web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Beato Shtjefën Kurti (1898 – 1971): Kematian Terindah Imam Albania

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Dua kali ia dihukum mati tetapi tidak ciut nyalinya meninggalkan umatnya. Ia mengikuti teladan Santa Teresa dari Kalkutta. Pekerjaan kecil dilakukan dengan cinta yang besar.

SETELAH Perang Dunia II berakhir tahun 1945, rezim Komunis pro Uni Soviet mengambil alih kekuasaan di Albania. Pemerintah Komunis segera menyatakan Gereja Katolik sebagai agama terlarang. Gereja-gereja disegel, seminari ditutup, dan biara dibubarkan. Para rohaniwan-rohaniwati termasuk seminaris ditahan dengan berbagai tuduhan palsu. Tak sedikit yang dijebloskan ke penjara dan meninggal dengan tidak wajar. Banyak juga di antara mereka yang di eksekusi.

Di antara para imam, ada satu imam yang sederhana, berdedikasi pada karya pelayanan orang kecil yaitu Pastor Shtjefën Kurti. Imam Diosesan asal Albania ini dibunuh pada masa itu dengan cara tidak wajar. Ia dihukum mati dengan cara ditembak.

Santa Teresa Kalkutta

Bulan April 1939-1942, Italia mencaplok Albania, kemudian Jerman (1943-1944). Usai Perang Dunia II (1939-1945), lahirlah wajah baru Albania. Rezim komunis berkuasa di Albania di bawah pemerintahan Partai Buruh, Enver Hoxha (1908-19485).

Hoxha menancapkan taring kekuasaannya dengan mengatur perlindungan integritas wilayah Albania. Akibatnya, rakyat menjadi korban. Ia mengubah bentuk Negara Republik menjadi komunis (kemudian berubah lagi menjadi Republik Rakyat Sosialis Albania tahun 1976). Dengan bentukan ini, paham hoxaisme dan komunisme menjangkit rakyat Albania.

Dalam cengkeramannya, Hoxha menolak praktik keagamaan. Setiap pelayan pastoral ditangkap dan dipenjarakan. Albania jatuh pada kesetiaan buta sosialisme yang akhirnya menelurkan bibit otoritarianisme dan industrialisasi. Rakyat menderita.

Di masa hoxaisme ini, Pastor Kurti berkarya. Kelahiran 24 Desember 1898 di Ferizovic, Kosova ini dikenal sebagai imam yang tidak takut pada ancaman Hoxha. Tanpa menggubris ancaman kepada Gereja, ia melayani umat dalam semangat kerendahan hati. Batinnya selalu tergerak tatkala ada umat kecil yang tidak dilayani dengan baik. Pelayanan sakramental saban hari dijalani tanpa mengeluh.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Pastor Kurti menjalani Pendidikan dasar di Graz dan Feldkirch, Austria. Setelah itu ia masuk Seminari Menengah di Innsbruck, Austria. Di seminari menengah ini, ia dikenal sebagai seminaris yang setia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar. Ia lebih memilih bekerja di perkebunan atau memandikan hewan ternak ketimbang menjadi camerlengo (orang yang bekerja di kamar superior atau pastor pembina). Meski ia mendapat tawaran pekerjaan itu, ia sering menolak dengan halus.

Setamat dari Innsbruck, ia meneruskan studi teologi di Roma dan lulus dengan nilai terbaik. Kemampuannya di Bahasa Latin segera membuatnya dipercayakan menerjemahkan beberapa teks berbahasa Latin di Roma. Selain itu ilmu logika juga menjadi kegemarannya. Frater Kurti di tahbiskan menjadi imam di Roma pada 13 Mei 1924.

Sebagai imam, tugas utamanya di Paroki Skopje (sekarang Ibu Kota Republik Makedonia). Paroki ini menjadi istimewa karena menjadi tempat kelahiran Santa Teresa dari Kalkutta, yaitu Novoselo. Kepercayaan ini dijawab dengan pelayanan yang luar biasa. Ia tahu teladan Santa Teresa telah mandarah daging di Novoselo sehingga minimal ia harus memberi teladan yang baik pula.

Paroki Novoselo juga terkenal karena devosi Kerahiman Ilahi. Salah satu intensi yang selalu didoakan adalah bagi Gereja yang teraniaya serta bagi orang miskin.

Di setiap pertemuan dengan umat, Pastor Kurti selalu mengajak agar umat meneladani hidup misionaris Cinta Kasih itu. Maka segera ia membuka sentral pendampingan dan pelayanan bagi orang lapar, telanjang, tuna wisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, mereka yang tidak diinginkan, dan orang yang menjadi beban bagi masyarakat Albania. Karya ini menyentuh hati banyak orang sehingga mereka sering menyamakannya dengan Ibu Teresa.

