HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 2 April 2023 Hari Minggu Palma Mengenangkan Sengsara Tuhan, Yes.50:4-7; Mzm.22:8-9, 17-18a, 19-20, 23-24; Flp.2:6-11; Mat.26:14-27:66 (panjang) atau Mat.27:11-54 (singkat).
SAUDARA-saudari yang terkasih!
Hari ini adalah hari Minggu Pama. Pada hari Minggu ini kita memasuki Minggu Suci, dalam mana kita mulai mengenang kembali rangkaian kisah hari-hari terakhir hidup Yesus. Ada beberpa peristiwa yang akan kita kenang pada Minggu ini. Mulai dari bagaimana Yesus memasuki Yerusalem, reaksi para imam dan tua-tua orang Yahudi, perjamuan malam terkahir Yesus dengan para murid, berdoa di taman Getsemani, penangkapan, pengadilan di depan Mahkamah Agama, pengadilan di depan Pilatus, sampai pada penyaliban, kematian dan penguburan.
Semua rentetan peristiwa tadi telah terjadi pada Pesta Paskah Orang Yahudi. Hari itu sebenarnya kesempatan bagi orang Yahudi datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah dan menyucikan diri. Semua peristiwa itu tadi akan kita hadirkan kembali pada Minggu ini.
Kita hendak merenungkan setiap peristiwa yang mempunyai makna tersendiri bagi kita. Setelah lepas dari masa yang mengikat karena wabah virus Corona, tahun ini kita kembali dapat merayakan peristiwa Kristus ini secara meriah dalam kebersamaan dengan seluruh umat. Jika sebelumnya kita merayakannya dengan banyak pembatasan, syukur kepada Allah bahwa tahun ini kita merayakannya dengan lebih bebas.
Utusan Ilahi
Ada satu pertanyaan yang sangat serius dalam diri saya berkaitan dengan latar belakang perisiwa Yesus ini. Mengapa Yesus yang pada zaman itu dialami banyak orang sebagai utusan Ilahi, yang datang ke dunia mengajarkan pesan-pesan Ilahi dan mewartakan Kerajaan Allah, yang mengajak manusia bertobat, menampakkan wajah Allah yang berbelas kasih lewat perbuatan menyembuhkan, membuat mukjizat bahkan membangkitkan orang mati, pada akhirnya dijadikan senasib dengan penjahat dan mengalami nasib tragis disalibkan dan mati?
Jawaban atas keingintahuan ini saya temukan dalam Injil sendiri. Saya mencoba memperhatikan bacaan-bacaan Misa harian satu minggu sebelum hari Minggu Palma ini. Secara manusiawi saya mengerti mengapa peristiwa ini terjadi dengan Yesus. Penginjil menghantar para pendengar untuk mengerti latar belakang peristiwa bersejarah ini. Rupanya peristiwa ini banyak dipicu oleh adanya ketegangan antara Yesus dengan para imam, ahli Taurat, dan penatua-penatua orang Yahudi.
Kehadiran Yesus yang adalah utusan Ilahi ini, rupanya menjadi ancaman bagi Pemuka agama Yahudi. Pemuka agama Yahudi itu adalah para imam, ahli-ahli Taurat, dan Penatua-penatua agama. Mereka ini sebenarnya panutan dalam hal keagamaan. Tetapi sering bahwa mereka ini dianggap seperti orang yang munafik, membebani umat Allah dengan banyak peraturan. Para pemuka agama inilah pihak yang menghalangi Yesus datang ke Yerusalem.
Sedari awal pelayanan-Nya, kehairan Yesus sungguh menggelisahkan dan menjadi ancaman bagi para pemimpin agama ini. Sedemikian menggelisahkan maka mereka ini sering juga mengamat-amati Yesus sekadar mencari kesalahan, terutama kesalahan yang melanggar hukum Taurat. Kegelisahan dan rasa terancam mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan kepada Yesus atau kepada murid Yesus tentang komitmen Yesus akan hukum Taurat.
Misalnya pertanyaan mengapa Yesus bergaul dan makan Bersama orang berdosa, mengapa murid-murid Yesus makan dengan tidak mematuhi adat-istiadat orang Yahudi, mengapa murid-murid Yesus tidak berpuasa dan banyak lagi pertanyaan sering menguji dan menjerat Yesus. Mengapa kehadiran Yesus yang adalah utusan Ilahi ini sungguh menggelisahkan dan menjadi ancaman bagi pemimpin agama ini?
Inilah jawaban mengapa pemuka agama itu gelisah. Banyak orang kagum dengan pengajaran Yesus. Yesus berkhotbah dan mengajar dengan penuh wibawa. Dia membuka mata orang akan arti hukum dan aturan-aturan dengan menggali nilai dari setiap peraturan yang ada. Sementara para pemimpin agama ini merasa diri kurang laku karena bertindak legalis. Selain itu, Yesus juga mengajar murid-murid-Nya dengan perkataan. “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih baik dari pada hidup keagamaan alhi-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kamu tidak akam masuk dalam kerjaan surga.”
Yesus juga membuat banyak aksi yang membuat mata orang melihat bahwa utusan Allah sedang ada di antara mereka. Semakin para pemuka agama itu mengkritik Yesus semakin tidak laku mereka dihadapan khalayak ramai. Situasi ini membuat para pemimpin agama cemas dan terancam. Inilah yang memicu ketegangan antara Yesus dengan Pemuka agama. Apakah kecemasan ini hanya sekedar iri hati?
Injil pada hari Sabtu sebelum Minggu Palma menuturkan penolakan sekaligus komplotan kaum pemimpin elit Yahudi yang berencana mau membunuh Yesus.
Mereka makin bertekad bulat menyingkirkan Yesus karena ketakutan akan pengaruh Yesus yang semakin kuat dan meluas dengan tanda-tanda mukjizat yang dilakukan-Nya. Lebih hebat lagi penolakan ini setelah Yesus membangkitkan Lazarus. Akan ada ancaman dan bahaya besar untuk kelangsungan keberadan agama Yahudi jika orang banyak percaya dan mengikuti Yesus. Ini bukan persoalan sederhana, soal iri hati atau kelah tenar, tetapi persoalan keberadaan sebagai bangsa yang melekat dengan agama.
Maka mereka bersepakat bahwa Yesus harus disingkirkan. Tetapi dengan jalan apa? Kayafas, Imam Besar pada masa itu berkata: “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa” (Yoh. 11:48-50). Dengan pernyataan ini, Yesus mau dijadikan tumbal – korban dan dibunuh tentunya. Dan terbukti nanti dalam pengadilan agama, Kayafas menuduh Yesus itu sebagai seorang yang menghujat Allah. Dan pada akhir perikop Injil itu orang bertanya satu sama lain, “akan datangkah Yesus ke pesta paskah orang Yahudi?” Banyak orang mengetahui ketegangan ini bahkan rencara jahat pemuka agama ini.
Memasuki Yerusalem
Hari ini kita peringati bagaimana Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggangi keledai. Terjawab pertanyaan orang-orang tadi. Yesus barangkali sengaja memilih keledai sebagai kendaraan menuju Yerusalem. Dia tidak menunggang kuda yang menjadi lambang kekuatan, kejayaan, wibawa, dan keperkasaan. Yesus menggunakan tunggangan keledai yang muda, lemah, sulit dikendalikan.
Ini adalah gambaran peristiwa yang akan dihadapi oleh Yesus. Yesus harus mengendalikan diri dan tetap berpegang pada kehendak Bapa ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang mencoba menjungkirbalikkan kebijaksanaan, kekuatan yang mencoba membatasi gerak utusan Ilahi yang sedang datang ke Yerusalem. Penginjil Matius mengajak kita untuk melihat kewibawaan Yesus yang nampak dalam sikapnya sebagai Tuhan yang lemah lembut. Dengan demikian nanti dalam mengikuti kisah penghinaan, penderitaan, penyalibannya kita tetap dapat melihat sisi Yesus yang anggun dan berwibawa itu.
Apa hal yang mau dikatakan dengan ini? Kisah ini mau mengatakan bahwa Yesus sanggup menyetir hal yang sukar. Maka jelas yang hendak dikatakan: ia orang yang penuh kearifan. Ia dapat menyatukan kejayaan dan kelemahlembutan, dua keutamaan yang sulit dibayangkan ada bersama pada diri orang yang sama. Yesus tetap setia pada jalannya. Setia pada misinya. Misi-Nya adalah menampakkan wajah Allah yang berbelaskasih, lemah lembut, arif, bijaksana, menguasai diri.
Dia setia dan taat kepada Dia yang mengutus-Nya, yaitu Allah Bapa. Baginya tetap berlaku gambaran yang bertumpang-tindih antara raja yang jaya dan kelembutan yang membuat-Nya rapuh di hadapan kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha menjungkir-balikkan kebijaksanaan dengan mempergunakan baik Yudas maupun Pilatus.
Yesus tetap berada di dalam garis kebijaksanaan hingga akhir. Dia berhasil menyetir dan mengarahkan tunggangan yang sukar. Inilah kebesaran utusan Ilahi yang dirayakan selama Minggu Paskah ini.
Kita menyambut seorang Raja yang memadukan dua gaya kepemimpian yakni penuh wibawa dan lemah lembut. Dia adalah Raja yang membebaskan dan menyelamatkan kita dengan jalan setia dan taat kepada Dia yang mengutus-Nya.
“Yesus membuka mata orang akan arti hukum dan aturan-aturan dengan menggali nilai dari setiap peraturan yang ada.”
HIDUP, Edisi No. 14, Tahun ke-77, Minggu, 2 April 2023