web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gregorius Yori Antar Awal : Mengembangkan Arsitektur Nusantara

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Ia berjuang melestarikan, mengkinikan, dan membawa ke masa depan arsitektur Nusantara.

 “ARSITEKTUR Nusantara masa depan arsitektur kita,” kata Yori Antar, lengkapnya Ir. Gregorius Yori Antar Awal. Sabtu, 3 Desember 2022 lalu ia menerima penghargaan Ikon Prestasi Pancasila 2022 kategori Seni dan Budaya dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Yori Antar dinilai berhasil mengajak publik kembali bersemangat mengapresiasi arsitektur lokal. Selain Yori ada 44 penerima lain dari berbagai bidang. Dijumpai di kantornya, Jl. Palem Puri, Sektor 9, Puri Bintaro, Rabu 7/12, pendek saja komentarnya, “terima kasih.” Selebihnya berbagi kisah dan refleksi proses kreatifnya sebagai arsitek. Fokus hati dan karya arsitek lulusan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FK UI) tahun 1988 itu dikembangkan melalui proses perdebatan dan diskusi dengan ayahnya, Han Awal – yang juga arsitek, dengan sesama arsitek, dengan mereka yang berasal dari beragam disiplin lain, dan masyarakat. Proses penemuan jati dirinya dilakukan lewat petualangan berkeliling ke berbagai negara dan daerah selama dua tahun, bersama teman-teman arsitek muda.

Ia merasa beruntung menemukan Waerebo, kampung tradisional di dusun terpencil, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Manggarai, NTT tahun 2008. Dia kampung dengan ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut, diapit gunung dan hutan lebat, dan jauh dari kampung-kampung tetangga, Yori menemukan fokus pelestarian rumah dan budaya adat dalam alam modern. Temuan itu merupakan klimaks perjalanan panjang menemukan formula yang dapat membantu menyelamatkan pusaka warisan leluhur bangsa Indonesia, menggabungkan tradisi lisan (tradisional) dan tradisi tulisan (modern).

Kearifan Lokal   

Karya-karya arsitektur Yori menyatu dengan alam. Semua bangunan yang dia desain dan bangun membawa rasa budaya lokal. Ia ingin melestarikan, mengkinikan, dan membawa bangunan-bangunan tua ke masa depan arsitektur Indonesia. Rumah adat adalah salah satu kearifan lokal masyarakat, modal sosial pembangunan bangsa.

Di dalamnya selain bentuk dan fungsi, ada isi gotong royong, terutama pemugaran rumah adat yang pengerjaan dan perencanaannya dikerjakan bersama. Bottom up, bukan up down. Berbeda dengan arsitektur modern yang dipentingkan adalah fungsi, bentuk dan volume sebagai ciri khas. “Semua tergantung arsitek dan pemborong, para mandor dan tukang tinggal mengerjakan,” tegas Yori, yang pindah kuliah ke arsitektur setelah satu semester kuliah di jurusan mesin.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Untuk mencapai Kampung Waerebo, harus jalan kaki 6 jam dari pinggir jalan besar, menerobos hutan, jalan licin, naik turun. Usia kampung diperkirakan sekitar 1.080 tahun dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 88 Kepala Keluarga atau 1.200 jiwa (Pesan dari Waerebo. Kelahiran Kembali Arsitektur Nusantara, Editor Yori Antar, dkk: 2018). Dengan patokan rata-rata usia penduduk mencapai 60 tahun, penduduknya saat ini memasuki generasi ke-18.

Waerebo merupakan satu-satunya kampung adat tradisional yang masih tersisa dari tiga kabupaten Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat. Semula rumah adat (mbaru niang) ada di semua  kabupaten, tetapi saat Yori Antar dkk. tiba tahun 2008, tinggal empat rumah yang semula tujuh rumah. Tiga rumah sudah punah. Penduduk tidak bisa membangun kembali karena faktor biaya.

Mbaru niang berbentuk rumah bundar mengerucut terdiri atas lima tingkat beratap ijuk dan alang-alang. Tingkat pertama yang disebut tenda berdiameter sekitar 11meter dipakai sebagai tempat beraktivitas sehari-hari. Mengerucut ke atas dengan fungsi masing-masing, seperti penyimpanan bahan makanan dan upacara adat. Tingkat teratas atau kilikiang berfungsi meletakkan buku-buku kayu penopang.

Sepulang dari Sumba dan Flores, tahun 2008, Yori Antar mendirikan Yayasan Rumah Asuh, wadah para arsitek muda melestarian puluhan rumah adat di Nusantara. Bekerja sama dengan Yayasan Tirto Utomo yang berdiri tahun 2004, setelah pembicaraan bersama dengan tetua adat dan pemda setempat, disepakati pelestarian rumah adat Waerebo dan pembangunan Pusat Studi dan Lembaga Pelestarian Budaya Sumba di  Weetebula bekerja sama dengan Pastor Robert Ramone CSsR, pencinta budaya Sumba. Pembangunan kembali rumah pertama selesai tahun 2009, rumah kedua tahun 2010, dan rumah ketiga tahun 2011.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dalam pembangunan kembali tiga rumah itu, di konsep pula Kampung Waerebo menjadi obyek pariwisata. Yori Antar melibatkan arsitek-arsitek muda yang tergabung dalam Arsitek Muda Indonesia yang dia dirikan tahun 1989, mahasiswa arsitektur, dan masyarakat. Para mahasiswa mendapat pengalaman mengerjakan arsitektur tradisional, masyarakat terlibat langsung secara gotong royong. “Merekalah arsiteknya,” tegas Yori Antar. “Bottom up, bukan up down. Kini, Kampung Waerebo tidak lagi hanya dikunjungi beberapa orang tiap tahun, tetapi tercatat pada tahun 2015 sebanyak 4.000 pengunjung, dalam dan luar negeri.

