web page hit counter
Selasa, 5 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

MEMAHAMI MAKNA ABU SAAT MEMASUKI MASA “RETRET AGUNG” PRAPASKAH

5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – MOMEN di pagi hari Senin, 13 Februari 2023 lalu menorehkan kesan mendalam, setidaknya bagi penulis. Inilah pertama kali mengikuti ibadat pembakaran daun palma di Gereja St. Laurensius, Alam Sutera, Tangerang Selatan. Langit rada mendung, udara sejuk karena jarum jam baru mau menuju pukul 07.00 saat dimulainya ibadat.

Kepala Paroki Alam Sutra, Romo Hadi Suryono dalam kata pengantarnya mengatakan,“Daun palma yang akan kita bakar ini melambangkan kerelaan kita meninggalkan manusia lama. Dulu daun palma ini kita pakai untuk mengarak dan mengelu-elukan masuknya Yesus ke Kota Yerusalem, tapi kini telah kotor penuh debu.  Bersama dengan hancurnya daun palma yang akan kita bakar, kita haturkan segala kekurangan dan kebiasaan buruk kita kepada Tuhan agar lebur dan disingkirkan dari hati kita”.

Pesan yang nampak sederhana ini, maknanya sangat mendalam untuk direnungkan dan dihayati. Meninggalkan manusia lama sungguh bukan upaya mudah, mungkin aku terlanjur nyaman. Menghaturkan segala kekurangan dan kebiasaan buruk agar lebur dan disingkirkan dari hati kita adalah proses yang butuh perjuangan dan kerendahan hati. Tentu kita perlu bantuan Kasih Allah. Ini sungguh akan menjadi bahan refleksi sekaligus tantangan dalam Masa Prapaskah.

Setelah menutup ibadat, dengan percikan air suci, Romo Hadi memberkati  daun-daun palma kering, baik yang ada di wadah pembakaran maupun di kantong-kantong plastik hitam.

Setelah itu, mulailah api disulutkan ke dalam tumpukan daun-daun palma. Api jingga dengan cepat berkobar membumbung tinggi. Membakar dan menghanguskan daun-daun palma kering.

Baca Juga:  MAJALAH HIDUP EDISI TERBARU, No. 44 TAHUN 2024

Dalam beberapa menit, api mulai mengecil karena daun sudah mulai terbakar habis. Beberapa rekan mengambil tumpukan daun palma kering dalam kantong hitam untuk ditambahkan ke dalam wadah pembakaran, ini membuat api kembali membesar. Demikian proses berulang hingga habis seluruh daun palam hasil setor dari umat selama beberapa minggu sebelumnya.

Abu hasil pembakaran daun palma kering inilah yang dipakai untuk ditorehkan di dahi kita pada Misa Rabu Abu. Dahi umat, mulai dari bayi hingga lansia, yang awalnya bersih, mendapat tanda berupa salib berwarna hitam campuran abu dan air suci. Ada yang hitam tebal, ada yang agak samar tipis. Ada yang besar tapi ada pula yang kecil saja.

Apa pun itu, tanda salib dari abu ini menjadi tanda bagi umat telah masuk dalam Masa Prapaskah, masa Retret Agung selama 40 hari, masa pertobatan sampai akhirnya kita siap menyambut Paskah, Kebangkitan  Yesus yang menyelamatkan.

Mengapa Abu

Kita menjadi diingatkan bahwa hidup ini hanya sementara. Manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Setelah menyadari bahwa hidup ini hanyalah sementara dan karena pemberi kehidupan adalah Allah yang mencintaiku, maka sudah sepantasnya kita  mencoba menjalani hidup ini seturut jalan-Nya. Terus menerus memahami pesan-Nya yang dapat ku baca dari Kitab Suci. Juga berusaha taat dan patuh pada ajaran Gereja-Nya.

