web page hit counter
Senin, 18 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF: Jalan Solidaritas, Reformasi, dan Berserah

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PUSPARAGAM lustrum pertama Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF sebagai gembala Keuskupan Tanjung Selor meninggalkan banyak kesan. Di tengah kesibukannya mengunjungi umat, ia menyempatkan waktu untuk berbincang dengan HIDUP di ruang tamu Pastoran Paroki St. Yosef Pekerja Juata Permai, Keuskupan Tanjung Selor pada Selasa, 30 Mei 2023. Berikut petikan wawancaranya:

Bahagiakah Monsinyur?

Sejak diangkat sebagai uskup, saya merasa ini suatu tugas yang menantang sekaligus berbeda. Saya menikmatinya dengan berbagai tantangan yang muncul. Banyak hal yang menjadi alasan untuk bahagia. Pertama, senantiasa memperoleh ketenangan batin tatkala gejolak timbul. Ini ada karena menyadari kami sedang memperjuangkan sesuatu yang bernilai meskipun pencapaiannya tidak seretentak tetapi setiap prosesnya bermakna.

Kedua, saya sadar setiap penugasan memiliki kesusahannya sendiri. Saya bisa saja memilih hidup enak dan menikmati kenyamanan tanpa harus menghadapi kesulitan tetapi bukan untuk itu saya diutus. Sebagai pemimpin, saya harus berani mengambil pilihan-pilihan sulit dan terkadang tidak populer. Bisa saja saya mengambil pilihan termudah dan memperoleh damai, tapi toh itu hanya damai yang semu. Sehingga 5 tahun ini, saya merasa cukup bahagia meskipun dihadapkan dengan kendala Covid sebab kreativitas dan ketekunan itu kian terasah di saat sulit.

Keputusan sulit apa yang diambil Monsinyur selama 5 tahun ini?

Keputusan terberat adalah memulai beberapa reformasi yang menurut saya mendasar, yakni di bidang aset dan keuangan serta di bidang SDM baik tenaga religius (berkaitan dengan penegakan disiplin hidup imam) dan formasi awam. Berkaitan dengan soal keuangan, ini menyangkut transparansi, akuntabilitas, ketertiban, dan kesinambungan administrasi. Misalnya, mempertegas aset-aset tanah yang menjadi milik keuskupan, menekankan pentingnya keteraturan dan kejelasan dalam pelaporan keuangan dengan mencari format keuangan yang tepat, hingga mengambil keputusan untuk membuat sistem pelaporan daring dengan mengambil program dari Keuskupan Bandung.

Langkah apa saja yang diambil dalam reformasi bidang keuangan?

Baca Juga:  KWI dan Garuda Indonesia Jalin Kerja Sama "Community Privilege"

Pertama-tama, membangun suatu sistem yang dapat mengelola dan mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang diperoleh dari umat. Baik di tingkat pelaporan kolekte maupun kas pastoran yang dipergunakan oleh para pastor. Terdapat banyak sekali variasi misalnya, beberapa paroki tertentu belum mampu membuat penyatuan sistem keuangannya. Uang tinggal di stasi-stasi dan umat menyerahkan apa yang mereka kumpulkan itu seakan-akan suatu donasi ke pastor paroki. Hingga kini, kami masih berjuang untuk memberi penyadaran bahwa apa yang diberikan di dalam ibadat harus langsung dimasukan di tingkat paroki kemudian dari sana disalurkan menjadi kontribusi untuk solidaritas. Jadi, perhitungan dan pengambilan kebijakan detail hingga membentuk suatu SOP (Standar Operasional Prosedur). Dari situ, dirumuskanlah “Pedoman Keuangan” dan begitu juga di bidang pastoral dengan penetapan “Pedoman Pastoral” yang secara umum mengatur mengenai pengelolaan harta benda. Tak ketinggalan, “Pedoman Kepegawaian” juga telah kami buat tetapi perlu disempurnakan kembali agar sedapat mungkin karyawan yang direkrut memiliki jenjang jelas, misalnya tingkat Keuskupan atau paroki.

Monsinyur menyebutkan renewal umat, bagaimana itu akan dijalankan?

Ini merupakan kerinduan saya tetapi belum berjalan. Renewal umat ini bisa dilaksanakan dalam paket-paket yang kami buat sesuai dengan apa yang kami terima dari umat dan perlukan. Saya merasa, katekese dasar belum kuat sehingga hal-hal mendasar tentang iman yang membuat orang bangga itu belum mengakar kuat maka katolisitas harus diperdalam. Tetapi dari awal saya terutama sudah mulai membuat dan kian terarah pada usaha kaderisasi, yakni dengan merekrut anak-anak untuk disekolahkan. Angkatan pertama sekarang ini sudah 6 orang selesai, vokasi SMK tetapi ada juga yang SMA di Madiun. Kemudian generasi yang pertama juga saya sempat kirim ke STKIP Madiun tetapi sekarang saya lihat kayaknya kami karena kita tidak punya dana kita kerja sama dengan suster-suster yang punya asrama dan sekolah yang bisa kita titipkan anak itu.

