HIDUPKATOLIK.COM – Paus Fransiskus meresmikan ‘Rumah Belas Kasih’ di Ulaanbaatar dan memberikan pidato kepada anggota organisasi amal, merayakan komitmen teguh mereka untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Senin (4/9), menandai hari terakhirnya di Ulaanbaatar, Paus Fransiskus berdiri di hadapan kumpulan organisasi amal dan relawan, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas sambutan hangat mereka, termasuk nyanyian dan tarian tradisional Mongolia.
Beliau memulai pidatonya dengan mengambil inspirasi dari kata-kata Yesus, “Aku lapar dan engkau memberi Aku makan, Aku haus dan engkau memberi Aku minum”.
“Dengan kata-kata itu, Tuhan memberi kita kriteria untuk mengenali kehadiran-Nya di dunia kita dan syarat untuk memasuki sukacita tertinggi kerajaan-Nya pada Penghakiman Terakhir,” kata Paus Fransiskus.
Gereja di Mongolia
Paus kemudian menyoroti tradisi amal yang sudah lama ada di dalam Gereja, menekankan bagaimana komitmen komunitas Kristen purba terhadap pelayanan membantu membangun Gereja di atas pilar persekutuan, liturgi, pelayanan, dan kesaksian.
Paus Fransiskus mencatat bagaimana semangat kasih merasuki Gereja yang kecil namun dinamis di Mongolia, dan menggambarkannya sebagai bukti nilai-nilai abadi persekutuan, doa, pelayanan tanpa pamrih, dan iman.
Rumah Belas Kasih
Paus Fransiskus kemudian mengalihkan perhatiannya ke “Rumah Belas Kasih”, sebuah ekspresi nyata kepedulian Gereja terhadap sesama.
“Pelayanan yang murah hati kepada sesama kita,” katanya, “telah membedakan umat Allah yang dinamis ini sejak awal berdirinya.”
Beliau mengakui banyaknya inisiatif amal yang muncul dari akar-akar ini dan mengungkapkan rasa terima kasihnya, dengan mengatakan “proyek-proyek tersebut terus memanfaatkan dedikasi para misionaris dari banyak negara yang menaruh pengetahuan, pengalaman, sumber daya, dan terutama cinta mereka, untuk melayani umat manusia, khususnya masyarakat Mongolia.”
Menggambarkan Rumah Belas Kasih sebagai tempat di mana semua orang diterima, Paus Fransiskus mendorong para sukarelawan untuk melangkah maju dan menerapkan etos pelayanan tanpa pamrih.
Ia menekankan bahwa kerja sukarela bukan hanya diperuntukkan bagi orang kaya, tetapi juga bagi orang-orang sederhana yang memilih untuk mengabdikan waktu dan sumber daya mereka karena cinta terhadap orang lain.
Menolak mitos-mitos palsu
Paus Fransiskus juga menolak beberapa mitos umum seputar kegiatan amal.
“Pertama, mitos bahwa hanya orang-orang kaya saja yang dapat terlibat dalam pekerjaan sukarela. Kenyataan mengatakan sebaliknya. Tidak perlu menjadi kaya untuk berbuat baik dan kemurahan hati untuk merawat orang lain.”
Ia mengklarifikasi bahwa komitmen Gereja Katolik terhadap promosi sosial tidak didorong oleh pewartaan, dengan mengatakan, “Tidak! Umat Kristen melakukan apa pun yang mereka bisa untuk meringankan penderitaan orang yang membutuhkan, karena dalam diri orang miskin, mereka mengakui Yesus, Putra Tuhan dan, di dalam Dia, martabat setiap orang, yang dipanggil menjadi putra atau putri Allah.”
Amal tidak boleh menjadi bisnis
Terakhir, ia menekankan bahwa amal tidak boleh menjadi bisnis.
“Amal menuntut profesionalisme, namun amal tidak boleh dijadikan bisnis,” ujarnya. “Sebaliknya, mereka harus menjaga kesegarannya sebagai karya amal di mana mereka yang membutuhkan dapat menemukan orang-orang yang siap mendengarkan mereka dengan belas kasih, terlepas dari berapa pun bayaran yang mereka terima.”
Paus Fransiskus mengakhiri pidatonya dengan sebuah anekdot tentang Santa Teresa dari Kalkuta, yang memberikan teladan cinta tanpa pamrih dengan merawat orang sakit karena cinta kepada Tuhan dan bukan demi keuntungan uang.
Paus juga mengungkapkan harapannya bahwa cinta kasih yang tidak beralasan ini akan menjadi kekuatan pendorong di balik Rumah Belas Kasih.
Berdoalah memohon belas kasihan
Sebagai penutup, Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan amal dan menyampaikan berkatnya.
Beliau mendesak semua orang, dalam kegiatan amal mereka, untuk mendoakan beliau dan menyerukan kepada warga Mongolia untuk melakukan kerja sukarela dan menumbuhkan budaya kasih sayang demi kebaikan bersama.
Saat menandai acara publik terakhir ini selama kunjungannya ke Mongolia, Paus meninggalkan pesan bahwa cinta tanpa pamrih adalah jalan menuju pertumbuhan pribadi dan masyarakat. **
Francesca Merlo (Vatican News)/Frans de Sales