web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Pemimpin WKRI yang Baru Hadapi Sejuta Tantangan

2/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – VERONIKA Mima, seorang ibu yang bermukim di Lingkungan Santa Monika, Waepalo, Keuskupan Ruteng hadir di Katedral Ruteng. Dia datang bersama anaknya berusia 1 tahun 10 bulan yang menderita stunting. Veronika hadir dalam acara bakti sosial yang dilakukan oleh Dewan Pengurus Cabang (DPC) Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Paroki Santa Maria Assumpta dan Santo Yosef Katedral Ruteng.

Acara bertajuk, “Berbagi Kasih dan Kepedulian Sosial” ini digelar dalam rangka menyongsong 100 tahun WKRI. “Saya hadir untuk mendapatkan makanan tambahan. Saya ucapkan terima kasih kepada WKRI dan para pastor. Bantuan ini, walaupun sedikit, sangat berarti bagi kami khususnya anak yang membutuhkan tambahan vitamin,” ujarnya.

Suami Veronika berkebutuhan khusus, menjadikan keluarganya mengalami kesulitan dalam hal pemenuhan makanan bergizi. Theresa, anak perempuan yang ikut bersamanya menderita stunting. “Karena ekonomi sulit maka anak saya menderita stunting. Bantuan ini sangat membantu anak kami,” katanya sambil menggendong Theresa.

Kondisi Veronika dan Theresa adalah satu dari sekian keprihatinan WKRI menjelang Kongres XXI Tahun 2023. Kongres mengambil tema, “Peran Perempuan Mewujudkan Kesejahteraan Bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Ketua Presidium WKRI saat ini, Justina Rostiawati mengatakan, tema kesejahteraan bersama adalah pesan kunci Ajaran Sosial Gereja (ASG). Dalam bahasa lain, kesejahteraan bersama adalah tindakan kasih kepada keutuhan ciptaan.

“WKRI sejak awal lahir dari kepedulian dan bela rasa kepada yang lemah, terpinggirkan, dan mengangkat harkat dan martabat manusia dalam rangka mewujudkan keadilan, kesejahteraan demi bonum commune,” ujarnya kepada HIDUP. Kongres XXI akan dilaksanakan di Hotel Mulia, Jakarta 26-29 Oktober 2023.

Isu Kritis

Menurut Justina, ada empat isu kritis yang diusung sebagai program nasional nanti. Pertama, korupsi dan pengeroposan ideologi Pancasila.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Bagi Justina, bangsa ini sedang diguncang skandal korupsi. Integritas para pemimpin dan petinggi bangsa teruji kala korupsi menjadi masalah yang dihadapi bangsa. Di lain pihak ancaman dan bahaya terselubung soal ideologi Pancasila masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai. Dampaknya empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika tidak menjadi way of live. Muuncul gerakan fundamentalis diikuti sikap intoleran dan anarkis.

Kedua, perempuan dan anak dalam konteks kemiskinan. Bagi Justina, cita-cita memiliki generasi emas 2045 menghadapi salah satu masalah besar yaitu tingginya angka stunting. Persoalan stunting tak lepas dari permasalahan akses gizi dan kesehatan perempuan,  kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi lingkungan. Ada faktor lain juga yaitu angka pernikahan dini (lemahnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi).

Ketiga, lingkungan hidup dan perubahan iklim. Persoalan lingkungan hidup yang  terancam makin rusak ditandai dengan menurunnya keragaman hayati, polusi udara dan air, sampah dan tata kelolanya masih terus menjadi tantangan besar. Kemarau berkepanjangan membuat banyak warga sedang mengalami krisis air bersih. WKRI harus berbicara dan terlibat dalam persoalan air bersih ini sesuai pesan Kardinal Ignatius Suharyo dalam Surat Gembala, Oktober 2023 terkait solidaritas pangan sehat untuk generasi bebas stunting dan solidaritas umat beriman soal air bersih.

Keempat, perempuan dan perkembangan teknologi  dan informasi. Dua isu ini merupakan satu dari tiga isu penting yang dihadapi perempuan secara global. Meskipun jumlah perempuan yang menggunakan teknologi sudah meningkat, namun pemanfaatnya masih sebatas isu-isu domestik. Dalam konteks komunikasi digital, masih banyak perempuan yang kurang memanfaatkan untuk hal-hal produktif dan konstruktif sementara sebagian lain memanfaatkannya dengan cara yang salah, bahkan ada yang harus berurusan dengan hukum.

“Isu-isu ini akan menjadi perhatian serius dalam Kongres dan diharapkan bisa melahirkan rekomendasi penting bagi WKRI ke depan. Untuk itu, WKRI butuh pimpinan yang terpilih dalam Kongres adalah orang-orang yang punya hati untuk bekerja dan memiliki solidaritas tinggi terhadap persoalan kemanusiaan,” tuturnya.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Model Baru

Pemilihan pimpinan Presidium adalah salah satu kewajiban Kongres yang diadakan lima tahun sekali yaitu pada Sidang Pleno Keempat.

