web page hit counter
Kamis, 14 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Pemimpin Katolik Membuka Gereja Baru di Rumah Keluarga Antaragama UEA

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Tiga agama Abraham – Yudaisme, Kristen, dan Islam – sekarang berbagi tempat yang sama untuk beribadah di Uni Emirat Arab yang mayoritas Muslim dengan dibukanya Rumah Keluarga Abraham di Abu Dhabi.

Begitulah impian Paus Fransiskus dan Imam Besar Ahmed Al-Tayeb, yang pada 2019 menandatangani ikrar bersejarah yang menyerukan perdamaian dan persaudaraan antara agama dan bangsa. Empat tahun kemudian, sebuah sinagoga, gereja, dan masjid berdiri di seberang paviliun pengunjung sekuler di kompleks antaragama yang dimaksudkan untuk mendorong niat baik dan pengertian.

Mewakili Paus untuk perayaan doa pertama di Gereja St. Fransiskus Assisi yang baru adalah Kardinal Michael L. Fitzgerald, mantan presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama.

“Tempat doa juga harus menjadi tempat sukacita, dan saya harap ini berlaku bagi kita semua yang hadir di sini,” kata Fitzgerald pada misa hari Minggu di gereja baru.

Fitzgerald menyampaikan salam paus. Dia mengatakan Paus Fransiskus mendorong semua yang berkumpul “untuk melanjutkan budaya dialog sebagai jalan kita; untuk mengadopsi kerja sama timbal balik sebagai kode etik kita; dan untuk berusaha membuat pemahaman timbal balik sebagai metode konstan dari usaha kita.”

Kardinal Michael Fitzgerald memimpin ibadat pertama di Gereja Fransiskus

Uskup Paolo Martinelli, vikaris apostolik Arab Selatan, berbicara pada misa dan merenungkan arti dokumen “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama,” juga dikenal sebagai deklarasi Abu Dhabi, yang ditandatangani oleh paus dan Otoritas hukum tertinggi Islam Sunni.

“Kita telah memasuki fase baru dalam sejarah agama,” kata Martinelli. “Dengan dokumen Abu Dhabi tentang persaudaraan manusia, sebuah dokumen kenabian dan berpandangan jauh ke depan, agama-agama disajikan dalam kapasitas aslinya untuk berkolaborasi dan berkontribusi bersama dalam pembentukan dunia yang lebih manusiawi, di mana kita semua mengakui diri kita sebagai saudara dan saudari, terpanggil untuk persaudaraan, untuk hidup berdampingan dan toleransi, saling menerima, dan memajukan keadilan dan perdamaian.”

Dia mencirikan gereja sebagai hadiah untuk Paus Fransiskus dan dia menggambarkan St. Fransiskus dari Assisi yang namanya sama sebagai “orang suci persaudaraan universal, perdamaian, dan rekonsiliasi, dan orang suci penjaga ciptaan.”

“Yang Mulia Paus Fransiskus ingin mengambil nama santo agung ini justru untuk mengingat kembali nilai persaudaraan, perdamaian, dan ciptaan serta menunjukkan prioritas kedekatan antarumat manusia, terutama bagi mereka yang miskin dan membutuhkan,” kata Uskup Martinelli.

Baca Juga:  Setelah Sinode III Keuskupan, Uskup Sibolga, Mgr. Fransiskus Sinaga: Iman Perlu Berakar, Bertumbuh dalam Persekutuan dan Berbuah dalam Kesaksian

Rumah Keluarga Abrahamik dirancang oleh arsitek Ghana-Inggris David Adjaye, yang karyanya termasuk Smithsonian National Museum of African American History and Culture di Washington, D.C.

Ketiga tempat ibadar tersebut berada dalam bangunan terpisah yang sengaja dibangun dengan ketinggian yang sama dan dimensi luar yang sama. Setiap bangunan berbentuk kubus, dengan panjang masing-masing sisi 30 meter, sekitar 98,4 kaki.

Mengikuti tradisi bangunan masing-masing agama, masjid berorientasi ke Mekah, sinagoga berorientasi ke Yerusalem, dan gereja berorientasi ke timur, arah matahari terbit.

