HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 01 Oktober 2023 Minggu Biasa XXVI Yeh.18:25-28; Mzm.25:4bc-5, 6-7, 8-9; Flp.2:1-11 (Flp.2:1-5); Mat.21:28-32
MERAYAKAN belas kasih dan kerahiman Allah dalam ziarah iman kita, adalah sikap iman kristiani yang hendaknya dimaknai dan diperjuangkan hari demi hari. Belas kasih dan kerahiman Allah sungguh melampaui dosa dan kelemahan kita, sebuah sentuhan pengampunan yang mengagumkan sekaligus membebaskan manusia dari perasaan bersalah yang dalam.
Perumpamaan Bapa yang baik hati (Mat. 21:28-32) membahasakan betapa luas dan dalamnya hati seorang Bapa, yang tetap merindukan anaknya dengan hati yang mengampuni dan dengan tangan yang terbuka untuk merangkul dan memeluk penuh cinta. Bapa yang baik hati menyatakan kemurahan hatinya tidak saja dalam kata-kata manis yang palsu dengan hati yang masih menyimpan dendam kesumat penuh amarah, tetapi kemurahan hati itu nyata dalam pikiran, isi hati dan kata-kata serta tindakan merangkul dan memberi ruang hidup orang yang bertobat.
Kerahiman hati dan pengampunan sejati, memang harus lahir dari ketulusan dan pengorbanan penuh kasih sebagaimana dinyatakan oleh Yesus hingga kematian-Nya di kayu salib. di sana, ada kepedihan dan kesedihan, bila hanya berpegang pada logika manusiawi yang rapuh, namun kasih Yesus melampaui logika dendam dan amarah, ketika Ia dengan penuh cinta mengampuni dosa-dosa manusia.
Di dalam hati Yesus itulah, kita menemukan wajah Allah yang baik dan murah hati, sebagaimana Yesus sendiri membahasakannya dalam perumpaan tentang Bapa yang baik dan Anak yang hilang. Pendosa yang bertobat, mendapatkan tempat di hati Allah, ketika Yesus tetap mengampuni dan memberi ruang cinta bagi Petrus dan murid-murid yang melarikan diri dan meninggalkan Yesus seorang diri.
Pendosa yang tidak mau bertobat, akan tenggelam dalam rasa bersalah yang mendalam, putus asa dan terjebak pada godaan dan bisikan iblis untuk mengingkari belas kasih dan kerahiman cinta Tuhan. Yudas, terjebak dan terjerembab dalam godaan iblis, dan menutup hati pada pengampunan dan hidup baru dalam pertobatannya. Petrus bertobat dan berubah menjadi manusia baru dalam pengampunan, sementara Yudas terus berlari menghindari pertobatan dan mati dalam kuasa kegelapan dosa.
Kita mau merayakan belas kasih dan kerahiman Allah, dan untuk itulah Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, mengajak kita untuk belajar dari kerendahan hati sang guru, Yesus Kristus (bdk. Flp 2:1-11). Di dalam kesatuan hidup Gereja, kita terpanggil untuk tidak egois, sebaliknya kita harus memiliki satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan. Kerendahan hati dan ketaatan Yesus dengan mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba membuat Allah Bapa menganugerahkan nama di atas segala nama, dan dalam penderitaan itulah kita mengalami keselamatan yang abadi. Bersama pemazmur, kita mau terus bermadah dalam ziarah iman kita: Ingatlah segala rahmat dan kasih setiaMu Tuhan (Mzm. 25:6a ).
Kerahiman dan pengampunan Allah hendaknya diimani dan diyakini dalam setiap jejak hidup kita, sebagaimana Yehezkiel meyakini nubuat Tuhan dalam hidup bangsa Israel, yang mulai meragukan dan melarikan diri dari cinta Tuhan (bdk. Yeh 18,25-28). Kita tidak dapat berpaling dari begitu dalamnya cinta Tuhan, dan kita harus mempersembahkan penyesalan diri kita dalam pertobatan yang sejati, agar tidak terjebak dalam kekosongan dan keputusasaan yang tidak terhentikan. Sukacita pengampunan yang kita terima, juga menjadi sukacita persaudaraan, sama seperti ketika kasih Bapa tercurah atas semua orang, baik kepada anak sulung yang baik hidupnya maupun pada anak bungsu yang kembali menemukan jati dirinya dalam kasih Allah.
Apakah kita sungguh memaknai hidup kita dalam pengampunan Allah dan menyebarkan kabar baik ini kepada dunia kita dewasa ini? Mari kita merayakan sukacita pengampunan Allah dalam ziarah iman kita.
Di dalam hati Yesus itulah, kita menemukan wajah Allah yang baik dan murah hati
Majalah HIDUP, Edisi No. 40, Tahun Ke-77, Minggu, 1 Oktober 2023