HIDUPKATOLIK.COM – Rm. 1: 1-7; Mzm. 98: 1,2-3ab, 3cd-4; Luk. 11:29-32
KETERBUKAAN hati merupakan prasyarat untuk memercayai sesuatu hal. Sekalipun tanda bukti sudah cukup namun bila hati tertutup toh juga tidak mau diyakinkan. Yesus bicara keras kepada para pendengar-Nya: “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus” (Luk. 11:29). Mereka itu menutup hatinya padahal tanda sudah lebih dari cukup dilakukan Yesus atas kuasa Allah Bapa.
Beriman berarti adanya keterbukaan hati untuk mengamini pewahyuan Allah. Terbuka untuk menerima tawaran yang berasal dari Allah yang disampaikan dalam berbagai cara, sarana dan tanda. Puncak dari pewahyuan Allah adalah Yesus Kristus sendiri. “Sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus” (Luk. 11:32). Namun demikian mereka tidak menanggapi.
Tanda kehadiran Allah yang paling sempurna adalah Yesus Kristus yang nyata dan jelas dalam sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Memang hanya orang beriman yang sanggup menerima dan menghayati sengsara dan pengorbanan demikian sebagai penyataan kasih Allah yang terdalam.
Dalam liturgi dan perayaan iman, Tuhan hadir dalam Sabda dan Sakramen-sakramen khususnya Ekaristi sebagai sumber dan puncak iman.
Pastor Octavianus Situngkir, OFMCap Komisi Kateketik Keuskupan Agung Medan (KAM)