HIDUPKATOLIK.COM – Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC menyampaikan ‘tantangan’ mendasar kepada para ‘pukater’ di Makassar dalam Temun Nasional.
IBARAT jarum jam jatuh akan terdengar. Seluruh perhatian umat yang hadir di Four Points, Makassar, Sulawesi Selatan tertuju pada dua sosok pria mengenakan mitra. Keduanya adalah Uskup Agung Makasar, Mgr. John Liku Ada’ (75 tahun), dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (55 tahun).
Saat perarakan menuju ruangan perayaan, tampak Mgr. Antonius memegang tongkat uskup. Mgr. John berjalan beriringan sejajar dengan Mgr. Antonius, yang didahului belasan imam. Dari segi usia, keduanya terpaut cukup jauh. Mgr. John terkadang perlu dibantu atau digandeng terutama kalau harus naik/turun tangga.
Usai lagu Pembukaan, Mgr. John lebih dahulu berbicara. Ia menyampaikan ucapan selamat datang kepada Ketua KWI dan seluruh anggota Profesional dan Usahawan Katolik (PUKAT) dari keuskupan-keuskupan dalam Temu Nasional dan Pemeran Produk pada tanggal, 19-21 Mei 2023. “Selamat datang di Kota Daeng, Anging Mamiri,” sapa Mgr. John dengan lembut.
Menurut Mgr. John, Temu Nasional pertama ini merupakan torehan sejarah penting bagi Makassar yang dikenal sebagai Kota Pelabuhan. Untuk itu, ia memberi apresiasi atas berlangsungnya pertemuan ini. “Temu Nasional ini diusahakan untuk diteruskan dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya,” ujarnya.
Tak berhenti sampai di situ. Mgr. John menyampaikan pesan kepada para pukaters (sebutan untuk anggota PUKAT, Red.). “PUKAT mendapat tugas untuk mengambil bagian dalam karya Allah,” ujar kelahiran Sanggalla, Tana Toraja, 22/12/1948. Pesan yang sama ia sampaikan dalam Konvensi Nasional PUKAT di Makassar tahun 2022. Setelah kata pembuka ini, selanjutnya, ia mempersilakan Mgr. Antonius memimpin Perayaan Ekaristi Pembukaan Temu Nasional ini. Sehari sebelumnya mulai digelar Pameran Produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan beberapa talk show.
Kehadiran Mgr. Antonius selaku Ketua KWI menandakan bahwa event ini bukanlah event biasa. Ini event berskala nasional. Dipersiapkan dengan matang. Berkumpul para profesional dan usahawan dari 26 PUKAT Keuskupan. PUKAT Keuskupan Agung Makassar menjadi tuan rumah. Secara virtual, Menteri BUMN Erick Tohir memberi sambutan. Wali Kota Makassar diwakili Irwan Rusfiady Adnan (Staf Ahli Wali Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan) juga hadir dan bersama Mgr. Antonius membuka perhelatan ini setelah Ekaristi.
“Pinjam-Meminjam”
Kembali ke Ekaristi pembukaan, — menyambung Mgr. John — dalam khotbahnya, Mgr. Antonius menyampaikan pesan terselubung kepada para pukaters melalui kisah sederahana. “Seperti disampaikan oleh Mgr John, kita bersyukur bahwa acara nasional ini berlangsung dengan baik dan meriah. Saya memakai mitra dan tongkat sehingga saya bisa tampil lebih bagus dan gagah. Tapi ini pinjaman atas kemurahan Bapak Uskup Agung kita,” ujar Uskup Bandung ini disambut tawa hadirin.
Mgr. Antonius kemudian menyingkap perihal pinjam-meminjam mitra dan tongkat. Katanya, saat dia datang sehari sebelumnya, Mgr. John menanyakan, apakah dia membawa mitra dan tongkat. Dia menjawab ‘tidak’ sambil berkata ‘apakah dia boleh meminjam mitra dan tongkat Mgr. John’. “Mgr. John bilang bisa.” Mgr. John tanya lagi, ‘apakah cukup (ukuran, Red.). “Karena Bapa Uskup rendah hati, jadi pasti cukup, jawab saya,” ujar Mgr. Antonius disambut riuh umat. “Maka, perayaan Ekaristi ini bisa berjalan dengan baik karena ada orang yang membutuhkan, dan dipinjami,” timpalnya terbahak.
‘Insiden’ pinjam-meminjam ini tak sekadar kisah kaleng-kaleng. “Bayangkanlah kalau para pengusaha saling meminjamkan maka segala proyek-proyek bisa terlaksana dengan baik. Nanti juga ada gala dinner (pengalangan dana) untuk rumah retret. Rumah retret itu bisa bediri di Keuskupan ini jikalau ada orang yang rela meminjami atau memberikan,” kata Mgr. Antonius, lagi-lagi disambut gelak tawa.
Melampaui Kekayaan dan Kekuasaan
Sejurus kemudian, Mgr. Antonius mengajak pukaters merefleksikan esensi dari Temu Nasional. “Saat kita menghadiri acara ini, apa yang kita minta dari Tuhan? Apa yang kita harapkan? Jangan-jangan kita tidak meminta! Jangan-jangan kita tidak mengharapkan sesuatu! Apa yang mau kita persembahkan kepada Tuhan? Apa yang akan kita bagikan kepada teman yang ada di sini atau dalam jaringan nasional. Apakah kita akan pulang dengan sukacita karena apa yang kita harapkan sungguh kita alami?”
Seandainya Tuhan, lanjutnya lagi, menawarkan kepada kita, mintalah apapun, tapi satu saja, apa yang kita minta?
Dalam konteks ini, Mgr. Antonius mengajak pukaters melihat sosok Raja Salomo. “Salomo meminta hikmat dan pengertian yang melampaui kekayaan dan kekuasaan. Maka, Salomo dikenal sebagai raja bijaksana. Bukan karena kekuasaan dan kekayaan, walau ia kaya dan berkuasa. Orang hikmat mengarahkan hati dan budinya kepada Allah, yang adalah Hikmat dan Sumber Kebijaksanaan. Seandainya Salomo tidak meminta pun, Allah akan memberikan,” kata Mgr. Antonius.
Yesus pun, kata Mgr. Antonius, menegaskan bahwa para murid akan menjadi orang-orang yang akan dipenuhi Roh Kudus. ”Mereka akan bijaksana dan berhikmat, meminta sesuatu kepada Allah melalui Yesus. Mereka tidak akan meminta apa yang mereka tidak inginkan tetapi memohon apa yang berkenan kepada Allah sehingga segala permintaannya akan dikabulkan Allah karena sesuai dengan kehendak Allah. Mereka akan menjadi orang-orang bijaksana. Memahami dan mencintai segala yang berbau ilahi dan bernuansa surgawi untuk mensejahterakan kehidupan di dunia ini.”
Mencari
Khotbah Mgr. Antonius tampak menjadi magnet tersendiri bagi hadirin. Mereka antusias menyimak. Di akhir khotbahnya, Mgr. Antonius memberi ilustrasi tentang apa yang penting dan dicari dalam hidup ini.
Alkisah, ada seorang usahawan sukses. Tapi ia hampir tak punya waktu untuk pribadi dan keluarga. Mukanya paceklik. Tidak ada sukacita. Suatu saat teman-temannya usahawan mengajak dia jalan-jalan. Namun dia keukeuh tidak mau pergi. Yang penting baginya, cuan. Satu detik pun tak boleh lewat atau hilang.
Namun, karena didesak teman-temannya, dia pergi ke taman laut yang indah. Di dalam perahu ia langsung buka hape. Lama-kelamaan di tengah laut tak ada sinyal. Ia minta tukang perahu mengarahkan perahu ke tempat yang ada signal. Tukang perahu bilang, ‘di sini memang tidak ada signal’. ‘Bapak belajar ekonomi tidak,’ kata usahawan. ‘Tidak,’ kata si tukang perahu. ‘Kalau bapak tidak belajar ekonom,’ kata si usahawan, ‘seperempat hidup bapak hilang. Kamu harus belajar ekonomi.’ ‘Tidak pak, kami hanya melaut saja,’ jawab si tukang perahu. ‘Belajar politik tidak?’ kata si usahawan lagi. ‘Tidak,’ kata si tukang perahu. ‘Sepertempat hidup bapak sudah habis,’ kata dia kepada si tukang perahu. ‘Bapak tidak belajar politik, seperempat hidup bapak habis,’ ujarnya lagi. Lalu, si tukang perahu itu berkata polos, ‘saya hanya seorang sederhana yang bisa menikmati hidup.’
Dan, tidak lama kemudian, angin bertiup kencang, cuaca berubah, si usahawah mulai gelisah. Si nelayan bertanya, ‘bapak belajar berenang tidak?’ Jawab dia, ‘tidak.’ Kata si nelayan, ‘sekarang seluruh hidup bapak habis!’
Mendengar kisah ini, sontak umat terbahak. “Sekali lagi, apa yang kita minta, apa yang harus kita usahakan supaya hidup kita tidak habis? Itulah yang paling penting! Ketika kita berdoa, apakah setiap permintaan kita selalu dikabulkan Tuhan? Tergantung. Maka, kalau berdoa, mintalah sesuatu yang menyenangkan Allah,” ajak Mgr. Antonius.
Di akhir khotbahnya, Mgr. Antonius berharap PUKAT dapat menjadi komunitas pribadi-pribadi seperti Salomo. Salomo dikenal karena kebijakasanaan dan kekudusannya. PUKAT harus mampu menghantar seseorang sungguh menjadi profesional dan usahawan Katolik yang sejati.
F. Hasiholan Siagian dari Makassar, Sulawesi Selatan
HIDUP, Edisi No.27, Tahun Ke-77, Minggu, 25 Mei 2023