web page hit counter
Senin, 25 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San: Pikullah Salibmu dengan Tekun!

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 3 September 2023, Minggu Biasa XXII, Yer.20:7-9; Mzm.63:2,3-4,5-6,8-9; Rm.12:1-2; Mat.16:21-27

SALAH satu dari sekian banyak syarat untuk mengikuti Yesus, sebagaimana disampaikan oleh Yesus dalam Injil hari minggu ini, adalah kesediaan untuk memikul salib. “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mat. 16:24).

Kata-kata Yesus ini mengandung makna yang dalam. Menyangkal diri berarti mengatakan “tidak” kepada diri sendiri dan “ya” kepada Allah. Dengan kata lain, orang harus melupakan dirinya dan menjadikan Allah sebagai hal yang paling penting dalam hidupnya; orang harus menomor-satukan Allah dalam hidupnya. Sementara memikul salib berarti berkurban, rela menderita dengan tabah, dan bersedia meninggalkan segala kesenangan, privilese dan kenikmatan hidup duniawi karena telah mengikuti Yesus.

Dalam konteks ini, Santo Paulus dalam bacaan kedua (Rm. 12:1-2) memberi nasihat kepada kita, orang Kristen, sebagai berikut: orang kristen harus mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Untuk itu orang kristen jangan menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi harus melaksanakan kehendak Allah, dan kehendak Allah melalui Yesus adalah berani menyangkal diri dan setia memikul salib. Jadi persyaratan untuk menjadi pengikut Yesus Kristus atau orang kristen yang baik itu tidak tanggung-tanggung; harus ada keberanian untuk menempuh suatu kehidupan yang penuh penyangkalan diri, penuh risiko, harus rela memikul salib. Orang yang memilih Yesus Kristus supaya hidup lebih enak, menyenangkan, dan gampang adalah keliru.

Baca Juga:  Telentang di Atas Gunung Sampah, Pastor Mutiara Andalas: Kita Tidak Menyalibkan Tuhan di Tempat Sampah

Tetapi harus diakui, bagi kebanyakan orang, salib adalah beban atau sesuatu yang membebankan. Oleh karena itu mereka berusaha untuk mengelakkannya. Petrus, Paus pertama pun demikian. Itulah sebabnya ketika Yesus memberitahukan bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan, bahkan mati dibunuh demi keselamatan manusia, Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau” (Mat. 16:22). Inilah sikap Petrus yang menolak penderitaan dan salib.

Namun, jawaban Yesus sungguh jelas dan tegas. Ia menolak pemikiran Petrus yang memilih jalan yang aman dan enak tanpa risiko. Sebaliknya, Ia menegaskan bahwa orang yang mau mengikuti-Nya, harus menyangkal diri dan memikul salibnya setiap hari. Dengan penegasan itu, Yesus mau mengatakan bahwa tiada kemuliaan tanpa salib, tiada kebangkitan tanpa kematian, dan tiada keberhasilan tanpa pengurbanan. Salib adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan, Yesus sendiri pun harus mengikuti jalan itu, yaitu jalan penderitaan dan salib, sebelum Dia mencapai kemuliaan atau kebangkitan.

Baca Juga:  Uskup Agung Palembang: Banyak Intelektual Katolik, Hanya Sedikit yang Mau Berproses

Nabi Yeremia pun dalam bacaan pertama (Yer.20:7-9) mengatakan: ketika dia tidak mau lagi melaksanakan tugas sebagai nabi untuk mewartakan Firman Allah, ada seperti api yang menyala-nyala dalam dirinya yang memaksanya untuk mewartakan Firman Allah. Tetapi ketika ia mewartakan Firman Allah, ia menderita, ditolak oleh bangsa Israel, bahkan ia ditangkap dan dipenjarakan. Itulah risiko dan salib yang harus dipikul oleh Yeremia sebagai nabi. Namun melalui penderitaan dan salibnya, Yeremia pun dihormati dan dihargai sebagai nabi besar dalam Perjanjian Lama.

Dalam dunia yang semakin maju di mana hidup manusia semakin dipermudah oleh kemajuan ilmu dan tehnologi, misteri salib dan penderitaan hampir tidak mendapat tempat. Di mana-mana orang berusaha untuk sedapat mungkin menjauhi kesukaran, kesulitan, dan penderitaan dalam hidup ini. Itulah salah satu dari gaya hidup modern. Kalau orang bisa memperoleh sesuatu dengan cara yang gampang, mengapa harus bersusah-susah. Itulah sebabnya tidak sedikit orang tega-teganya mencuri, merampok, menipu dan melakukan korupsi. Bagi anak sekolah dan mahasiswa, kalau bisa memperoleh nilai yang bagus dengan cara yang gampang, seperti menyontek dan menjadi plagiator, mengapa harus belajar dengan susah payah. Bagi siapa saja, kalau bisa mendapatkan nafkah, penghasilan, harta kekayaan dan kekuasaan dengan cara yang gampang melalui cara ilegal dan amoral, mengapa harus bekerja keras. Itulah mental instan yang semakin menulari hidup manusia di zaman modern ini.

Baca Juga:  Rekoleksi Pasutri TNI-POLRI: Siap Menikah, Siap Menderita

Namun, percayalah bahwa itu bukan merupakan jalan yang baik dan tepat untuk mencapai keselamatan. Hanya melalui salib, yaitu kerja keras, perjuangan, penderitaan dan pengurbanan, kita bisa mencapai kebahagiaan. Pepatah tua mengatakan: Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Mungkin untuk orang di zaman modern atau zaman instan, pepatah ini tidak menarik, tetapi saya kira pepatah tua ini cocok bagi kita para pengikut Yesus. Oleh karena itu, marilah kita memikul salib kita masing-masing dengan tekun, sabar, dan tanpa mengeluh, sebab besarlah upah atau pahala yang akan kita peroleh dalam Kerajaan Surga yang dijanjikan Allah.

Salib adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.”

Majalah HIDUP, Edisi No.36, Tahun Ke-77, Minggu, 3 September 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles