web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mari Simak Bersama 10 Pesan Sidang Sinodal KWI 2023! Ada Pesan untuk Pemilu 2024, Keamanan Papua, Pemanasan Global, Perempuan, Anak, dan Orang Muda

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM— SELAMA 8 hari (7-14 November 2023) para uskup se-Indonesia berjalan bersama untuk melihat kembali perjalanan pelayanan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melalui tiap komisi, lembaga, sekretariat, dan departemen yang ada di dalamnya. Mereka bertemu dalam semangat persaudaraan dan sinodalitas di gedung KWI yang terletak di Jl. Cut Meutiah.

SIDANG KWI 2023
Suasana Sidang KWI 2023 di Gedung KWI Jakarta| Dok. Komsos KWI

Perjalanan pelayanan ini pun dikaji dalam semangat yang termaktub dalam tema sidang “Berjalan Bersama Menuju Indonesia Damai”. Melalui tema ini, Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC  dalam konferensi pers Sidang KWI 2023 (14/11/2023) menekankan bahwa para uskup ingin menempatkan Sidang Sinodal KWI tahun 2023  sebagai bagian dari perjalanan sinodal Gereja Universal. Para uskup Indonesia tiada henti berjuang bersama semua umat beriman Kristiani di Indonesia untuk mewujudkan Gereja Sinodal: Gereja yang berjalan bersama seluruh umat manusia untuk membangun dunia, rumah kita bersama, menjadi tempat yang memungkinkan seluruh umat manusia hidup, tumbuh dan berkembang sebagai manusia seutuhnya.

Sidang KWI tahun ini didahului dengan studi bersama tentang situasi aktual yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Ada tiga sesi studi: Gambaran Pemilu 2024Pemilu 2024 dalam Analisa Sosial-Politik, dan Keterlibatan Gereja Katolik dalam Pemilu 2024. Diskusi yang terjadi mendorong peserta sidang untuk menghidupi Tema Sidang, “Berjalan Bersama Menuju Indonesia Damai”, seraya menyongsong perayaan 100 tahun KWI 2024.

Ketua KWIMgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC
Sidang KWI 2023
Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC dalam Konferensi Pers pada Selasa, 14/11/2023| HIDUP/Felicia Permata Hanggu

Dengan mantap Mgr. Antonius membacakan sepuluh pesan yang disarikan dalam Sidang Sinodal KWI tahun 2023. Berikut sepuluh pesan itu:

Digerakkan oleh semangat Konsili Vatikan II tersebut, para Uskup menyadari dan melakukan disermen atas situasi yang terjadi di Indonesia saat ini yang bermuara pada munculnya berbagai keprihatinan yang muncul karena situasi yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia khususnya, maupun bangsa manusia di dunia pada umumnya.