Baca Juga:  PESPARANI II PROVINSI KALIMANTAN UTARA: KEDEPANKAN SPIRIT KATOLIK

Saya merekap sendiri data mereka dan untuk pertama kali mereka dan orangtua datang ke Keuskupan. Selama 3 hari kami ajarkan tata krama dasar mulai dari cara naik pesawat dan bergaul di Jawa. Mereka sangat fokus dan mendapat pujian dari para guru. Mereka mungkin tidak masuk di sekolah terbaik tetapi kelulusan mereka membawa dampak besar bagi umat kami di sini. Sekarang yang sedang bersekolah di Jakarta ada dua yang dipermandikan, sebelum pergi mereka belum menjadi Katolik. Sekarang mereka bahkan sangat militan dan minta saudaranya juga dikirim bersekolah agar mereka menjadi keluarga pertama yang merintis Katolik. Pemberdayaan lewat pendidikan ini juga perlahan membuka mata para orangtua akan pentingnya pendidikan.

Saya dengar Monsinyur rajin memberikan dorongan semangat untuk anak-anak yang merantau lewat video call?

Ini untuk mengatasi homesick mereka terutama saat Natal dan Paskah. Mereka kami ajak sharing pengalaman semester itu untuk saling menguatkan satu sama lain. Dengan uang saku mereka yang terbatas, kami ajak untuk berkumpul dan memasak masakan kampung halaman untuk mengobati rindu kampung halaman. Mereka harus jadi pribadi tangguh agar pendidikan mereka bermanfaat setidaknya bagi kampung mereka. Terlebih masyarakat Dayak itu butuh bukti dan teladan. Mereka perlu melihat langsung bahwa betul pendidikan dapat membawa perubahan dan kami harap dapat dilihat dari anak-anak ini.

Apa itu Percikan?

Percikan adalah persembahan cinta untuk calon imam keuskupan. Setiap umat punya satu celengan untuk menyisihkan dana kasih bagi para calon imam. Program ini baru mulai tahun 2022 dan kami cetak 10.000 lebih celengan. Sejauh ini masukan dari umat baik dan paling diminati dibandingkan program arisan untuk tujuan yang sama di mana setelah 3 tahun modalnya akan dikembalikan.

Bagaimana Monsinyur menjaga kolegialitas dengan para imam?

Baca Juga:  KWI dan Garuda Indonesia Jalin Kerja Sama "Community Privilege"

Kolegialitas harus didasarkan pada kebenaran. Jika ada seorang yang salah kita harus segera mengarahkannya agar menjadi lebih baik. Teguran adalah tanda kasih dan kepedulian. Jika ada hal yang perlu diluruskan, bersama Kuria, saya lebih senang bertanya langsung kepada yang bersangkutan agar tidak berkembang persepsi yang salah.

Bagaimana refleksi Monsinyur di lustrum pertama ini?

Pelayanan ini bukanlah mengarahkan untuk diri sendiri tetapi berpikir dalam rangka kelangsungan kehidupan Keuskupan. Keuskupan ini mampu melewati masa pandemi adalah suatu anugerah dan rahmat dari Tuhan. Tuhan sungguh baik memberikan saya kepercayaan dengan memberi keistemewaan untuk bisa memikirkan apa yang terbaik yang bisa dipersembahkan kepada Tuhan. Untuk itu, saya berusaha untuk menanggapinya dengan mengisi fungsi kepemimpinan itu sebaik mungkin sehingga selama lima tahun ini saya bisa bersafari bersama untuk mewujudkan mimpi keuskupan kedepan yakni, berdirinya sekolah, klinik, dan rumah untuk keuskupan. Ini sasaran terdekat untuk menyambut 25 tahun Keuskupan. Kami melakukan yang terbaik dan jika Tuhan merestui akan lancar. Keyakinan saya, Tuhan pasti senantiasa ingin melihat Gereja-Nya bertumbuh dan Dia akan mencukupkan. Namun jika tidak terealisasi, tidaklah kecewa karena penggembalaan ini merupakan suatu jalan penyerahan kepada Tuhan.

Sewaktu imamat saya mengambil moto dari Surat Rasul Paulus yang berbunyi “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor 12:10). Sedari dulu sebagai imam, saya tidak pernah mengandalkan kehebatan diri sendiri tetapi saya merasa jika ada suatu hal yang baik, Tuhan akan menumbuhkannya dan hasil akhirnya kita kembalikan kepada Tuhan. Dengan demikian jika dikaitkan dengan moto tahbisan episkopat “Servus Veritatis” ini berkaitan dengan Kristus sendiri sebagai Sang Kebenaran sehingga semua rencana ini pada akhirnya haruslah membawa kita kepada Kristus.

Felicia Permata Hanggu dari Tarakan, Kalimantan Utara

HIDUP, Edisi No. 26, Tahun ke-77, Minggu, 25 Juni 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles