HIDUPKATOLIK.COM – GERAKAN Marriage Encounter atau disingkat ME baru saja, tepatnya, 26-29 Oktober 2023, menggelar Sidang Dewan Nasional (Denas) ke-50 di Yogyakarta. Manarik mencermati tema yang diangkat, Where there is love.
Ya, ME dikenal sebagai gerakan atau komunitas kategorial yang ingin merawat kedalaman relasi antara pasangan suami dan istri (pasutri). Harapannya, kedalaman kualitas relasi para pasutri yang telah dipatrikan dalam Sakramen Perkawinan akan berdampak pada relasi berkualitas dan mendalam pula dengan anak-anak yang dianugerahkan Allah kepada pasutri bersangkutan.
Relasi itu berakar pada cinta tanpa batas sebagaimana Kristus, karena cinta-Nya kepada manusia, mengobarkan diri hingga wafat di kayu salib. Relasi cinta pasutri Katolik tak lain tak bukan mengarah kepada cinta sejati Kristus itu. Keluarga Katolik disebut pula sebagai Gereja kecil.
Sebagai Gereja kecil, para pasutri Katolik menghadapi tantangan yang tidak ringan dari masa ke masa. Gaya hidup modern seperti konsumerisme, hedonisme, dan lain-lain dapat merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Angka perceraian terus meningkat dengan segala alasan pembenaran yang menyertainya.
Era teknologi komunikasi dan informasi yang demikian massif juga berdampak pada relasi pasutri dan anak-anak jika tidak dikendalikan. Tak jarang terdengar ucapan, dengan adanya hape, di satu sisi, mendekatkan yang jauh, di sisi lain, menjauhkan yang dekat. Setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri. Relasi humanis menjadi hilang atau hambar.
Dalam konteks inilah, kehadiran ME sebagai sebuah gerakan untuk merawat kesetiaan pada nilai-nilai perkawinan Katolik dapat menjadi garda terdepan. Perkawinan Katolik dalam arti Sakramen, kini menghadapi ujian yang tidak ringan. Meluasnya isu-isu terkini seperti fenomena hidup serumah tanpa ikatan perkawinan yang sah, isu LGBT dapat merusak pandangan orang muda pada nilai-nilai perkawinan yang suci.
Harus diakui bahwa pendampingan terhadap pasangan-pasangan yang baru menikah ‘luput’ dari perhatian.
Sebelum perkawinan ada kursus singkat semacam Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) tapi hal ini tidaklah mencukupi sebagai bekal dalam mengarungi bahtera perkawinan yang seumur hidup.
Maka, salah satu peran gerakan ME tampaknya ada pada titik krusial ini. Konon, lima tahun pertama perkawinan adalah masa-masa yang tidak mudah untuk dilalui. Bagaimana gerakan ME mampu masuk ke ranah ini agar sejak dini benih-benih yang dapat mengganggu jalannya keutuhan rumah tangga pasutri dapat tertangani sejak dini.
Derakan ME juga perlu lebih ‘agresif’ memberikan pendampingan atau penyuluhan kepada orang muda tentang kesucian tubuh manusia dalam pandangan Gereja Katolik. Terlebih-lebih kesucian Sakramen Perkawinan yang kelak akan mereka tempuh.
Pencegahan tampaknya jauh diperlukan agar perkawinan Katolik tidak kandas di tengah jalan karena satu dan lain hal yang tidak terdeteksi pada masa-masa persiapan. Maka, sekali lagi, gerakan ME tampaknya perlu turun gunung ke akar rumput tanpa harus meninggalkan ‘medan’ pastoral keluarga yang selama ini dijalankan.
Majalah HIDUP, Edisi 47, Tahun Ke-47, Minggu, 19 November 2023