Baca Juga:  Setahun Menjadi Uskup Banjarmasin; Mgr. Victorius Dwiardy, OFM.Cap: Mencoba Meneladani Santo Carolus Borromeus

Abu adalah tanda pertobatan. Bangsa Israel kuno menggunakan abu untuk menjadi tahir (bdk. Bil. 19:17) Aku teringat kisah Ayub saat mendapat pencobaan bertubi-tubi yang membuatnya sangat menderita. Bagi bangsa Israel, segala penderitaan diyakini akibat dosa. Walau Ayub yakin sudah hidup benar, ia tidak protes kepada Tuhan. Ia memilih mengoyakkan pakaiannya dan duduk di atas debu. Untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan.

Abu telah menjadi sarana untuk menunjukkan kerendahan hati manusia, langkah awal untuk masuk dalam pertobatan.

Retret Agung

Masa Prapaskah berlangsung 40 hari. Seperti Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun, kita diajak untuk menjalani pantang dan puasa. Tentu puasa yang dijalani Yesus jauh lebih berat dibandingkan aturan pantang dan puasa yang Gereja sudah arahkan.

Namun sesungguhnya selama 40 hari ini kita diajak untuk retret, “menarik diri” dari kesibukan dunia. Tentu tidak sepenuhnya tapi paling tidak di tengah kesibukan sehari-hari, kita bisa membawa perspektif Kasih. Biasanya kita mudah tersinggung dan terbawa emosi, semoga selama Masa Prapaskah kita dimampukan dapat melatih diri lebih sabar dan dapat memahami kondisi dan situasi orang lain.

Kardinal Ignatius Suharyo

Selain masa pertobatan, Kardinal Ignatius Suharyo, dalam Surat Gembala Prapaskah 2023 ini, mengajak kita untuk mensyukuri kasih Allah yang begitu besar kepada kita.

Selain itu ia juga mengajak kita mengenali kembali jati diri kita. Bahwa kita adalah umat Allah yang kudus (Im. 19:1-2), ada Roh Allah diam dalam kita dan kita adalah milih Kristus (bdk. 1 Kor 3:16-23). Yesus juga menyatakan “Haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapa-Mu yang di Surga sempurna adanya” (Mat. 5:48).

Baca Juga:  Renungan Harian 5 November 2024 “Keselamatan Allah”

Aksi Nyata

Gereja selalu mengajak untuk bertobat sambil melakukan aksi nyata sesuai pedoman Aksi Puasa Pembangunan. Untuk tahun ini, KAJ mengajak umatnya untuk memahami salah satu Ajaran Sosial Gereja, yakni kesejahteraan bersama. Dalam surat gembalanya, Kardinal memberikan beberapa contoh kegiatan untuk mewujudkan tema ini. (Silakan membaca atau mendengar kembali Surat Gembala Uskup Agung Jakarta)

KAJ pun telah menyiapkan pedoman kegiatan APP untuk dijalankan di lingkungan-lingkungan. Semoga tahun ini umat antusias mengikuti kegiatan APP lingkungan, sebagaimana begitu antusiasnya umat mengikuti Misa Rabu Abu.

Paroki Alam Sutera akan mengadakan empat kali Misa Rabu Abu. Sekolah-sekolah dalam lingkup paroki, seperti Laurensia, Tarakanita, St. John pun mengadakan Misa Rabu Abu untuk murid-muridnya.

Tentu semua ini disiapkan karena memang begitu tinggi antusias umat untuk menerima abu. Semoga kita semua sungguh menghayati makna penerimaan abu ini. Kita kadang tersenyum melihat berbagai tanda salib di dahi orang-orang sekitar kita.

Senyum tanda sukacita. Kita sepatutnya bersukacita dalam memasuki Masa Prapaskah, karena kita diberi kesempatan bertobat, menyadari jati diri kita yang sesungguhnya, dan melakukan aksi nyata untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Selamat memasuki Retret Agung, Masa Prapaskah!

Fidensius Gunawan (Kontributor, Alam Sutra, Tangerang Selatan)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles