HIDUPKATOLIK.COM— “Saya selalu memiliki kehidupan doa yang aktif tetapi ini adalah kesempatan untuk memperdalam kehidupan doa itu.”
SIAPA yang belum pernah menonton serial TV “The Chosen”? Ditulis dan disutradai oleh Dallas Jenkins, serial ini mengisahkan kehidupan Yesus dan para rasul-Nya, memberikan pandangan relasi yang mendalam Kristus dengan manusia yang dihubungkan ke dalam kisah sejarah keselamatan. Selama musim pertamanya, acara tersebut adalah serial televisi dengan dana terbesar yang pernah ada dan telah diterjemahkan ke dalam 56 bahasa.
Dari delapan episode season pertama, serial ini menghidupkan perikop Injil atau karakter Perjanjian Baru dengan cara yang sangat nyata dan menarik. Rasanya seperti menonton film popular lainnya di mana diproduksi dan ditulis dengan baik, lucu, serta penuh aksi. Namun di balik kemasan yang dekat penonton ini, ada sesuatu yang jauh lebih dalam, sesuatu yang tidak pernah kita lihat dalam rata- rata seri Netflix yang pernah kita tonton. Di dalamnya setiap dialog dan alur cerita sungguh meneguhkan, penuh doa, dan membawa kita pada kerinduan untuk memiliki hubungan yang otentik dan intim dengan Yesus.
Tentu saja, kesuksesan serial ini juga tidak lepas dari diri sang aktor, Jonathan Roumie, yang memainkan peran Yesus. Jonathan menunjukkan kepada kita pribadi Yesus yang lembut, lucu, sekaligus menawarkan pertunjukan yang memperkaya doa dan mengajak penonton untuk mengenal pribadi Yesus dengan cara yang baru.
Terlepas dari kehidupannya sebagai seorang aktor, ia juga memiliki hidup
doa yang baik. Ia tidak malu memimpin live streaming berdoa Kaplet Kerahiman Ilahi selama karantina dan dengan bangga membagikan cintanya kepada Kristus dengan audiens dari sistem kepercayaan apa pun. Aktor berusia 48 tahun ini adalah seorang Katolik taat.
Lahir di New York City, Amerika Serikat, Jonathan dibaptis secara Ortodoks Yunani. Usai keluarganya pindah dari New York ke pinggiran Long Island, keluarganya berjuang untuk menemukan Gereja Ortodoks Yunani. Ayahnya yang lahir dan besar di Mesir, pernah mengeyam pendidikan di sekolah Katolik dan akrab dengan iman Katolik. Ibunya adalah seorang Katolik Roma dari Irlandia. Oleh karena itu, ketika mereka tidak dapat menemukan Gereja Ortodoks Yunani, keluarga tersebut merasa wajar untuk datang ke Gereja Katolik setempat. Di sanalah Jonathan menerima Sakramen Ekaristi dan Penguatan sebagai seorang Katolik.
Pertobatan Mendalam
Dalam perjalanan imannya sebagai seorang Katolik, pria kelahiran 1 Juli 1974 ini secara terbuka berbicara mengenai kisah pertobatan mendalam yang ia alami. Ia menuturkan bahwa empat setengah tahun yang lalu ia mulai bertumbuh dalam imannya. Ia pernah menjadi anggota aktif di parokinya dan berpartisipasi dalam beberapa pelayanan seperti menjadi sponsor di RCIA (Rite of Christian Initiation of Adults), pelayan Ekaristi, dan lektor. Meskipun kegiatan pelayanannya begitu aktif, ia tidak membiarkan Tuhan mengambil bagian dalam perjalanan karirnya. Hingga saat ia dibawa ke dalam jurang kemiskinan, akhirnya ia pun membiarkan Tuhan mengambil kendali penuh atas hidupnya.
“Saat di Los Angeles hidupku telah mencapai titik terendah dalam banyak hal baik emosional, finansial, maupun spiritual,” akunya jujur. Meskipun mampu “menyulap” enam sampai tujuh pekerjaan, Jonathan tetap terlilit utang, rekening gironya terlalu banyak, ia tidak punya makanan, hanya uang sebesar USD 20 atau sekitar Rp 300.000 nangkring di dompetnya. Di sisi lain, ia harus bergelut dengan berbagai tagihan dan ia sendiri tidak tahu bagaimana harus melunasinya.
Di tengah keadaan yang terpuruk itu, ia merendahkan dirinya dan berlutut di depan salib. “Aku akan meninggalkan semua kecemasan ini, semua kekhawatiran ini, semua masalah yang aku miliki. Aku akan meninggalkannya bersama-Mu dan aku tidak akan mengkhawatirkannya dan aku memercayai-Mu untuk mengurusnya,” ungkap isi hatinya di hadapan Kristus yang menderita.
Sontak, ia merasakan damai merayap. “Aku merasakan kedamaian luar biasa bahwa semuanya akan baik-baik saja,” ungkapnya lembut. Di dalam kepercayaan penuh pada Tuhan dengan hidup yang terbatas, harapannya bertumbuh.
Tak disangka, selang beberapa hari, ia menerima tiga cek tak terduga melalui pos. Saat itulah ia sadar akan penyelenggaraan Tuhan dan detik itu juga ia sungguh-sungguh menyerahkan perjalanan karirnya kepada Tuhan.
“Saya benar-benar menerima keajaiban finansial dalam hidup saya,” sebutnya. Dengan cek itu ia bisa memperbaiki posisi keuangannya. Belum habis disitu, ada kejutan lain yang datang dari Tuhan, tiga bulan kemudian, Jonathan mendapatkan peran sebagai bintang “The Chosen”, memainkan peran Dia yang telah menyelamatkan hidupnya.
“Saya menggaruk kepala saya setiap hari dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua yang Dia berikan kepada saya. Saya tidak menerima begitu saja dan bersyukur berada di sini,” ujarnya terpesona akan penyelenggaran Tuhan. Sejak saat itu, ia sadar akan penyelenggaraan Tuhan dan detik itu juga ia sungguh-sungguh menyerahkan perjalanan karirnya kepada Tuhan.
Peran Yesus
Ini bukan kali pertama Jonathan memerankan Yesus. Pengalaman pertamanya ketika berpartisipasi dalam pertunjukan keliling yang mengangkat kisah kehidupan Santa Faustina, seorang biarawati Polandia, yang memiliki serangkaian penampakan tentang Kristus yang memintanya untuk menuliskan semuanya. Kini bisa kita baca dalam buku berjudul “Diari Santa Faustina” yang mengarah pada devosi Kerahiman Ilahi. Minggu pertama setelah Paskah disebut Minggu Kerahiman Ilahi.
“Saya berkeliling selama empat tahun berperan sebagai Yesus saat itu dan itulah pertama kali saya berperan sebagai Yesus,” jelasnya. Peran ini begitu penting bagi Jonathan karena ia secara pribadi memiliki kesempatan untuk mencoba masuk ke dalam hati dan Roh Juruselamatnya, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
“Saya selalu memiliki kehidupan doa yang aktif tetapi ini adalah kesempatan untuk memperdalam kehidupan doa itu dengan mencoba membayangkan bagaimana Dia akan bereaksi terhadap orang-orang, dalam hal ini Santa Faustina, kepada siapa Dia menyampaikan pesan,” imbuhnya. Sedangkan, di dalam serial “The Chosen”, ia mengaku, tujuan utamanya dalam karakter Yesus di sini untuk menggambarkan hati dan kasih Kristus bagi seluruh umat manusia.
“Bagi saya, sebagai seorang aktor, itu dimulai dengan berhubungan dengan rekan aktor saya dan semua orang di sekitar saya dengan hati yang jauh lebih terbuka, rasa kasih sayang dan kebaikan. Ketika hal-hal memiliki peluang untuk mengganggu keseimbangan kedamaian seseorang, yang sering terjadi sebagai manusia, saya mencoba melihatnya sebagai peluang untuk melampaui itu dan mempraktikkan belas kasih, kesabaran, dan kerendahan hati sesering mungkin,” jelasnya untuk menghidupkan suasana.
Lanjutnya, “Keyakinan saya telah menjadi bagian integral dalam persiapan saya untuk peran tersebut. Untuk menggambarkan karakter apa pun dengan jujur, Anda harus mulai dengan kebenaran pribadi dan benar-benar mendefinisikan apa itu untuk Anda, terutama mengenai sifat-sifat tertentu dalam suatu karakter.” Untuk itu, Jonathan melakukan penelitian sebanyak mungkin dengan membaca, banyak berdoa, dan ketika memiliki kesempatan untuk pergi mengikuti Misa Kudus saat berada di lokasi syuting, ia akan mencoba untuk Misa harian dan pergi menerima Sakramen Tobat sesering mungkin.
“Semua ini agar saya lebih dekat dengan Kristus dan membawa lebih banyak kemanusiaan-Nya dan hati-Nya ke dalam kesadaran saya yang kemudian akan saya gunakan sebaik mungkin dalam peran di setiap adegan,” cetusnya. Tak lupa, ia pun mengingatkan kepada Orang Muda Katolik (OMK) bahwa Kristus sungguh mengasihi mereka.
“Yesus telah melewati setiap emosi, pergumulan, pencobaan, setiap tahap kehidupan kecuali usia tua. Ia harus belajar bicara, bahasa, berhitung, baca, tulis. Ia tertawa, menangis, dan merasakan sakit karena pengkhianatan. Ia merasakan cinta. Dan sekarang, di zaman kita, kita semua dapat merasakan lebih dekat dengan Yesus melalui pergumulan dan pencobaan kita. Melalui doa kita. Merasakan betapa Dia mengasihi kita,” tukasnya.
Di Masa Prapaskah ini, bersama Jim Caviezel, pemeran Yesus dalam film “The Passion of Christ” ia akan bergiliran membaca buku “Mengikuti Jejak Kristus” selama 40 hari di aplikasi Katolik “Hallow”. Buku ini adalah buku yang paling banyak dibaca setelah Kitab Suci. “Semoga ini dapat membantu kalian yang ingin terhubung dengan Kristus sekaligus mampu mengubah hidupmu pada masa Prapaskah,” harapnya lagi.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP, Edisi No.09, Tahun ke-77, Minggu, 26 Februari 2023