Soal pemilihan presidium, Justina mengatakan ada tim khusus yaitu Pokja Pencalonan yang bertugas mengawal proses ini. Pokja ini ditentukan lewat Surat Keputusan Nomor SKEP/088.Kong XXI/DPP/II/2023 tentang Pembentukan dan Pengangkatan Panitia Kongres XXI Tahun 2023.

Dari kiri ke kanan: Ketua Presidium KWI Mgr Ignatius Suharyo, Ketua Presidium WKRI Justina Rustiawati, Presiden Joko Widodo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada pembukaan Kongress XX WKRI di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat tahun 2018. [HIDUP/ Felicia Permata Hanggu]

Ketua Pokja Pencalonan, Vien Soeseno mengatakan tugas utama Pokja ini mengawal terpilihnya para pimpinan pada Kongres nanti. Maka proses rekruitmen mengikuti dua alur yaitu prosedur administrasi dan ketentuan dasar.

“Harus diingat bahwa Pokja tidak memiliki wewenang menentukan bakal calon, tetapi Pokja menerima bakal calon yang diusulkan dari cabang yang sudah dikoordinasikan oleh masing-masing DPD,” tulis Vien dalam wawancara tertulis pada Jumat, 20/10/2023.

Proses pencalonan dilakukan sejak setahun sebelum waktu Kongres dengan membentuk Pokja. Kewenangan Pokja adalah melakukan proses seleksi yang menyaring para bakal calon menjadi calon tetap untuk diajukan ke Tim Pemilihan Kongres. Pokja harus menyusun aturan main dan disetujui Presidium DPP.

Adapun tahap seleksi berpegang pada aturan dan time line. Ruang lingkup kerja Pokja ada di empat tahapan: saringan administrasi, penulisan paper, uji publik, dan interview mendalam. Dari bakal calon hingga finalisasi penyaringan calon tetap berlangsung dari Februari-Agustus 2023. Saat ini hasil seleksi Pokja memutuskan dari delapan bakal calon. Lima orang telah dinyatakan lolos lewat Surat Keputusan Nomor 09/PP-KongXXI/X/2023.

Hal yang sama ditambahkan Yanne Marciana, tim Pokja sekaligus Bidang Organisasi DPP WKRI. Ia mengatakan, Pokja tidak bertanggung jawab pada pemilihan ketua presidium. Sebab hasil seleksi langsung akan diserah-terimakan kepada Tim Pemilihan. Sehingga para presidium akan dipilih secara langsung oleh utusan Kongres.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

“Ada syarat pemilihan seorang ketua presidium. Setelah pemilihan langsung oleh utusan Kongres, maka ada tiga nama calon dengan perhitungan skor terbanyak pertama hingga ketiga. Ketiganya akan diberi waktu 30 menit untuk bersepakat siapa yang akan menjadi ketua presidium didampingi oleh penasehat rohani DPP,” ujar Yanne.

Mempersiapkan Diri

Menariknya Kongres kali ini bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2023. Sebelumnya, ada banyak kegiatan pra-Kongres. Ada Diskusi Pakar I – IV. Pada Diskusi Pakar II dengan tema, “Perkembangan Gerakan Perempuan dalam Gereja, Nasional dan Global”, WKRI mengundang beberapa narasumber di antaranya Trias Kunchayono, wartawan senior kini Duta Besar Indonesia untuk Vatikan/penulis buku, “WKRI Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang”.

Trias Kuncahyono
(Dok HIDUP)

Trias mengatakan, WKRI pernah masuk sebagai Board Member dari World Union of Catholic Women’s Organizations yang saat ini berpusat di Roma. Sebagai Board Member WKRI hadir dalam forum yang diselenggarakan setiap tahunnya. Kehadiran dalam forum ini sangatlah strategis guna menghadirkan kiprah WKRI di kancah dunia, terutama karena isu-isu yang diangkat sangat menyentuh perhatian dunia seperti human  trafficking, gender equality, migrant workers.

Ia menyebutkan bahwa program-program organisasi  mulai dari tingkat ranting, cabang, DPD hingga DPP perlu  membumi menjawab kebutuhan kemanusiaan perempuan khususnya generasi muda.

“Perlu mendorong perempuan generasi muda agar memiliki peran di tengah bangsa, ambil posisi-posisi strategis dalam lembaga-lembaga pemerintahan, serta kemampuan berjejaring secara luas,” ujarnya.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

Majalah HIDUP, Edisi No. 44, Tahun Ke-77, Minggu, 29 Oktober 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles