HIDUPKATOLIK.COM – Berhadapan dengan peserta diklat Kitab Suci Regio Nusra, Wakil Ketua Lembaga Biblika Indonesia (LBI) Pastor Petrus Cristologus Dhogo, SVD menandaskan bahwa menjadi fasilitator yang handal, terampil dan kreatif sangat dibutuhkan dalam karya kerasulan Kitab Suci. Diklat berlangsung di Aula Emaus Pastoral Central (EPC), Atambua, NTT, Jumat (4/8/2023).
Pastor Petrus Cristologus Dhogo, SVD menguraikan bahwa tugas utama orang Kristen adalah melanjutkan apa yang telah dimulai oleh Kristus yakni pewarta sabda Tuhan dengan dan dalam berbagai cara. Ada yang studi khusus Kitab Suci tetapi ada yang menaruh minat pada Kitab Suci dan bagian itu termasuk kita peserta diklat fasilitator ini.
Ia menambahkan bahwa dasar menjadi fasilitator katekese Kitab Suci harus selalu sadar dan berpegang teguh bahwa Yesus adalah pewarta sabda Allah ulung. “Apa yang kita buat sebagai fasilitator merupakan lanjutan akan misi perutusan Yesus. Sebagai fasilitator harus sadar juga bahwa ini adalah pengejawantahan tritugas Kristus yakni sebagai imam, nabi dan raja dalam mewujudkan karajaan Allah,” ujarnya.
“Namun semua ini akan berjalan pincang jika kita tidak bersandar pada prasyarat menjadi fasilitator yakni:harus memiliki iman yang kokoh, mencintai sabda Tuhan, selalu aktif dalam kegiatan dan kehidupan menggereja serta selalu terbuka terhadap berbagai kelompok/manusia. Ini merupakan fondasi yang harus menjadi pegangan seorang fasilitator yang handal”, ungkap Pastor Itho Dhogo.
Pastor Itho Dhogo menjelaskan bahwa seorang fasilitator harus memiliki ketrampilan yaitu terampil mendengarkan. Membiarkan teks itu berbicara kepada fasilitator dan peserta. Menyerap dan merefleksikan artinya membiasakan diri untuk berefleksi. Tujuannya untuk mampu melihat diri sendiri dan membantu orang lain untuk menemukan kemajuan dalam dirinya.
Yang berikut adalah terampil mengkomunikasikan. Ini berkenaan dengan subjek yang dihadapi. Artinya berhadapan dengan anak, kaum muda, orang dewasa berbeda cara penyampaian kita. Bahasanya harus sederhana, jelas dan konkret. Dan yang terakhir adalah terampil mengevaluasi. Soal memulai, proses berjalan dan yang terakhir adalah bagaimana menutupnya.
Sementara Pastor Yustus Ati Bere menegaskan bahwa motor dari semua ini agar peserta mampu menjadi fasilitator yang handal, terampil dan kreatif jika memiliki spiritualitas pelayanan Kristus sendiri.
“Kristus harus menjadi pusat dan kita adalah pelaksana. Otoritas Gereja adalah membangun umat dalam kesucian dan kebenaran. Kita hadir semata-mata karunia Roh Kudus. Maka semua harus terjadi dalam semangat cinta kasih yang total seperti Kristus sampai mati di salib karena cinta”, ujar Pastor Yustus.
Laporan Beny Akoit/Komsos Keuskupan Atambua