HIDUPKATOLI.COM – KINI — setelah 318 tahun berdiri dan 84 tahun hadir di Indonesia, karya misi Maria Montfortan (SMM) menuai hasil, tidak hanya dalam jumlah anggota, karya parokial dan kategorial. Satu putra Indonesia telah terpilih sebagai Superior General SMM pada Kapitel General SMM.
Dia adalah Pastor Yoseph Darma Putra Dwi Watun, SMM. Dia adalah Montfortan pertama Indonesia yang terpilih sebagai Superior General SMM yang ke-23 periode 2023-2029. Pastor Dwi atau Pater Dwi, sapaannya, sebelumnya menjabat sebagai Rektor Seminari Tinggi Montfort Pondok Kebijaksanaan Malang, Jawa Timur.
Dalam masa kepemimpinannya, dia akan dibantu oleh Asisten General yang juga terpilih dalam Kapitel Genaral di Romo, Italia, pada tanggal 1-21 Mei 2023. Mereka adalah Pastor Jesús Leopoldo Cucho Puchuri, SMM dari Delegasi Peru-Brasil, Pastor Paul Lonely Mashonga, SMM dari Delegasi Anglophone Afrika, Pastor Marco Pasinato, SMM dari Provinsi Italia, dan Pastor Prem Kumar, SMM dari Wakil Provinsi India.
Pastor Dwi adalah seorang montfortan berdarah Flores-Jawa. Ayahnya, berasal dari Lembata, Nusa Tenggara Timur dan ibu dari Jawa Tengah. Ia lahir di Magelang, Jawa Tengah, 16 Juli 1970. Dari ayahnya dia menerima, antara lain, karakter yang riang dan artistik.
Ayahnya, Rafael Watun, adalah penggubah lagu Madah Montfortan yang selalu dinyanyikan oleh para Montfortan di Indonesia. Dari ibunya dia mewarisi kelembutan dan kepekaan kepada sesama. Pasangan religius dan kerendahan hati ini menginginkan bahwa pada nama anak mereka ini dikenakan nama-nama yang berasal dari Bahasa Sanskerta: Putra (anak), Dwi (dua, karena Pastor Dwi adalah anak kedua) dan Darma (kesalehan, kebaktian). Demikianlah dia dirindukan dan didoakan oleh orang tuanya menjadi anak yang saleh dan berbakti kepada Tuhan dan sesama. Oleh Tuhan kerinduan dan doa mereka dijawab.
Pater Dwi mengikrarkan kaul pertama dalam SMM pada 15 Agustus 1992 dan ditahbiskan menjadi imam pada 21 Juni 1998. Dari tahun 2011 sampai 2017 dia bertugas sebagai Asisten General SMM. Sejak 2020 dia diutus menjadi Rektor Seminari Tinggi Montfortan Pondok Kebijaksanaan Malang. Tahun ini Pastor Dwi merayakan 25 tahun tahbisan imamat. Keterpilihannya sebagai Superior General SMM menjadi semacam kado di pesta perak imamatnya.
Pastor Dwi merasa takut ketika namanya muncul di surat suara, karena ia tidak mengharapkan namdanya ada di situ. Tetapi pada saat yang sama timbul suatu dorongan dan harapan dari dalam hatinya. Doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani yang ditujukan kepada Bapa: “Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” memberinya kekuatan.
Di samping itu ia juga dikuatkan oleh tema kapitel yang dikutip dari kata-kata St. Montfort: “Berani Mengambil Risiko untuk Tuhan dan Umat Manusia”. Maka dengan semangat penyerahan diri, ia meletakkan segalanya di tangan Tuhan. Ia yakin bahwa dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, Tuhan mengizinkannya melakukan kehendak-Nya dan akan berjalan bersamanya.
Dia menceritakan bahwa beberapa saat setelah terpilid, dia tersentuh oleh kedekatan dan kasih sayang yang diterima melalui banyak pesan. Banyak orang yang tidak dikenalnya secara pribadi menyampaikan: “Saya bersama Anda dan saya berdoa untuk Anda”. Kesadaran bahwa di sekitar dan di banyak belahan dunia ada begitu banyak orang yang peduli dan berjanji untuk berjalan bersamanya dan berdoa untuknya membuatnya menerima tanggung jawab yang besar itu dengan kehendak yang teguh.
Dia menyadari bahwa dirinya memimpin SMM pada momen ketika kredibilitas Gereja dipertanyakan tentang sinodalitas. Dia mengungkapkan bahwa sinodalitas yang sangat ditekankan oleh Paus Fransiskus bukanlah sesuatu yang sama sekali baru. Sebaliknya, ini membawa umat beriman kembali ke pengalaman komunitas Kristen pertama, di mana setiap orang “sehati hati dan sejiwa” dalam semangat berbagi.
Karena itu dia terdorong untuk memberikan kesaksian tentang semangat itu dan mengundang sesama konfraternya untuk masuk ke dalam kesaksian yang sama tentang identitas montfortan melalui hidup, melalui cara melayani orang lain: bukan duduk sepanjang waktu di belakang meja, tetapi yang berjalan dengan orang-orang, bertemu mereka, merangkul mereka, seperti yang sering diulangi oleh Paus Fransiskus.
Jadi, kedekatan dengan Tuhan dan kedekatan dengan sesama saudara montfortan, harus mendorong adanya kedekatan dengan umat Tuhan, mengingat bahwa Serikat Maria Montfrtan lahir dari Gereja, untuk Gereja dan untuk kemanusiaan. “Ini adalah impian saya untuk pelayanan saya sebagai gembala Kongregasi”.
Misi Terbuka
SMM didirikan oleh St. Louis-Marie Grignion de Montfort pada tahun 1705 di Perancis Barat. Serikat ini didirikan dibawah panji dan perlindungan Bunda Maria. Dalam perjumpaan pribadinya dengan Paus Clement XI tahun 1706, Montfort diminta untuk menyebarkan karya misi hanya di Perancis.
Tapi, beberapa tahun kemudian, setelah anggota Serikat mulai bertambah, ladang misi terbuka untuk tempat lain. Konstitusi SMM tahun 1853 mengatakan bahwa Para imam Serikat Maria selalu siap untuk bermisi ke mana pun mereka diutus, entah di Perancis atau ke negara lain, sejauh Wakil Kristus menghendakinya. Misi di luar Perancis pertama adalah Haiti.
Pada 1883 SMM hadir di Kanada. Setelah 10 tahun di Kanada, tahun 1903 SMM Kanada melebarkan sayapnya ke Amerika. Demikianlah SMM menyebar ke seluruh Eropa dan dunia termasuk Amerika Latin, Afrika, dan Asia.
Tahun 1939, SMM masuk di Indonesia dan mulai berkarya di Sintang, Kalimantan Barat. Para Montfortan datang sebagai kawanan kecil “mengikuti tiupan Roh Kudus”, ke arah Roh meniup mereka. Mereka datang hanya dengan berbekal apa yang telah diteladani oleh pendirinya yang telah sungguh-sungguh lahir, hidup dan memberikan dirinya seutuhnya kepada/untuk Tuhan; “Totus Tuus”.
Mereka datang untuk meneladan St. Montfort yang telah mengambil pilihan untuk hidup di dalam rahmat Roh Kudus; hidup di dalam Yesus dan Maria, salah satu kekhasan spiritualitas Montfort. Tidak hanya itu, kawanan kecil ini datang untuk meneladani santo Montfort yang menyapa, hadir dan tinggal bersama orang-orang kecil dan sederhana dan menemukan spiritualitasnya di dalam diri orang-orang kecil itu. Sebagai misionaris, mereka tidak mengenal lelah untuk terus melayani Tuhan dan sesama baik secara rohani maupun jasmani di pelosok wilayah keuskupan Sintang.
Dari Sintang, semangat misioner ini menyebar ke beberapa wilayah keuskupan di Indonesia, seperti Bandung, Ruteng, Malang, Palangkaraya dan Pontianak.
Fr. Hyronimus Ario Dominggus, SMM//Fr. Fransiskus Sailtus Bembid, SMM (Malang)
Majalah HIDUP, Edisi No.33, Tahun Ke-77, Minggu, 13 Agustus 2023