HIDUPKATOLIK.COM – Dalam rangka HUT Ke -24 Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, KOPI (Kuliah Obrolan Perkara Iman) Syawal diadakan di pendopo Kecamatan Panongan pada hari Rabu, 24 Mei 2023. Tema Kopi Syawal ini adalah Menelusuri Sejarah Tangerang, Upaya Menggali Sejarah dan Menumbuhkan Identitas Kearifan Lokal Panongan. Materi ini diberikan oleh Bambang Permadi, seorang budayawan dan sejarahwan.
Acar Kopi Syawal ini dimulai dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh Haji Anwar (Ketua MUI Panongan, Penanggungjawab Acara Keagamaan). “Sebagai Temen Setia (Sodiiqul Hukuma) dari Umaro ( camat dan jajarannya), maka MUI Panongan sebagai representatif dari para ulama, perlu selalu mendorong pemerintah Kecamatan agar Kantor Camat tidak hanya sebagai pusat administrasi, namun sebagai pusat kajian ilmiah dan hhazanah keilmuan,” ujarnya.
Sambutan-sambutan lainya disampaikan oleh Heru Ultari (Camat Panongan, Penanggung Jawab HUT ke-24), dan Muhidin selaku Ketua Panitia. Keduanya berharap, masyarakat, terlebih para pimpinan dari tingkat Kecamatan sampai desa hendaknya mengerti sejarah panongan sehingga dapat menemukan jati diri yang dapat dibanggakan.
Sebelum penyampaian materi dimulai, Ustad Agus selaku moderator, menyampaikan tujuan dari acaa Kopi Syawal ini.
Ustad Agus mengatakan bahwa karakter baik masyarakat Panongan itu akan menggelorakan semangat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan daerah tersebut.
Sedangkan Bambang Permadi dalam paparannya mengajak peserta untuk menemukan jati diri Panongan. Jati diri adalah karakter yang baik dan khas dari suatu daerah. Apa artinya yel-yel ‘Panongan Cemerlang’. “Cemerlang dalam karakter-karakter dan hal-hal yang istimewa dan baik tersebut harus digosok sehingga bersinar,” ujarnya.
Menurutnya, untuk dapat menemukan karakter dan hal-hal yang baik dan istimewa, perlu menelusuri sejarah Panongan. Panongan merupakan bagian dari Tangerang. Tangerang sudah disebut sejak zaman Portugis pada tahun 1617 (abad ke – 17 M). Tangerang berasal dari kata Tetenger (Pengingat) Perang yang berupa sebuah tugu tiga arya (kesatria) yang melawan penjajah Belanda. Tugu ini juga merupakan tanda perbatasan Batavia yang sering perang. Panongan berarti tempat pengintai perang seperti yang ditekankan dalam kesaksian oleh seorang ustad yang telah tinggal di daerah ini sejak nenek moyangnya.
Menurut Bambang Permadi, penduduk Panongan adalah orang-orang Sunda yang menangani pertanian dan orang-orang Chinese Benteng yang menangani perdagangan sehingga mereka menjalin kerja sama. Sungai Cisadane menjadi jalur perdagangan dan irigasi. Setelah itu munculah perumahan-perumahan yang mengundang datangnya orang dari berbagai macam daerah (urbanisasi) sehingga membentuk budaya baru di Panongan, tetapi tidak menghilangkan budaya aslinya (akulturasi).
Bambang Permadi mengemukakan, banyak hal yang baik dari budaya yang diwariskan di Panongan ini seperti musik gambang kromong, topi anyaman dari bambu, rumah kayu, dan dodol. Kekhasan itu akan sangat bermanfaat ketika dikembangkan. Yang lebih utama kekhasan Panongan ini akan menggelorakan semangat patriotisme.
Romo Felix Supranto, SS.CC (Kepala Paroki Citra Raya) yang juga terlibat dalam acara ini, mengajak para peserta untuk mengembangkan dan memelihara semangat kerja sama demi kebaikan bersama yang telah diteladankan oleh para leluhur Panongan serta merawat kali Cisadane yang merupakan warisan sejarah.
Hadi dalam acara ini, antara lain, Kapten Agus Halim Siregar (Danramil 14 Panongan), Ipda Rusandi (Mewakili Kapolsek Panongan), Ustad Maman (Ketua Forum DKM Citra Raya), para ketua MUI Desa, para Kepala Desa, Sertu Lukman, Ustad Ahmad Khozai beserta para ustad lainnya, dan Pendeta Yohanes.