HIDUPKATOIK.COM – Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik tingkat Nasional dilaksanakan untuk yang ketiga kalinya dan berlangsung di Jakarta, 27 Oktober sampai 31 Oktober 2023. Pesparani Nasional III mengangkat tema “Kebersamaan dalam Keberagaman”.
Tema ini menggambarkan Pesparani sebagai pesta persaudaraan, keharmonisan, persatuan dan kesatuan, kerja sama, solidaritas, serta semangat pengorbanan dari umat Katolik,” Pesparani Nasional III melibatkan 38 provinsi dengan peserta kurang lebih 250 orang setiap kontingen yang terdiri para peserta dan ofisial
Ada yang menarik dalamrangkaian acara pembukaan yaitu hadirnya 200 peserta didik sebagai Duta Laudato Si. Para peserta didik hadir bergerak memilah sampah botol plastik, kardus, mika dan sendok plastik dari nasi box makan malam para peserta dan hadirin.
Kegiatan pilah sampah ini dilakukan sebagai bentuk edukasi dan sosialisasi serta mengajak semua hadirin untuk lebih peduli pada sampah yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan Ensiklik Laudato Si Bapa Paus Fransiskus yang mengajak kita untuk merawat bumi rumah kita bersama.
Keterlibatan 200 Duta Laudato Si dalam acara Pembukaan dan Penutupan Pesparani III diinisiasi oleh Laudato Si’ Movement Indonesia yang sedang gencar mengkampanyekan dan menggemakan kembali panggilan ensiklik Laudato Si’ khususnya kepada para kaum muda sebagai agen perubahan untuk berpartisipasi menjaga, melindungi dan melestarikan keutuhan ciptaan. 200 peserta didik yang tergabung dalam Duta Laudato Si Pesparani III ini berasal dari SMA Tarakanita 1, SMA Tarakanita 2, SMK Tarakanita, SMA Bunda Hati Kudus dan SMK Strada.
Kolaborasi yang dilakukan antara panitia Pesparani III dalam hal ini Sebastianus Salang selaku Ketua Umum Pelaksana Pesparani III bersama Tim Laudato Si Indonesia melalui gerakan pilah sampah, dapat menginspirasi para peserta dari 38 kontingen yang terlibat di Pesparani III dengan harapan diteruskan dalam kegiatan Pesparani tahun-tahun yang akan datang sesuai dengan ajakan Paus Fransiskus dalam LaudatoSi-8 :“Sekecil apa pun kerusakan ekologis yang kita timbulkan kita dipanggil untuk mengakui kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan”.
Laporan Paula Ruliyati Puji Lestari