  1. Tahun 2024 akan menjadi tahun yang suhu politiknya tinggi, khususnya yang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota legislatif baik pusat maupun daerah dan pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), cenderung menunjukan turunnya kualitas demokrasi. Tingginya suhu Politik tersebut rentan terhadap ancaman konflik horisontal yang dipicu oleh kepentingan politik sesaat dan diperparah oleh penyalahgunaan media informasi untuk menyebar kobohongan, fitnah, bahkan permusuhan. Para uskup mengingatkan akan bahaya politik identitas berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA) yang rawan dimanfaatkan oleh para kontestan politik.
  2. Para Uskup juga mengajak semua pihak untuk memberi perhatian pada masalah-masalah lama namun penting yaitu kemiskinan, ketidakadilan, KKN, ketimpangan sosial dan diskriminasi. Masalah intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang naik-turun berdinamika di jalannya sendiri, juga masih sering dijumpai di dalam negeri ini. Kita dituntut memberi perhatian serius bukan hanya pada masalah-masalah tersebut tetapi juga pada oknum bangsa yang sampai hati mengeksploitasinya demi keuntungan pribadi ataupun golongan.
  3. Perdamaian dunia sedang tidak baik-baik saja. Kondisi perkonomian dan sosial dunia belum sepenuhnya pulih akibat pandemi COVID-19, kini diganggu oleh perang yang menyengsarakan rakyat. Perang antara Rusia dengan Ukraina belum berakhir, kini perang di Palestina antara dua kelompok yang sama-sama mengaku keturunan Bapa Abraham atau Nabi Ibrahim terjadi. Situasi ini membuat rasa kemanusiaan kita seakan terkoyak-koyak. Keprihatinan itu semakin terasa menyesakan hati karena kita tidak berdaya menghentikan perang tersebut. Kita hanya bisa ikut memberi bantuan kemanusiaan untuk meringankan penderitaan korban peperangan. Kita menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak bisa mencampuri urusan internal negara lain dan hanya bisa berharap dan berdoa bahwa para pemimpin negara-negara yang sedang bertikai segera mengambil keputusan untuk menghentikan perang demi menghormati martabat manusia dan kesejahteraan rakyatnya. Di samping itu, perang dagang antar negara maju dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menambah ketidaknyamanan kehidupan bersama masyarakat dunia.
  4. Di dalam negeri, situasi kerawanan keamanan di Papua perlu mendapat perhatian serius. Pada sebagian wilayah papua masih terus terjadi konflik antara Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan aparat keamanan, sehingga rasa aman bagi penduduk sipil tidak kunjung tercipta. Penduduk sipil kerap menjadi korban. Untuk itu, Pemerintah perlu duduk bersama dan berdialog dengan setiap kelompok. Belajar dari pengalaman penyelesaian konflik di Aceh, pemecahan masalah di Papua juga harus melibatkan para Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Perempuan, para Pimpinan Gereja, serta Tokoh Agama. Para tokoh tersebut merupakan orang-orang yang mendengarkan, melihat dan merasakan langsung penderitaan rakyat dan umatnya. Mereka tentu mempunyai cara-cara bijak dalam menciptakan rasa aman di masyarakat. Kita percaya bahwa sebagaimana Tuhan tidak membedakan orang (Kis. 10:34), Pemerintah juga tidak boleh membeda-bedakan warganya.
  5. Para Uskup menghimbau masyarakat luas agar memperlakukan anak-anak dan kaum perempuan secara terhormat dan bermartabat. Perjuangan emansipasi kaum perempuan yang telah dimulai sejak era Ibu Kartini sampai di zaman kita, belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Pada banyak bidang kehidupan sosial maupun politik dan ekonomi, kaum perempuan tetap terpinggirkan dan belum mendapatkan perlakuan setara dengan laki-laki sesuai dengan hak-haknya. Pada kenyataannya kaum perempuan selalu hadir dan memberikan kontribusi dalam setiap babak sejarah Indonesia. Untuk melindungi anak-anak dan kaum perempuan, Pemerintah harus memberi hukuman berat bagi pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual dan perdagangan orang. Tidak seorang pun, baik anak-anak maupun kaum perempuan, boleh dieksploitasi.
  6. Tentang Orang Muda, para Uskup mengingatkan bahwa orang muda bukan hanya pemilik masa depan melainkan juga pemilik masa kini. Jika orang muda salah arah, kehidupan masa depan bangsa juga akan rusak. Maka, baik pemerintah maupun institusi swasta harus bekerja sama untuk memberdayakan orang muda sesuai dengan talenta yang dimiliki. Orang muda harus mendapat kesempatan untuk menjadi warga negara yang kompeten. Semoga mereka tidak menjadi angkatan yang bengkok, berbelit-belit, jahat dan tidak setia (Bdk. Ul. 32: 5; Mat. 12: 39), melainkan angkatan yang terberkati (Bdk. Mzm. 14: 5; 22: 31).
  7. Para Uskup juga mengajak seluruh umat untuk tetap peduli pada krisis pemanasan global. Pemanasan bumi, penggundulan hutan, dan perubahan iklim adalah permasalahan yang menyangkut lingkungan hidup yang sekarang maupun ke depan, akan semakin menantang. Kita diingatkan untuk terus mengimplementasikan Ensiklik Paus Fransiskus yakni, Laudato Si – Terpujilah Engkau (2015) dan ditegaskan lebih serius dalam Laudate Deum – Pujilah Allah (2023). Kami mengapresiasi berbagai lembaga yang melakukan gerakan penanaman pohon, pertanian dengan pupuk organik, dan pengolahan sampah dengan baik. Oleh karena itu, kami mengimbau pemerintah dan masyarakat bekerja sama mewujudkan bumi sebagai rumah kita bersama.
  8. Bangsa Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan karena dikaruniai bonus demografi yang baik. Demografi ini terus berubah seiring perjalanan dunia. Oleh karena itu, perubahan demografi ini perlu disikapi dengan bijaksana. Di satu sisi, penduduk usia produktif akan menjadi lebih banyak jika dibanding dengan yang berusia tidak produktif. Sikap yang bijaksana diperlukan untuk menghindari timbulnya penyakit sosial. Di sisi lain, jumlah usia produktif yang lebih banyak berpotensi mengubah gaya hidup masyarakat menjadi konsumtif dan hedonis. Pesatnya perkembangan digital di berbagai bidang saat ini juga sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat.
  9. Pemerintah telah mencanangkan Indonesia Emas 2045 sebagai tujuan perayaan 100 tahun Kemerdekaan. Di tahun tersebut negeri kita diharapkan sudah maju dan unggul. Indonesia Emas menyemangati sekaligus mengingatkan kita untuk melakukan berbagai upaya mewujudkannya. Kami mendukung Pemerintah Republik Indonesia yang mengajak kita semua untuk berlari mengejar kemajuan, serta pada saat yang sama menepis berbagai rintangan yang bisa menghambat atau bahkan menghentikan gerak kencang kita sebagai masyarakat, bangsa, dan negara.
  10. Para Uskup mendorong umat terlibat aktif untuk melahirkan para pemimpin baru yang memegang teguh Pancasila, UUD 1945, NKRI dan menghormati kebhinekaan, memiliki integritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan; mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil-lemah-miskin-tersingkir-difabel, memiliki rekam jejak yang terpuji, menjunjung tinggi martabat manusia dan menjaga keutuhan alam ciptaan. Kami meminta kepada para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara Pemilu dan TNI-Polri untuk bersatu mewujudkan Pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas dan bermartabat.
Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Akhirnya para Uskup mengajak saudara-saudari sebangsa dan setanah air untuk saling bergandengan tangan dan dengan tulus hati mendukung Pemerintah yang telah dipilih dan diberi mandat oleh rakyat Indonesia. Kita semua wajib bekerjasama untuk dapat membuat kebijakan yang adil, komprehensif, dan bersifat segera. Dengan demikian, hal-hal yang menghalangi pencapaian kita sebagai bangsa bermartabat bisa disingkirkan. Marilah kita berjalan bersama menuju Indonesia Damai, “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tanpa mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” (Flp. 2: 2-3).

Tak lupa, para uskup mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang dengan berbagai cara telah berusaha mengurangi segala gangguan atas cita-cita kita untuk menjadi masyarakat, bangsa, dan negara yang maju, unggul, dan damai. Semoga semakin banyak orang yang berkehendak baik ikut serta menjaga dan melindungi bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Felicia Permata Hanggu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles