HIDUPKATOLIK.COM – “Ibu kita Kartini, Putri sejati, Putri Indonesia, harum namanya….Wahai ibu kita Kartini, Putri yang mulia. Sungguh besar cita-citanya, bagi Indonesia…”
Alunan lagu Ibu Kita Kartini dibawakan dengan penghayatan oleh 15 anak. Dengan pakaian adat masing-masing daerah, anggota Bina Iman Anak berusia berkisar 12-15 tahun bernyanyi didepan orang dewasa yang hadir dalam Talkshow Kebangkitan Kaum Perempuan di Aula Leo Soekoto, Gereja Santa Perawan Maria Ratu, Paroki Blok Q, Jakarta, Minggu, (16/4/2023).
Kegiatan yang digagas oleh Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) dan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK) Paroki Blok Q, menghadirkan dua pembicara yaitu Elisabeth Evaty Dewi, pencinta Wastra dan pemilik Jarik Addict serta Saskia Ubaidi Pegiat Literasi Politik Perempuan.
Mengawali kegiatan, Romo Benny Beatus Wetty, SJ mengajak wanita Katolik untuk belajar dari sosok inspiratif R.A Kartini. Di usia 12 tahun, dirinya sudah dipinggit, tetapi tetap memiliki semangat yang luar biasa. “Semangat ini perlu menjadi teladan bagi perempuan Katolik di Indonesia” sebut Romo Benny.
Ia juga mengajak umat melihat bagaimana peran perempuan dalam Gereja Katolik. Berkali-kali Paus Fransiskus menempatkan perempuan dalam Gereja dan memberi peran yang besar kepada mereka. Di Dewan Paroki Blok Q juga perempuan hampir mendominasi. Contoh lain sebut imam Jesuit ini, termasuk pencucian kaki oleh Paus Fransiskus berkali-kali kepada perempuan.
“Artinya tidak ada sikap diskriminasi dalam Gereja. Perempuan memegang peranan dan memimpin di tengah Gereja dan diharapkan situasi ini juga terjadi di tengah bangsa kita,” ajak Romo Benny.
Sementara itu, Elisabeth Evaty Dewi dalam sharingnya terkait kain tradisional Indonesia, ia mengajak kaum perempuan untuk melestarikan kain Nusantara sebagai identitas budaya Indonesia. Sebutnya, ada banyak jenis kain dimiliki bangsa ini yang unik dan banyak filosofi dengan makna yang mendalam.
Selain menjadi warisan leluhur, sebut Lisa, juga memberi optimisme di banyak sektor, khususunya sektor fashion pendukung Ekonomi Kreatif bangsa. “Ini pengalaman saya mendirikan Jarik Addict di masa pandemi. Awalnya bisnis ini adalah sekadar hobi mengoleksi kain-kain tradisional, dalam perjalanan makin menjanjikan. Dengan banyak stok kain membuat saya berpikir untuk mengoptimalkannya dengan mendirikan Jarik Addict.”
Lisa meyakini bahwa kain tradisional saat ini tidak lagi terkensan ‘kuno’, karena nyatanya masih menjadi warisan leluhur dengan nilai ekonomi yang tinggi. Jika melihat pembuktian, saat ini banyak orang muda termasuk artis atau publik figur mulai merasa nyaman dengan kain tradisional.
Pentingnya kain tradisional ini membuat kegiatan Talkshow ini diisi dengan pelatihan menggunakan kain tradisional kepada ibu-ibu yang hadir. Mereka diajarkan dan diberi tutorial langsung oleh Lisa terkait penggunaan kain jarik dengan cara sederhana tetapi terkesan elegan dan cantik. Kepada mereka yang sudah berhasil diminta fashion show.
Sementara itu, Saskia Ubaidi dalam pematerinya mengatakan perempuan itu pada dasarnya makhluk politik. Ia selalu terlibat dalam mengambil keputusan dalam keluarga. Jadi peran perempuan dalam politik itu bukan hal yang baru lagi. Perempuan Indonesia saat ini tidak lagi terkurung dalam kegelapan intelektual. Perempuan yang dulunya tidak diperkenankan sekolah hanya diperbolehkan membersihkan rumah, memasak, menjahit, dan mengurus anak, kini dapat mencicipi akses pendidikan.
Saskia juga mengajak forum untuk menengok kembali sejarah lahirnya WKRI dengan berbagai situasi dan kondisi politik bangsa. Tentu zaman ini, sebut Saskia, situasinya berbeda karena isu perempuan modern sudah beralih tidak lagi soal emansipasi tetapi KDRT, perkawinan anak usia dini, stunting, buruh migran, dan persoalan lainnya.
Dalam konteks politik praktis, Saskia menegaskan perempuan sering dihadapkan pada situasi kesenjangan, peluang terlibat dalam politik itu seringkali kurang karena dikalahkan budaya patriarki, belum lagi berhadapan dengan perannya sebagai ibu dan anak dalam keluarga. “Wajarlah banyak perempuan Indonesia merasa sudah cocok ketika jadi ibu saja. Hambatan utama adalah budaya. Politik itu urusan laki-laki dan urusan rumah adalah perempuan,” ungkap Saskia.
Dalam pandangan Saskia, representasi perempuan dalam bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Di indonesia sendiri perempuan yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar belakang, budaya patriarkhi, perbedaan gender. Meskipun sampai saat ini selalu ada upaya untuk memperbaiki persolan tersebut.
Sejauh pengalamannya, Saskia mengakui bahwa politik itu adalah pekerjaan mulia karena memperjuangkan nasib orang banyak. Maka itu, ia mengajak perempuan Katolik untuk ikut dalam politik, bila sudah terlibat dalam politik harus membawa isu perempuan. “Artinya bila ada yang mau menjadi caleg, menjadi kepala daerah maka perlu hadir dan menjadi representasi perempuan Katolik dengan membawa isu-isu perempuan agar menjadi perhatian bersama, ” tutur Saskia.
Mewakili panitia, Natalia Nenny mengatakan Talkshow kali ini dalam rangka memperingati Hari Kartini, 21 April dan memotivasi kaum perempuan untuk terus berkarya, mandiri, dan mengispirasi orang lain. “Kita juga mengajak kaum muda untuk mencintai tanah air lewat pelestarian warisan budaya, di antaranya kain tradisional Indonesia. Serta edukasi politik tentang peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Nenny.
Kegiatan hari ini diisi dengan beberapa rangkaian. Selain Talkshow, ada juga Workshop cara memakai kain lewat praktik secara langsung diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta budaya khususnya kain tradisional. Ada juga fashion show dengan memberikan rasa percaya diri sekaligus apresiasi terhadap budaya bangsa, serta mengajak generasi muda (anak-anak BIA dan OMK) untuk mengenal Pahlawan Wanita RA Kartini dengan mengadakan kegiatan “Mewarnai Gambar Wajah Ibu Kita Kartini”, dan Paduan Suara menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini”.
“Semoga kegiatan hari ini menginspirasi kaum perempuan sehingga mereka tampil menganimasi semakin banyak orang demi mengangkat harkat dan martabat manusia, khususnya terus terlibat menyiarkan isu-isu perempuan zaman ini,” demikian Nenny.
Yusti H. Wuarmanuk