HIDUPKATOLIK.COM – Romo Kris, mengapa Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) harus dibuka dengan Misa khusus bersama umat? Seolah-olah ada perlakuan khusus bagi orang-orang yang ikut kursus ini?
Evi, Bekasi
PERTAMA perlu diperjelas apakah itu kebijakan paroki, tepatnya pastor paroki setempat, atau merupakan suatu kebijakan umum. Kalau itu lebih merupakan kebijakan pastoral pastor paroki setempat, kita serahkan pada pertimbangan pastor paroki setempat. Maka saya tidak mau mengomentari karena bukan kewenangan saya mengomentari setiap kebijakan pastoral setempat. Tentu pastor paroki punya alasan atau pertimbangan tertentu. Apakah tepat atau tidak keputusan tersebut, silakan dibicarakan dengan pastor paroki setempat. Injil memberi pedoman cara bertindak, untuk terlebih dahulu membicarakannya dengan empat mata, kemudian mencari pandangan orang lain, sebelum dibawa ke ruang publik (Lih. Mat. 18:15-17).
Akan tetapi saya mau masuk ke perkara yang lebih dalam lagi, daripada sekedar apakah harus dibuka dengan Misa khusus bersama umat atau tidak.
Paus Benediktus XVI beberapa kali mengungkapkan bahwa salah satu krisis besar yang sedang melanda Gereja saat ini adalah krisis evangelisasi. Padahal diingatkan bahwa itulah tugas yang diwariskan Yesus sebelum kenaikan-Nya ke Surga, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk. 16:15).
Kesaksian senada diungkapkan pula dalam Injil Matius (lih. Mat. 28:18-20), menjadi saksi akan Dia sampai ke ujung bumi (Lih. Kis. 1:7-8). Suatu pesan terakhir tentu punya makna penting, suatu perintah yang tidak bisa diabaikan begitu saja, apalagi ini pesan terakhir dari Yesus. Benediktus XVI kemudian menetapkan tahun 2012 sebagai tahun iman, untuk mengingatkan kita bahwa iman itu tidak hanya dipeluk, didalami namun pula diwartakan, agar membuka pintu bangsa-bangsa kepada iman (Lih. Kis. 14:27).
Paus Fransiskus mengungkapkan keprihatinan senada. saat pertemuan para kardinal sebelum pemilihan Paus (konklaf), Jorge Mario Bergoglio mengingatkan bahwa kalau Gereja tidak keluar dari dirinya sendiri untuk mewartakan Injil, Gereja akan menjadi berpusat pada dirinya sendiri dan kemudian menjadi sakit. Dan itu baginya adalah godaan roh jahat. Maka baginya Paus yang diinginkannya adalah seseorang yang berangkat dari kontemplasi dan kebaktiannya akan Yesus Kristus membantu Gereja untuk keluar, memperoleh hidup dari sukacita yang lembut dan meneguhkan karena mewartakan Injil. Itulah yang kemudian dilakukannya setelah akhirnya terpilih sebagai Paus Fransiskus.
Anjuran apostolik Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium (2013), mengungkapkan hal tersebut secara jelas. Tantangan yang dihadapi Gereja adalah jangan sampai kesadaran dan kehendak untuk mewartakan Injil memudar. Mengutip Yohanes Paulus II lalu dikatakannya bahwa kegiatan misioner saat ini masih menjadi suatu tantangan terbesar yang dihadapi Gereja, dan malahan tugas misioner tetaplah yang pertama dan terutama.
Kalau Gereja hendak memenuhi rancangan kehendak Ilahi, maka evangelisasi sebagai pewartaan dengan penuh kegembiraan, kesabaran dan dalam perkembangan tahapannya akan tindakan wafat dan kebangkitan Yesus Kristus harus menjadi prioritas absolut. Maka dia menegaskan secara jelas bahwa identitas dan ciri dasar Gereja adalah misioner.
Gereja ada karena diutus. Lebih baik melihat Gereja yang kotor, memar dan lelah karena keluar, berada di jalanan dunia daripada sakit dan lesu karena diam di dalam, tidak beranjak dari tempat nyamannya, demikian Paus menyebutkan. Malahan dia sempat bertanya mengapa semangat misioner sekarang ini cenderung pudar dan melemah. Nampaknya ada sesuatu yang salah dalam kehidupan menggereja dewasa ini.
Berbagai kursus evangelisasi, entah siapa pun yang membuatnya, dan bagaimana dijalankan, hendaknya menjadi perhatian penting Gereja. Bahkan Kongregasi Ajaran Iman pernah mengeluarkan dokumen tentang bagaimana Gereja menjadi tetap hidup dengan memberi amatan tentang relatif pasifnya kaum awam dalam menghidupi imannya, pun dalam kesadaran untuk mewartakan kabar gembira keselamatan.
Kehadiran SEP atau KEP mengapa tidak malahan dirangkul dan menggerakkan seluruh tubuh Gereja untuk terlibat menanamkan kesadaran akan pewartaan Injil dan mewujudnyatakannya. Jangan sampai malahan intensi baik tersebut malahan dipudarkan, bahkan ditolak, lebih karena kekurangsukaan pada kelompok yang berinisiatif menyelenggarakan serta menyebarkanluaskannya. Mengapa malahan inisiatif yang mereka buat tidak merangsang semua kelompok kegiatan dan bentuk hidup untuk terlibat dalam gerakan serupa?
Maka persoalan pokok, bukanlah apakah kursus KEP harus dibuka dengan Misa bersama umat atau tidak, akan tetapi mengapa semangat evangelisasi kurang tumbuh dan disadari sehingga kurang menjadi kesadaran dan gerak dalam kehidupan menggereja. Evangelisasi adalah misi pokok Gereja, sebagaimana diperintahkan oleh Yesus sendiri.
Pengasuh:
Romo T. Krispurwana Cahyadi, SJ
Teolog, Tinggal di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah