HIDUPKATOLIK.COM – SEBUAH peristiwa penting berlangsung di Jakarta beberapa waktu lalu. Pertemuan perdana pemimpin umum religius perempuan di Indonesia. Mereka adalah anggota Persekutuan Para Pemimpin Umum Religius Perempuan Indonesia (UISG-INA), sebuah ranting dari UISG (International Union Superiors of General) yang berbasis di Roma, Italia. UISG-INA berdiri pada 5 Desember 2015. Hadir pada pertemuan ini Ketua International Union Superiors of General (UISG), Suster Nadia Coppa, ASC. Suster Nadia, kendati dalam waktu yang singkat, sempat memaparkan situasi dan tantangan terkini kehidupan para religius perempuan di seluruh dunia. Para pemimpin juga sempat mengatakan dialog dengan Suster Nadia. Bahkan, kesempatan dialog ini menjadi momen yang menarik bagi para pemimpin untuk berbagi pengalaman, terutama bagaimana mereka mengelola tarekat masing-masing.
Dari sekian banyak problematika yang mengemuka dalam peristiwa ini, termasuk masalah ekonomi, persoalan pendidikan para biarawati menjadi sorotan para pemimpin yang hadir. Pendidikan dalam arti seluas-luasnya. Tak hanya bagi para biarawati tapi juga para calon biarawati. Bagi para biarawati, para pemimpin merasakan adanya urgensi pendidikan berkelanjutan alias ongoing formation. Penghayatan dan pendalaman spiritulitas tarekat tak memadai lagi hanya mengandalkan pendidikan selama para biarawati berproses dalam masa-masa pengikraran kaul-kaul sementara sebelum akhirnya memutuskan/diputuskan untuk kaul kekal. Pendidikan pasca pengikraran kaul kekal pun perlu mendapat perhatian agar para suster terus merasakan api dan semangat panggilan mereka. Pengalaman dalam karya menjadi jalan untuk menemukan kehendak Allah dalam diri mereka. Penghayaan akan triprasetia harus terus dipupuk dan disuburkan dalam karya mereka di dalam tarekat.
Pendidikan bagi generasi muda, para calon biarawati juga mendapat perhatian serius. Di sini dirasakan, para calon-calon biarawati zaman now telah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi era digital ini. Tidak mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari kelekatan pada gadget. Selain itu, daya kritis mereka juga berbeda dengan calon-calon biarawati yang belum mengalami booming teknologi ini.
Pertemuan para pemimpin ini tentu saja menjadi momen yang sangat berarti bagi para peserta. Selain berbagi pengalaman dalam menghadapi aneka tantangan, momen ini juga menjadi kesempatan untuk saling meneguhkan di antara mereka. Ini memang pertemuan perdana sejak persekutan ini didirikan.
Kita berharap pertemuan ini membawa semangat baru bagi para pemimpin untuk kian berani menghadapi tantangan hidup para religius perempuan di masa-masa yang akan datang. Tantangan demi tantangan akan datang silih berganti sesuai dengan perkembangan dan perubahan dunia yang tak bisa diprediksi. Kehadiran para religius perempuan tentu tak kalah makna dan perannya dengan para religius laki-laki. Para religus laki-laki juga menghadapi tantangan atau problematika yang tak jauh berbeda. Seperti disampaikan Suser Nadia, para birawati harus selalu berada di garis depan dalam menghadapi bebagai tantangan perkembangan dunia saat ini.
HIDUP, Edisi No. 10, Tahun ke-77, Minggu, 5 Maret 2023