Marianta melakukan survei tersebut.
Menarik hasil survei ini, dari responden umat dewasa yang berjumlah 999 orang dan responden OMK sejumlah 500 orang, umumnya presepsi mereka terkait hal-hal yang ditanyakan positif, di mana setiap pertanyaan jawaban yang bersifat positif rata-rata 60 – 80 %.
Contoh presepsi tentang iman, yang menjawab sangat penting dan penting mencapai 87% dari total responden dewasa, dan 86% dari responden OMK.
Bangga sebagai orang Katolik ada 85% dijawab responden dewasa dan 90% dijawab responden OMK. Dari dua contoh ini, menunjukkan bahwa harapan terwujudnya Iman yang tangguh tercapai.
Dikatakan Romo Marianta, dengan presepsi yang positif tersebut menjadi modal untuk bergerak. Namun dia mengingatkan untuk bergerak dan berjalan bersama itu perlu ada tim inti sebagai pioneer Gerakan dan pastikan “Bergerak bersama itu ke mana dan bersama siapa?”
Tidak Membeda-bedakan
Narasumber kedua yaitu Romo Surip Stanislaus, OFM.Cap dengan materi tentang tema Sinode V ditinjau dari prespektif Teologi Biblis. Sesi ini dipandu oleh Romo Benedictus Deni Mary.
Dalam pemaparannya Romo Surip lebih banyak mengutip terkait Gereja Sinodal dari prespektif Perjanjian Lama. Salah satu yang dikutip adalah pengertian Sinode yang bersumber dari Kitab Ibrani yaitu “Qahal” yang artinya: pertemuan, perkumpulan, duduk bersama.
Lalu dari Bahasa Yunani Sinode atau Sinodus yang berarti berjalan bersama. Jika digabungkan Sinodus-Qahal maka maknanya menjadi: duduk bersama, berbicara hingga sepakat berjalan bersama.
Satu hal yang ditegaskan Romo Surip, bahwa Gereja Sinodal menjadi lebih jelas kalau tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan dalam karya pelayanan maupun doa.
Model Katekese
Setelah peserta mendapatkan pencerahan tentang prerspektif teologi biblis, selanjutnya peserta diperkaya dengan prespektif pastoral misiologi atas tema Sinode V. Tampil narasumber ketiga untuk prespektif ini adalah Romo Okto Naif, dengan moderator Romo Flavianus Endi.
Romo Okto memperesentasekan materi berjudul “Bangkit dan Bergerak Bersama dalam karya Misioner Gereja.” Dikatakan untuk menjalankan karya misioner maka dibutuhkan misionaris. Seorang misionaris itu harus siap jalan.
Romo Okto juga menejelaskan dua model katekese yang berkaitan erat dengan misi, yaitu katekese internal dan katekese keluar bergaya diplomasi. Katekese internal itu adalah penguatan internal iman umat kita sendir. “Ini bisa menjawab persoalan belum menguat atau teguhnya iman umat terutama untuk bersaksi di tengah masyarakat majemuk,” katanya.
Sedangkan katekse keluar bergaya diplomasi adalah misi ke luar dengan iman dan budaya yang berbeda dengan gaya diplomasi. Contoh, Musa yang berdialog dengan imam median sampai imam median itu mengakui Tuhan orang Israel.
Selain katekese internal, katekese keluar bergaya diplomasi ini, menurut Rm. Okto bisa menjadi pilihan Gereja Katolik Keuskupan Denpasar yang hidup di tengah kekuatan Hindu di Bali dan Muslim di NTB.
Di sisi lain, Romo Okto mengingatkan, untuk menjadi Gereja lebih Sinodus, dibutuhkan lebih dulu eksodus atau keluar dari keterkurungan, harus keluar dari diri sendiri.
Romo Okto juga mengusulkan agar Gereja Katolik Keuskupan Denpasar harus mampu memanfaatkan daya tarik pariwisata Bali. “Perlu adanya titik magnetik pastoral. Apa itu? Tidak lain butuh pastoral pariwisata. Seperti apa, silahkan itu dipikirkan,” katanya.
Menurut Romo Okto, jika ada pastoral pariwisata, orang yang datang ke Bali tidak hanya tertarik dengan keindahan Bali, tetapi juga tertarik dengan kerohanian yang ada di Bali dan berharap orang akan tersentuh dan khusus mereka yang sudah menganut sekularisasi bisa terinspirasi untuk mengimani Tuhan.
Romo Okto juga mengajak peserta untuk untuk belajar dari Rasul Besar St. Paulus. Di mana pun dia pergi dan berada, katanya, St. Paulus melakukan hal-hal antara lain membangun komunio/komunitas, menguatkan komunitas, buat kaderisasi dan selalu mengembangkan kerja tim.
Di bagian akhir pemaparannya, Romo Okto kembali bicara soal soal misi. Menurut Romo Okto misi merupakan oksigen kristiani yang menghidupkan, menyegarkan dan memurnikan Gereja.
Dikatakan, ada lima model misi yang perlu diperhatikan. Pertama, Missio Ad Intra yaitu masuk ke dalam diri, injili dulu diri sendiri sebelum injili orang lain; Kedua, Missio Ad Extra yaitu menginjili keluar;
Ketiga, Missio Ad Altra yaitu bermisi dengan belajar bersama dengan yang beriman atau berbudaya lain; Keempat, Missio Ad Altum yaitu bergerak ke dalam dunia ajaran kita sendiri dengan mempelajari dokumen-dokumen Gereja yang kita miliki; Kelima; Missio Ad Vulnera yaitu bermisi kepada orang-orang lemah, sedehana atau miskin.
Seluruh rangkaian sidang hari kedua diakhiri dengan Perayaan Ekaristi yang berlangsung di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa Nusa Dua.
Hironimus Adil (Kontributor/Komsos Denpasar)