HIDUPKATOLIK.COM – Sebagai ormas, Wanita Katolik Republik Indobesia (WKRI) perlu kian terlibat dalam setiap harapan dan keprihatinan masyarakat. Menjadi Ketua RT pun, mengapa tidak!
KERASULAN tata dunia merupakan peran khas dari kaum awam. Wanita Katolik RI (WKRI), sebagai ormas hadir dan harus terlibat, menjalankan tugas khasnya – bersama kaum awam lainnya, menguduskan dunia dari dalam laksana ragi. Peran ini mengindikasikan keterlibatan penuh WKRI sejatinya tidak hanya melayani di sekitar (di dalam) gereja (baca: altar), tetapi justru di tengah-tengah dunia (baca: pasar).
Hal ini ditegaskan Ketua Presidium WKRI saat ini, Justina Rostiawati dalam wawancara khsusu dengan HIDUP.
Menurutnya, peran WKRI harus lebih inklusif, melayani lebih luas dengan terlibat dalam setiap dimensi kehidupan.
Dikatakannya, adalah baik bahwa terlibat dalam kerasulan internal, tetapi lebih dari itu, perlu terlibat dalam tata dunia dengan aksi-aksi perjuangan keadilan, pemberdayaan kaum perempuan dan anak, persoalan lingkungan hidup, dan masalah kehidupan sosial lainnya.
Masih Justina, WKRI perlu “mengakar dari dalam” dan mengusahakan kesejahteraan bersama lewat tanda-tanda zaman. WKRI perlu melihat, mengevaluasi, lalu bertindak terhadap tanda-tanda zaman yang terjadi baik di altar maupun di pasar. Mereka harus berakar dari dalam dan mengubah dunia. Inilah persembahan hidup WKRI untuk Tuhan dan bangsa.
WKRI, di manta Justina, adalah salah satu mitra sekaligus perpanjangan tangan Gereja untuk melihat persoalan sosial di tengah masyarakat. Dengan talenta yang ada, WKRI tidak sekadar sibuk urusan liturgi dan selebrasi. Banyak terjadi bahwa Ormas Katolik masih berkutik soal sakramen, pelantikan, peresmian, ulang tahun lembaga atau pejabat, kegiatan doa, makan-makan, dan ibadah lainnya. Mengutip kata-kata Paus Fransiskus pada Bulan Misi 2023, “Memang liturgi adalah puncak dari sumber kehidupan Gereja, tetapi kegiatan Gereja juga termasuk persaudaraan, pewartaan, pelayanan, dan kesaksian…” (Vatican Radio, 23 Oktober 2022). Paus Fransiskus mengajak orang melihat Gereja masa depan. Ada mimpi bahwa Gereja harus menjadi “Gereja Rumah Sakit” yang bisa menyembuhkan luka-luka di bumi.
Menurut Justina, WKRI juga harus berani melangkah keluar pintu untuk ikut menyembuhkan mereka yang terluka. WKRI setidaknya harus berani “berkotor tangan” – turun mengalami situasi kehidupan konkret masyarakat. “Inilah visi keberpihakan Gereja yaitu bonum commune, dan visi ini harus menjiwai semangat melayani setiap anggota WKRI,” ujar Ketua Presidium WKRI (2014-2018 dan 2019-2023).
Selama periode kepemimpinannya Bersama presidium lain, Justina berharap harapan Paus Fransiskus tergenapi lewat animasi berbagai program. WKRI tidak lagi sekadar mengurus makan-minum di pastoran paroki/stasi, kebersihan pastoran, dekorasi altar, dan sebagainya.
Justina menegaskan, ketika ada persoalan kemanusiaan, WKRI harus hadir bersama mitra kemanusiaan lainnya untuk menegakan kemanusiaan. WKRI lahir dan mengakar bersama kurban Kristus di altar, dan menemukan ladang misi kemanusiaan di tengah-tengah persoalan kesetaraan gender, lingkungan hidup, ketidakadilan, intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang merongrong urat nadi bangsa.
Sebagai sayap komitmen kebangsaan, Justina mendorong semua kader WKRI untuk berkarya demi kesejahteraan manusia dan keselamatan dunia lewat karya-karya kemanusiaan yaitu di bidang kerohanian, pendidikan, kesehatan, pelayanan karitatif, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan.
“WKRI hendaknya terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bagian dari tugas perutusan Gereja untuk menyucikan dunia,” ujarnya.
Tidak heran saat ini, ada banyak anggota WKRI yang terlibat dalam kehidupan berbangsa. Sebut saja Marisca Nancy Tanowijono, WKRI DPC Maria Kusuma Karmel (MKK), Paroki Meruya adalah seorang Ketua RT di Perumahan Taman Alfa Indah, Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Dalam sebuah wawancara di media milik WKRI DPC MKK 2022, Nancy mengatakan, semua perempuan harus berani tampil untuk ambil peran dalam pelayanan baik di Gereja maupun di tengah-tengah bangsa. “Melayani masyarakat adalah panggilan untuk bersinode – berjalan bersama umat beragama lain dan berani menggarami dunia,” ujarnya.
