HIDUPKATOLIK.COM – KITA semua bersyukur atas Paskah, bersama anak-cucu Abraham-Ishak-Yakub. Kitab-kitab Musa mengajak mereka semua “Jalan bersama” seraya mengimani, bagaimana Allah menciptakan manusia dan Keluarga Yakub, di tengah alam semesta, melewati segala suka dan duka, – sampai akhirnya mereka terjerumus masuk dalam ‘pembuangan di Tanah Mesir’.
Dalam pada itu, secara keseluruhan, mereka saling membantu dalam menyambut Perjanjian Allah, untuk senantiasa bersama-sama menyelenggarakan hidup Bangsa Tuhan itu, di tengah seluruh umat manusia dan dunia. Kel 11:4-6 menandai bagaimana Allah menyelamatkan keluarga Israel untuk kemudian membimbing mereka menuju ke Tanah Terjanji.
Dengan bimbingan Musa, mereka dituntun untuk Jalan Bersama sebagai Umat, yang mengimani Allah Penyelamat. Dalam “Jalan Bersama” (Yunaninya “SYN HODOS”) itu, umat Israel mengimani, bahwa Berkah Allah senantiasa melimpah: dalam ketaatan kepada Perintah Allah dan dalam kesatuan mereka sebagai orang beriman. Begitulah awal mula Kisah Sinodal, Jalan Bersama dalam Rahmat Allah.
Proses Synodal
Dengan mencermati Sejarah Umat Allah itu, pada Oktober 2021, Paus Fransiskus mengajak seluruh Gereja Universal bersama-sama memulai “Proses Sinodal”. Sebenarnya sudah sejak abad2 pertama kurun waktu Masehi, Gereja mengadakan “Syn-hodos” (=Jalan Bersama”), yang memberi kesempatan para pemuka Gereja untuk “berjalan bersama dan berunding” guna membereskan masalah-masalah yang dihadapi para murid Kristus, ya Gereja.
Perbincangan itu dalam sejarah diberi nama juga “Konsili” (=saat para warga Gereja merundingkan sejumlah masalah yang dihadapi murid Kristus). Kita mengenal Konsili Nikaya, Konstantinopel, Lyon, Trente dsb. Yang terakhir, kita mewarisi buah-buah Synode, yang disebut Konsili Vatikan II. Yang biasa hadir di dalam Synode dan Konsili adalah para Uskup (dan sering ditemani anggauta yang dianggap mampu memberi pandangan yang menjaga kesatuan dan kedalaman iman Gereja). Teolog Ratzinger pernah menjadi Penasihat Ahli dalam Synode Agung, yang disebut Konsili Vatikan II. Kemudian dia akan dipilih menjadi Paus Benediktus XVI.
Sesungguhnya, Jalan Bersama (=Synode=Syn Hodos) antara Sahabat dari Nasaret dengan murid-murid-Nya selama beberapa tahun adalah awal “mereka berkenalan secara lahir dan batin”. Bertahun-tahun mereka “Jalan Bersama Yesus” dengan pasang surutnya: mulai dari “Andreas jalan bersama ke rumah Yesus” sampai Andreas mengajak Simon jalan bersama mengenal Sahabat Barunya; kemudian mereka Jalan Bersama untuk belajar bersahabat dengan anaknya Tukang dari Nasaret itu.
Selanjutnya Syn Hodos itu berkembang bersama Keduabelasan, Tujuhpuluh Murid, ribuan teman-temin yang tidak terhitung jumlahnya. Dalam Jalan Bersama itu ada banyak kerikil dan ‘kerakal’, di samping keheningan doa di bukit maupun makan Pesta Kana serta “Lima Roti dan Dua Ikan”, di seling taufan dan konflik dengan sejumlah anak-cucu Abraham-Ishak-Yakub.
Di ujung Bukit, Guru Yesus memperlihatkan cinta-Nya kepada Bunda, Yohanes, murid-murid lain sampai mencurahkan “Darah dan Air” dari HatikudusNya. Itulah “Tanda dan Sarana”-Nya mewahyukan Kerahiman Allah, sehingga RohNya meresapi semua Murid (Yoh 20:22). Begitulah Ziarah Rohani mereka memuncak dalam Penyerahan Diri Tuhan Yesus sebagai Utusan Allah Bapa. Buahnya adalah Paskah Perjanjian Baru, yaitu ketika Sang Putera bangkit dari Wafat, membawa Hidup Baru.
Maria Paskahan
Semua murid Yesus boleh percaya, betapa Anak itu senantiasa ditemani dan berteman dengan Sang Perawan (Murid se-perjalanan-Nya, sejak diwahyukan sebagai perempuan yang dipenuhi rahmat, sehingga diperkenankan menjawab “Ya” kepada Panggilan Ilahi untuk mengambil bagian dalam Penjelmaan dan Penebusan Umat Manusia.)
Dalam kepercayaan itulah kita semua boleh yakin, bahwa Kebangkitan diwartakan pertama-tama kepada Bunda Maria. Kita mengimani, bahwa hidup manusia mulai bersemi-baru, ketika Bunda Maria menyambut Sang Putera dalam dirinya; dalam diri Perawan itu pula Sang Kristus melakukan mukjizad-Nya yang Pertama dan bersama Maria pula, Sang Putera menjadi Saksi Cinta Ilahi melalui Ajaran dan Persahabatan dalam aneka wujudNya.