Kompleks Masjid Ahmed Al-Tayeb, yang mengadakan salat Jumat perdana pada 17 Februari, dinamai Imam Besar Masjid dan Universitas Al-Azhar saat ini.

Sinagoge Moses Ben Maimon dinamai untuk filsuf Yahudi abad pertengahan yang juga dikenal sebagai Maimonides. Jemaat Yahudi mendedikasikan ruang ibadah itu lebih awal pada hari Minggu.

Kompleks ini memiliki pusat penyambutan yang diresmikan pada 16 Februari. Pusat penyambutan ini bertujuan untuk menawarkan program yang menampung para sarjana dan pemimpin pemikiran dari seluruh dunia. Ini bertujuan untuk membantu pengunjung menjelajahi dan memahami agama Abraham dan menyediakan ruang bagi komunitas agama dari UEA dan di seluruh dunia untuk menjalankan keyakinan mereka.

“Visi kami adalah agar orang-orang berkumpul dalam damai, beragam dalam keyakinan kami, namun memiliki kesamaan dalam kemanusiaan kami,” kata Rumah Keluarga Abrahamik di situs webnya. “Misi kami adalah untuk menjembatani kemanusiaan kita bersama melalui pertukaran pengetahuan, dialog, dan praktik iman. Nilai-nilai kami adalah hidup berdampingan secara damai, keingintahuan, dan sentralitas persaudaraan manusia.”

Gereja Santo Fransiskus dari Assisi akan secara resmi ditahbiskan di kemudian hari, memungkinkan sakramen-sakramen Katolik dirayakan di sana.

Pada kebaktian hari Minggu, Kardinal Fitzgerald merenungkan bacaan dari Kitab Yesaya (Yesaya 59:7) tentang rumah doa Tuhan.

“Anda akan memperhatikan bahwa nabi mengatakan itu harus menjadi ‘rumah doa untuk semua orang’, dan saya yakin ini akan terjadi, karena ibadah Kristen membawa kita keluar dari diri kita sendiri,” kata kardinal. “Ibadah pertama membawa kita untuk memuji Tuhan, yang layak atas semua pujian, dan untuk berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Karunia yang telah memberi kita begitu banyak karunia. Namun ibadah membuka diri kita kepada orang lain, menanamkan dalam diri kita ’kepedulian akan keadilan’, mendorong kita untuk bertindak dengan integritas.

Baca Juga:  IFTK Ledalero, Komisi JPIC SVD, dan Mitra Menggalang Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Terdampak Erupsi Lewotobi

“Kita tidak dapat benar-benar berdoa kepada Tuhan tanpa mengingat anggota lain dari keluarga Abraham, dan bahkan keluarga manusia,” kata kardinal.

Abrahamic Family House atau Rumah Keluarga Abraham. Bertempat di Abu Dhabi, persisnya di wilayah Budaya Saadiyat Cultural District. Foto: Istimewa

Uskup Martinelli menambahkan, “Semoga doa perdamaian, rekonsiliasi, dan kebajikan selalu naik ke surga dari tempat ibadah ini… Semoga kenangan akan Kristus Yesus, yang kita anggap sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, anak Allah Yang Maha Tinggi dan penebus dunia, menjadi berkat bagi semua. Semoga Injil menjadi sumber komitmen terhadap perdamaian dan keadilan dan berkontribusi pada kemajuan orang dan sukacita semua.”

Yoannis Lahzi Gaid, seorang imam Katolik Koptik yang merupakan anggota Higher Committee of Human Fraternity, menyampaikan sambutan kepada hadirin. Orang lain yang hadir termasuk Uskup Paul Hinder, vikaris emeritus apostolik Arab Selatan, dan Monsinyur Kryspin Dubiel, kuasa usaha misi diplomatik Vatikan ke UEA.

Kardinal Fizgerald mengutip seruan St. Paulus untuk mengingat dalam doa otoritas politik dan orang lain yang bertanggung jawab atas kesejahteraan kita.
“Saya kira patut untuk berterima kasih kepada Tuhan atas para pemimpin negara ini yang telah menyambut pembangunan Rumah Keluarga Abraham ini dan yang telah menyambut kita semua di sini,” katanya. “Tidak mudah bagi para pemimpin politik di zaman kita ketika kita melihat begitu banyak kekerasan dan konflik. Kita berdoa agar mereka dapat terus memimpin kita di jalan rekonsiliasi, keadilan, dan perdamaian.”