Kebengisan Hoxha

Belum lama berkarya di Skopje, Pastor Kurti harus mengungsi ke Rumania tahun 1929, setelah terjadi pembunuhan terhadap seorang imam Albania Bernama Pastor Shtjefën Gjeçovi. Dari tempat pengungsian Kurti sempat menulis sebuah memorandum kepada Liga Bangsa-Bangsa, sebuah organisasi internasional yang terbentuk setelah Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919, tepatnya tanggal 10 Januari 1920.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Di awal memorandum itu, Pastor Kurti menulis, “Dunia sedang tidak baik-baik karena kebengisan hati beberapa orang. Tuhan tidak akan tertidur bila umat dan pelayan pastoralnya ditindask tanpa alasan”. Sementara di akhir memorandum itu, sebuah kalimat mencenangkan disampaikan pastor murah senyum ini. “Andai Tuhan mengizinkan saya harus mati demi umat, hati ini sudah siap…”

Karena situasi yang tidak menentukan ia dipindahkan untuk melayani umat di Shna Prendja (sekarang Kruj, Albania Utara). Dari Shna ia melayani juga umat di Kota Gur dan Tirana. Di tempat barunya, Pastor Kurti tetap bersemangat melayani kebutuhan spiritual umat. Paroki ini adalah satu di antara sekian paroki di Albania yang miskin karena komunis. Masyarakatnya melarat sementara semua akses ditutup dan hanya dibuka bagi para pengikut komunis. Pastor Kurti begitu kesal ketika mengetahui bahwa tentara komunis melarang umat untuk mengikuti Misa Tritunggal Mahakudus di gereja. Ia menggunakan kesempatan berkhotbah untuk mengkritik Hoxha.

Di masa ini, ia menerbitkan sebuah memorandum yang ditembuskan kepada Paus Pius XII tentang penganiayaan dan kekerasan yang dialami umat Katolik Albania di bawah kekuasaan Hoxha. Hal ini membuat ia pertama kali ditangkap di Tirana pada 28 Oktober 1946 dengan tuduhan mata-mata Vatikan. Awalnya ia dipenjara di Tirana, lalu di Burrel.

Dia dijatuhi hukuman mati namun hukumannya diubah menjadi dua puluh tahun penjara. Gembala umat ini dengan tabah menjalani masa hukumannya dalam penjara Komunis yang mengerikan.

Pastor Kurti sempat dibebaskan pada 2 Mei 1963, tiga tahun lebih cepat dari masa hukumannya. Setelah bebas, ia kembali melanjutkan tugasnya sebagai gembala di Tirana, Juba dan Gurës. Seperti biasanya ia masih menggunakan mimbar untuk berkhotbah menentang kepemimpinan Hoxha.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Kematian Terindah

Tahun 1967, sekelompok orang mendatangi gerejanya, membuat huru-hara serta berupaya menodai altar dan tabernakel. Kurti dengan gigih melawan para pengacau ini dan berhasil mengusir mereka. Namun keesokkan harinya ia ditangkap dan dihukum menjalani kerja paksa selama 16 tahun.

Pada tahun 1970 seorang ibu memintanya untuk membaptis putranya. Meski pemerintah komunis dengan keras melarangnya untuk memberikan pelayanan pastoral, Pastor Kurti tetap membaptis anak itu dengan diam-diam.

Dikemudian hari, peristiwa pembabtisan diketahui oleh intel pemerintah. Pater Kurti segera ditangkap dan dipenjarakan lagi.  Dalam persidangan, Hakim bertanya mengapa ia tetap membaptis anak tersebut meski telah dilarang. Gembala ini menjawab bahwa ia tetap harus melakukannya karena itu adalah bagian dari tugasnya sebagai seorang imam. Aklhirnya ia dijatuhi hukuman mati pada tanggal 31 Juli 1971. “Ini adalah kematian terindah yang saya rasakan. Tuhan genggam tanganku…” demikian kata-kata terakhirnya sebelum dieksekusi.

Pastor Kurti dieksekusi secara diam-diam oleh Pemerintah Albania tanggal 20 Oktober 1971. Kematiannya disembunyikan rapat-rapat oleh pemerintah Albania namun bocor ke publik pada tahun 1973. Televisi RAI Italia segera mengumumkan berita ini sementara Radio Vatikan mengonfirmasikan kematiannya pada bulan Maret 1973. Harian L’Osservatore Romano menerbitkan sebuah artikel tentang pembunuhan Shtjefën Kurti pada tanggal 26 April 1973 dan mengecam penganiayaan terhadap Gereja yang terjadi di Albania.

Martir Kristus Shtjefën Kurti di beatifikasi bersama para Martir Albania oleh Paus Fransiskus pada tanggal 5 November 2016. Hari Pesta bersama para martir ini dirayakan pada setiap tanggal 5 November.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

 

Foto Headline: Pastor Shtjefën Kurti saat membaptis seorang anak di Albania.

scontent.fcgk33-1.fna.fbcdn.net/

 

Foto-2: Pastor Shtjefën Kurti

scontent.fcgk33-1.fna.fbcdn.net/

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles