HIDUPKATOLIK.COM – Presiden Yayasan Kebebasan Nikaragua dan mantan calon presiden Nikaragua Félix Maradiaga baru-baru ini mengunjungi Parlemen Inggris dan meminta dukungan anggotanya dalam membebaskan tahanan politik Nikaragua, termasuk uskup Matagalpa, Rolando Álvarez, seorang pembela hak asasi manusia yang vokal.
Kunjungan Maradiaga ke Inggris terjadi hanya satu hari setelah Uskup Nikaragua Silvio Báez di pengasingan menerima penghargaan dari National Endowment for Democracy (NED) di Washington, D.C., di mana prelatus tersebut juga mengulangi seruannya agar kediktatoran Presiden Daniel Ortega membebaskan Álvarez yang secara tidak adil dipenjara karena menjadi “pengkhianat tanah air.”
Mantan kandidat presiden tersebut mengatakan kepada ACI Prensa, mitra berita berbahasa Spanyol CNA, bahwa selama kunjungannya ke Parlemen Inggris, dia melakukan advokasi untuk semua tahanan politik Nikaragua. “Kami belum melupakan siapa pun,” tegasnya.
Madariaga diterima oleh anggota blok liberal di House of Lords, seperti Jeremy Purvis dan John Thomas Alderdice, yang kepadanya ia menjelaskan “situasi tahanan politik di Nikaragua dan membahas perlunya menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap mereka yang melakukan kejahatan melawan kemanusiaan dan tindakan korupsi,” menurut rilis yang dikirimkan ke ACI Prensa.
Salah satu topik yang dibahas adalah usulan pembentukan kantor khusus pemerintah Inggris untuk mengadvokasi tahanan politik di seluruh dunia serta pentingnya negara-negara demokrasi berkolaborasi satu sama lain untuk menghadapi kediktatoran seperti Nikaragua, “Rusia, Tiongkok, dan Iran.”
Maradiaga menutup pidatonya dengan “menegaskan kembali komitmennya untuk bekerja tanpa kenal lelah hingga kita mencapai kebebasan dan keadilan yang pantas bagi rakyat Nikaragua.”
Uskup Álvarez
Mulai 4 Agustus 2022, Rolando Álvarez, uskup Matagalpa dan administrator apostolik Esteli di Nikaragua, dilarang meninggalkan kediamannya oleh polisi Nikaragua.
Dua minggu kemudian di tengah malam, polisi masuk ke kediamannya, menculiknya, dan membawanya ke Managua, di mana dia ditahan di rumah. Setelah persidangannya diwarnai dengan kejanggalan, pada 10 Februari tahun ini, ia dijatuhi hukuman 26 tahun empat bulan penjara, dengan tuduhan “pengkhianat tanah air.”
Sehari sebelumnya, uskup tersebut menolak menjadi bagian dari 222 mantan tahanan politik yang dicabut kewarganegaraan Nikaraguanya dan dideportasi ke Amerika Serikat berdasarkan kesepakatan antara pemerintah Ortega dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Pada bulan Juli, prelatus tersebut untuk sementara dikeluarkan dari penjara “La Modelo”, tempat dia menjalani hukumannya, meskipun dia tetap berada dalam tahanan polisi. Negosiasi untuk pembebasannya gagal dan dia dikembalikan ke penjara. **
Walter Sanchez Silva (Catholic News Agency)/Frans de Sales