Dia juga mengutip pembacaan doa dari Injil, Kidung Zakharia, sebuah berkat bagi bayi Yohanes Pembaptis.

“Apa yang dia inginkan adalah agar kita semua dapat melayani Tuhan ‘dalam kekudusan dan kebajikan di hadirat-Nya, sepanjang hidup kita’,” kata kardinal. “Pembukaan Rumah Keluarga Abraham tentu bukan hanya untuk kita yang hadir hari ini. Ruang ini juga untuk mereka yang akan datang setelah kita, untuk selamanya. Sambil bersyukur kepada Tuhan atas peresmiannya, marilah kita berdoa juga agar dapat terus melayani semua orang, mempromosikan keadilan, rekonsiliasi, dan perdamaian.”

Baca Juga:  KWI Menyatakan Keprihatinan Mendalam atas Bencana Alam Erupsi Lewotobi

Mengomentari pembukaan Rumah Keluarga Abrahamik, Presiden UEA Sheikh Mohamed mengatakan bahwa negara tersebut memiliki “sejarah yang membanggakan tentang orang-orang dari berbagai komunitas yang bekerja sama untuk menciptakan kemungkinan baru.”

“(Kami) tetap berkomitmen untuk memanfaatkan kekuatan saling menghormati, pengertian, dan keragaman untuk mencapai kemajuan bersama,” katanya di Twitter 16 Februari.

Kardinal Miguel Ángel Ayuso Guixot, presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, hadir pada peresmian kompleks itu pada 16 Februari. Menurut Kantor Berita Emirates, kardinal itu mengatakan Rumah Keluarga Abrahamik adalah “contoh nyata bagi orang-orang dari berbagai agama, budaya, tradisi, dan kepercayaan untuk kembali ke hal yang hakiki: cinta kepada sesama.”

“Ini akan menjadi tempat yang mempromosikan dialog dan saling menghormati, dan bertindak dalam pelayanan persaudaraan manusia saat kita berjalan di jalan perdamaian bersama,” kata kardinal.

Meskipun pemerintah UEA telah bekerja untuk mempromosikan negara tersebut sebagai contoh koeksistensi agama, ia telah menuai kritik karena catatan hak asasi manusianya, perlakuannya terhadap migran, dan bahkan kontrolnya terhadap Muslim lainnya.

Kardinal Miguel Ayuso (tengah) dan Pastor Markus Solo Kewuta, SVD (kanan) di depan Rumah Keluarga Abraham. Bertempat di Abu Dhabi, persisnya di wilayah Budaya Saadiyat Cultural District. Foto: Istimewa

Dalam laporan Desember 2022, “Toleransi, Kebebasan Beragama, dan Otoritarianisme,” Komisi Kebebasan Beragama Internasional A.S. mengatakan bahwa UEA mewakili “pola dasar negara otoriter yang telah banyak berinvestasi dalam berbagai inisiatif dan proyek yang didedikasikan untuk RTP (keagamaan), promosi toleransi) sebagai elemen efektif dari branding negara yang lebih luas dan diplomasi internasional.

Itu “secara rutin dipuji karena sikapnya yang ramah terhadap ekspatriat dari komunitas agama minoritas” dan berencana untuk membangun sebuah kuil Hindu, kata laporan itu. Namun, kritikus domestik terhadap pemerintah secara rutin ditangkap. Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa para imam di emirat “diawasi dengan ketat” dan teks untuk khotbah Jumat “dikendalikan dengan ketat.”

Islam adalah agama resmi UEA dan konstitusinya memberikan kebebasan beragama sejauh sesuai dengan kebiasaan dan tidak bertentangan dengan kebijakan publik dan moral publik, menurut Laporan Departemen Luar Negeri AS 2021 tentang Kebebasan Beragama Internasional. Hukum UEA tidak secara langsung melarang umat Islam pindah ke agama lain. Akan tetapi, berkotbah menentang Islam atau menyebarkan agama Islam dapat dihukum hingga lima tahun penjara. **

Kevin J. Jones/Frans de Sales, SCJ

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles