HIDUPKATOLIK.COM – Dewan Uskup Katolik Kerala (KCBC) mengimbau PBB untuk mengambil tindakan tegas guna melindungi umat Kristen di India dan Pakistan dari serangan massa sektarian yang meningkat di kedua negara.
Menyusul serangan massa baru-baru ini terhadap rumah-rumah dan gereja-gereja Kristen di Jaranwala di provinsi Punjab, Pakistan, dan ketika kerusuhan sektarian terus berlanjut di Negara Bagian Manipur, India Timur Laut, yang menargetkan umat Kristen, Dewan Uskup Katolik Kerala (KCBC) telah meminta intervensi PBB untuk menghentikan terulangnya aksi anti-Kristen di kedua negara.
“Umat Kristen semakin menjadi sasaran kerusuhan dan serangan massa di India dan Pakistan,” kata badan Katolik itu dalam sebuah pernyataan.
Kekerasan sektarian di Negara Bagian Manipur
Kekerasan sektarian, yang sebagian besar menyasar etnis Kristen Kuki, telah melanda Negara Bagian Manipur selama lebih dari tiga bulan, merenggut hampir 200 nyawa dan membuat lebih dari 50.000 orang mengungsi, di tengah sikap diam yang berkepanjangan dari pemerintah India. Lebih dari selusin kasus kekejaman terhadap perempuan telah dilaporkan selama kerusuhan yang juga menyebabkan pembakaran ratusan gereja dan lembaga Kristen lainnya, termasuk sekolah.
Serangan massa baru-baru ini terhadap umat Kristen di Punjab
Di Jaranwala, Pakistan, lebih dari 80 rumah umat Kristen dan 19 gereja dilaporkan dirusak oleh massa Muslim pada tanggal 16 Agustus, menyusul tuduhan palsu mengenai penodaan Alquran. Setelah serangan Minggu, 20 Agustus, komunitas Katolik di seluruh Pakistan merayakan Hari Doa Khusus dan solidaritas dengan para korban.
Kekerasan tersebut merupakan yang terbaru dari serangkaian serangan terhadap umat Kristen di Pakistan, yang, selain didiskriminasi, juga sering menjadi korban penyalahgunaan undang-undang penodaan agama yang sangat kontroversial, yang menghukum individu karena diduga menyinggung, menghina, atau merendahkan Islam dan Nabi.
Sektarianisme dan polarisasi komunal
Umat Kristen berjumlah sekitar 2,3 persen dari 1,4 miliar penduduk di India, sebagian besar beragama Hindu, sementara di Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim, umat Kristen berjumlah 1,5 persen dari populasi.
Dalam pernyataannya, Dewan Uskup Katolik Kerala mengimbau Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengambil tindakan tegas guna melindungi umat Kristiani di India dan Pakistan dari serangan semacam ini.
“Sangat disesalkan bahwa mayoritas penduduk (Muslim) di Pakistan menyerang komunitas minoritas Kristen atas dasar tuduhan yang tidak berdasar,” kata Pastor Jacob G Palakkappilly, juru bicara KCBC yang dikutip oleh kantor Berita Uca
“Jelas bahwa gerakan teroris memanfaatkan sektarianisme dan polarisasi komunal di negara mana pun. Melalui kampanye kebencian mereka, mereka menyebarkan kerusuhan yang memaksa jutaan orang mengungsi karena merasa tidak aman,” tambah imam itu.
Palakkappilly lebih lanjut menunjukkan bahwa mayoritas orang mengalami serangan dan penganiayaan semata-mata karena mereka mengidentifikasi diri sebagai orang Kristen yang merupakan minoritas di banyak negara.
India menurut laporan terbaru dari United Christian Forum (UCF) yang berbasis di New Delhi, sebuah badan ekumenis yang memantau penganiayaan terhadap umat Kristen, mencatat 400 insiden serangan yang ditargetkan terhadap umat Kristen pada paruh pertama tahun ini. Pada tahun 2022, 274 tercatat selama periode yang sama. Kebanyakan dari mereka menjadi sasaran tuduhan palsu mengenai perpindahan agama, yang telah dikriminalisasi di beberapa negara bagian di India. Undang-undang anti-konversi, kata KCBC, telah menjadi “alat bagi kelompok pro-Hindu untuk menargetkan umat Kristen”.
Hari PBB Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berbasis Agama
Seruan KCBC ini disampaikan menjelang Hari Internasional Memperingati Korban Tindakan Kekerasan Berdasarkan Agama atau Keyakinan yang diperingati setiap tanggal 22 Agustus.
Hari itu diperkenalkan oleh resolusi Majelis Umum PBB pada 2019 sebagai bagian dari upayanya untuk mendukung hak asasi manusia terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Dengan memproklamirkan Hari Internasional, Majelis Umum PBB mengingatkan bahwa negara-negara memiliki tanggung jawab utama untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak asasi manusia dari kelompok agama minoritas, termasuk hak mereka untuk menjalankan agama atau kepercayaan mereka secara bebas. **
Lisa Zengarini (Vatican News)/Frans de Sales