Berhenti Jadi Turis

Setelah Waerebo, Yori Antar lewat Yayasan Rumah Asuh membangun atau membangun kembali rumah adat dengan citra rasa nusantara. Bagi Yori, perkembangan ini menggembirakan, tidak karena banyaknya order dan kesibukan, tetapi terutama mulai dikenalnya kearifan lokal yang beragam menjadi bagian utuh dari upaya mengembangkan arsitektur nusantara. Selain dalam Yayasan Rumah Asuh, arsitek dengan rambut panjang selalu diikat ke belakang itu, terlibat dalam Yayasan Mitra Nusantara, Lingkaran Warisan Kota Tua Jakarta yang di antaranya memugar Masjid Angke, di samping sehari-hari sebagai direktur dan design manager Han Awal & Partners Architects. Dan aktif menulis buku tentang arsitektur.

Dari antara proyek-proyek pembangunan besar yang ditangani, di antaranya ia mendesain KSPN Danau Toba, Labuan Bajo, Lembah Baliem,Terowongan Silaturahmi Kebangsan yang menghubungkan halaman Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta. Yori Antar saat ini menangani antara lain pemugaran Gedung Pemuda di belakang Katedral Jakarta, tempat hari pertama Kongres Pemuda Oktober 1928 dan pemugaran Candi Muarojambi. Bersama Yayasan Rumah Asuh sejak 2009, pembangunan dan pemugaran dia tangani tersebar di berbagai daerah yang sudah selesai atau pun belum. Lebih dari 30 proyek, tersebar di Nias, Sumbar, Sumut, Tulang Bawah Barat,Kalbar, Jawa Barat, NTT, DKI Jakarta. Saat ini sedang sibuk menyelesaikan rumah adat di Desa Takpala, Alor.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Yori Antar, anak kedua dari empat bersaudara, sejak kecil suka menggambar. Ketika lulus SMA Pangudi Luhur tahun 1980, cita-citanya ingin menjadi insinyur teknik pesawat. Gambar-gambar yang dia buat juga tentang model-model pesawat. Kuliah satu semester jurusan mesin dia tinggalkan, dan pindah ke jurusan arsitektur di fakultas yang sama.

“Di jurusan arsitektur saya menjiwai betul, merasa at home. Kuliah menyenangkan sehingga nilai-nilainya bagus.” “Diminta bapak yang arsitek besar?” “Tidak. Bapak itu moderat, anak-anaknya dibiarkan memilih sendiri sekolah dan profesinya.” Sikap ayahnya dalam membimbing kedua putranya dia warisi. Anak pertama mengambil studi computer science di London, anak kedua masih duduk di SMP. Han Awal, arsitek lulusan Jerman dan sebelumnya Belanda, selain dosen juga ikut dalam pemugaran berbagai bangunan kuna, di antaranya Gedung Arsip Nasional, Gedung BI dan Katedral Jakarta.

Dimulai dari pembangunan kembali rumah adat Kampung Waerebo kemudian menjadi fokus berasitektur, Yori Antar tidak lagi turis menyaksikan kemajemukan Indonesia, melainkan bagian dari masyarakat Indonesia. Dari antara puluhan penghargaan yang diterima sejak 2008, empat di antaranya terkait pembangunan kembali rumah adat Waerebo, yakni Award of Excellence UNESCO Asia Pacific (2012), nominasi Aga Khan Award (2013), Ikatan Arsitek Indonesia (2015), dan IAI Jakarta atas karya tulis Pesan dari Waerebo: Kelahiran Kembali Arsitektur Nusantara (2015). Yori selalu terkenang MOHE Waerebo, artinya Hidup Waerebo, seruan penduduk ketika bergotong-royong membangun kembali mbaru niang.

St. Sularto

<<<Box>>>

Gregorius Yori Antar Awal

Lahir      Jakarta, 4 Mei 1962
Ayah     Han Awal, IAI (+)
Ibu        Anastasia Gandasunata (+)
Istri       Novi Tawangsari
Anak     Gabriel Orion Antar
Mikhael Antar Awal

Pendidikan

  • Fakultas Teknik Universitas Indonesia (1988)

Pekerjaan

  • Direktur dan design manager Han Awal & Partners Architects
  • Yayasan Mitra Nusantara
  • Yayasan Rumah Asuh

Karya

  • Pemugaran Masjid Angke
  • KSPN Danau Toba, Labuan Bajo, Lembah Baliem
  • Arsitektur Terowongan Silaturahmi
  • Pemugaran Gedung Pemuda (belakang Katedral Jakarta)
  • Pemugaran Candi Muarojambi

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles