HIDUPKATOLIK.COM – Pekan Biasa XXIII; Kol 1:24-2:3; Mzm 62:6-7,9; Luk 6:6-11
YESUS dianggap melanggar Sabat. Ketaatan-Nya melaksanakan kehendak Allah melibatkan banyak konflik dan ketegangan, khusunya dengan pemuka agama dan kaum cerdik pandai yang merasa terganggu. Mereka pejabat dan penguasa yang pandai meletakkan banyak beban di pundak jemaat tanpa mereka sendiri menyentuhnya. Kerajaan Allah sebagai anugerah yang harus diterima dengan rendah hati dan sederhana, tak mampu mereka penuhi.
Nyali atau jiwa dari hukum Sabat adalah cinta bakti kepada Allah dengan dampak terjalinnya relasi yang semakin akrab dan mendalam, bukan kerumitan seribu satu larangan sebagaimana dituntut ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka fokus pada mencari-cari pelanggaran yang mematikan daripada perbuatan-perbuatan baik yang menghidupkan dan memuliakan Allah.
Berbuat baik kepada yang tahu berterima kasih tentu amat menyenangkan. Yesus berbuat baik di tengah banyak bahaya. Kebaikan-Nya dicurigai, Ia dibenci dan dimusuhi banyak orang. Namun Yesus tetap berbuat baik. Dengan tenang dan berani Ia menegaskan siapa diri-Nya sekaligus mengajak orang berdiskresi tentang hakikat dan makna Sabat. Yesus tidak meniadakannya tetapi meletakkan di tempat semestinya sesuai hukum cinta kasih.
Monica Maria Meifung Alumna Prodi Ilmu Teologi STF Driyarkara Jakarta