Nancy menegaskan bahwa anggota WKRI harus terpanggil melayani dengan prinsip kasih, mengutamakan kemanusiaan di atas segalanya. Prinsip berjuang demi Gereja dan Tanah Air harus menjadi pedoman pelayanan kasih seorang anggota WKRI. Terlebih keberpihakan pada mereka yang kecil, lemah, miskin, terpinggirkan dan difabel.
Tak dapat dipungkiri, WKRI telah melahirkan kader-kader yang layak diperhitungkan dalam jabatan-jabatan publik. Selain Nancy, sekadar menyebut sejumlah nama, ada juga Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur, Josefina M. D. Getha; ada juga kader WKRI menjadi Bawaslu Kota Semarang, V. Silvania Susanti. Tentu posisi lain yang diduduki kader WKRI di bidang kesehatan seperti bidan, perawat, analis laboratorium; di bidang pendidikan seperti kepala sekolah, pengawas, atau penilik, dan sebagainya.
Gerakan Animasi
Justina berharap, apapun profesinya, WKRI harus “tegak lurus” menguatkan visi-misi, menjalankan karya-karya pengabdian untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dengan menegakan harkat dan martabat manusia. Inilah harapan Gereja untuk penguatan kualitas pengabdian kader WKRI di tengah-tengah bangsa.
Karena itu, WKRI harus tampil “spartan” lewat berbagai gerakan animasi guna menunjang bonum commune dan penegakan harkat dan martabat manusia. Beberapa gerakan itu adalah isu-isu yang sedang dihadapi bangsa ini. Misalkan, bangsa ini sedang dalam tahapan menjalani kontestasi politik. WKRI mendukung seluruh anggota untuk terlibat dalam berbagai partai untuk mengisi kuota 30 persen perempuan di politik.
Selain isu politik, isu lain yang menjadi perhatian serius WKRI menurut Justina adalah perkembangan iptek. Perempuan muda mencoba “terjun” dalam perkembangan digital. Mereka memanfaatkan segala platform media sosial untuk berbisnis online.
Di bidang lingkungan hidup, WKRI juga terlibat aktif merespons ajakan Paus dalam Ensiklik Laudato Si’ dan Laudate Deum. Ada perubahan life style dan character building dalam pemahaman soal lingkungan hidup. Perubahan iklim yang drastis dengan krisis ekologis dan relasi sosial antarmanusia membuat WKRI harus ambil bagian dalam keprihatinan ini.
Justina menegaskan bahwa WKRI memiliki banyak program animasi. “Harapannya WKRI bisa keluar dari aktivitas seputar altar dan tampil sebagai aktivis yang memiliki keprihatinan terhadap isu-isu sosial,” ujarnya.
Terkait lingkungan hidup, Justina melanjutkan, ada berbagai gerakan yang dibuat seperti Bawa Botol Minum (BBM) sendiri dan sudah cukup berhasil. Gerakan ini tidak lagi menyuguhkan minuman dalam kemasan botol. Gerakan ini melahirkan sebuah inisiatif lokal seperti daur ulang sampah plastik dan daur ulang minyak goreng bekas dan ecobrick.
Gerakan lain adalah ketahanan dan kedaulatan pangan guna merespons Hari Pangan Sedunia dengan mengajak ibu-ibu di daerah untuk menanam sayur, mengelola pangan keluarga. Ada lagi program membangun Kampung Bhinneka, khususnya di Jakarta dengan merespons persoalan intoleransi ketika pemilihan gubernur beberapa waktu lalu. WKRI mengajak para ibu dari berbagai latar belakang agama memanfaatkan lahan kosong di lingkungan RT/RW guna menanam “apotek hidup” atau sayuran untuk bisa dinikmati bersama.
Ada dua lagi program yang tak kalah hebat adalah gerakan Lintas Mentari yang dicanangkan tahun 2019 dengan tujuan membangun modalitas lintas agama, suku, ras, dan budaya. Dalam gerakan ini ada dialog lintas iman sehingga tidak ada ekslusifisme. Gerakan ini adalah wujud program nasional merespons berbagai keprihatinan khususnya terkait radikalisme-terorisme.
Gerakan lain adalah gerakan dari Ibu untuk Indonesia yang diluncurkan tahun 2020 untuk merespons ajakan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. Ada tiga kegiatan utama gerakan ini yaitu mengedukasi masyarakat luas terkait disiplin kesehatan diri dan protokol kesehatan, pembagian masker, dan pembagian makanan siap makan untuk mereka yang membutuhkan.
Yustinus Hendro Wuarmanuk
Majalah HIDUP, Edisi No. 44, Tahun Ke-77, Minggu, 29 Oktober 2023