Peristiwa itu menjadi utuh ketika Kristus yang bangkit, kita percaya, membawakan Kebahagiaan Paskah. Dalam seluruh “Perjalanan Itu”, Tuhan Yesus menyatu dengan Bunda Maria, yang juga melaksanakan Pengutusan Bapa. Kelak kemudian hari, Konsili Ephesus dan Paus Pius IX serta Pius XII menegaskan, betapa Bunda Maria menyatu dengan Sang Terbangkitkan dalam Jalan Bersama secara lahir dan batin, sampai kekal.
Magda Paskahan
Sementara itu, Injil memaparkan kepada kita, (Yoh. 20:11-18), bagaimana Maria Magdalena menjadi Saksi Perdana bagi Guru yang bangkit dari Wafat. Murid Terkasih ini tidak hanya secara batiniah Jalan Bersama dengan Hati Yesus, tetapi juga menyatu dengan Sang Sahabat. Oleh sebab itu, dia pula yang diutus menjadi Pewarta Kebangkitan bagi para murid lainnya.
Dengan demikian, bersama dengan banyak Utusan Perempuan Perjanjian Lama maupun Santa Maria, Maria ini diperkenankan Paskahan secara Istimewa, di muara Makam Tuhan. Bagi Sang Terbangkitkan, keterbatasan Tradisi Lama diubah menjadi Wujud Baru Persahabatan yang melampaui batas-gender yang silam. Dalam Tradisi baru ini, semua murid Kristus, siapa pun juga, adalah “SahabatNya” (Bdk. Yoh. 16:15).
Petrus Paskahan
Selanjutnya, ‘Murid yang dicintai Tuhan’ mencatat dengan baik dalam Yoh. 20:1-9, dengan memaparkan kepada Mata Iman kita, bahwa sudah lama Guru Nasaret memilih Petrus sebagai pemersatu bagi murid-murid-Nya. Itu pun diakui oleh para sahabat yang lain. Maka dari itu, Petrus diperkenankan menjadi Saksi Utama Kabar Paskah, secara jelas. Paskahan Petrus memberi keteguhan iman bagi para murid lain, guna menguatkannya, apabila pernah mengingkari Tuhan dan Gurunya.
Memang, kedatangan Sang Putera sungguh mau mewartakan kerahiman Bapa, sehingga mengampuni segala noda dosa. Dalam semangat iman itulah para Murid dipersatukan oleh Simon Petrus menyambut Sang Terbangkitkan secara mulia. Dalam spirit itu pula, Rasul-rasul Petrus diberi kewenangan untuk juga mengampuni dosa-dosa. Dengan semangat itulah, Gereja mengajak kita untuk merayakan Sakramen Tobat, pada Masa Paskah.
Rasul-rasul Paskahan
Lukas 24:13-35 memberi Warta Paskahan secara meluas. Sebab di dalamnya kita mendengar bagaimana bersama para murid Emmaus, semua rasul dikabarkan menyambut Sang Terbangkitkan dan merayakanNya dengan “PENUH SYUKUR” (Eucharistia). Dengan demikian, terpenuhi pula hasrat Tuhan Yesus, untuk mewartakan kesatuan-Nya dengan para Rasul dan dengan Bapa, dalam Roh Kudus. Dengan latar belakang kebersamaan itu, tepatlah ajakan Paus Fransiskus kepada seluruh umat, agar mengambil bagian sebaik mungkin dalam “Jalan Bersama” (Syn-hodos) sampai kedatangan kembali Sang Terbangkitkan.
Umat Berimana Paskahan
Yoh 20:22 mengajak seluruh umat menyambut Sang Terbangkitkan dan menerima hembusan Roh Kudus secara mesra, seraya disiapkan menyambut kedatangan Sang Putera yang kedua. Dengan demikian, Paskahan dipercayakan untuk dirayakan dalam seluruh Gereja selanjutnya. Kalau kita sekarang merayakan Kebangkitan Kristus, maka Pesta ini bukan pertama-tama urusan ritual dan komunal secara terbatas, melainkan dengan penuh syukur “Jalan-bersama Gereja Semesta” pula (LG a.1): “Allah datang kepada kita dan membawa keselamatan bagi kita serta semua orang yang mau diselamatkanNya seutuhnya”. Sesungguhnya, marilah kita memperdalam dan memahami-BERSAMA makna Pesta Paskah: waktu kita memuliakan Allah yang berkenan menyelamatkan manusia, dengan mendekati kita dan karena itu menyingkirkan akibat-akibat dosa, – yang berpuncak pada Maut.
Kita mensyukuri “Jalan Bersama-Synhodos” dalam Berkah Paskah Itu demi Kemuliaan Allah. Semua itu hanya mungkin karena, dengan “dilingkupi Roh Allah sejak awal” (Kej. 1:2), bersama Keluarga Kudus Nasaret, kita menjawab “Ya“ kepada sapaan Allah. Kita-Bersama-sama diundang untuk merayakan Paskah dalam semangat Synodal secara lahir dan batin. Untuk itu, marilah kita menyambut Paskah dengan seia-sekata berseru: “Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus! Alleluia!” Selamat Paskah!
HIDUP, Edisi No. 15, Tahun ke-77, Minggu, 9/4/2023