web page hit counter
Kamis, 26 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Bersama Kardinal Ratzinger Membidani KGK, Kardinal Chritoph Schönborn: Tiga Puluh Tahun Katekismus: Sukses di Seluruh Dunia

5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Katekismus bukanlah upaya pengajaran teologi, melainkan sebuah penyajian ajaran iman.

GERJA Katolik memiliki sebuah buku berisi ajaran iman yang dikenal sebagai Katekismus. Paus Yohanes Paulus II menyetujui penggunaan Katekismus Gereja Katolik (KGK) pada 25 Juni 1992 dan resmi diberlakukan bagi Gereja Katolik Universal sejak 11 Oktober 1992 bertepatan dengan peringatan 30 tahun pembukaan Konsili Vatikan II (1962-1965). Kala itu Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Konstitusi Apostolik Fidei Depositum, yang menyatakan bahwa KGK adalah sarana yang sah dan valid demi persekutuan gerejani sebagai suatu norma yang pasti dalam pengajaran iman.

Kini, 30 tahun sudah Gereja Katolik memiliki KGK dan terbilang sukses di seluruh dunia bagi Gereja Katolik dalam menyampaikan ajaran iman. Dalam peringatan ini, Christoph Kardinal Schönborn, Uskup Agung Wina sekaligus Sekretaris Editorial dalam penyusunan KGK membagikan pengalaman ketika dahulu dibawah pimpinan Joseph Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI) menyusun KGK.

Selama 6 tahun (1986-1992) Ratzinger sebagai Presiden Komisi Persiapan KGK bersama 12 kardinal dan uskup bekerja menyusun KGK dan dipersembahkan kepada Paus Yohanes Paulus II dalam peringatan 30 tahun Konsili Vatikan II. Kamis, 12 Januari 2023 bertempat di Akademie am Dom (Katedral Akademi di Wina Austria) berlangsung sebuah kuliah yang disampaikan langsung oleh Christoph Kardinal Schönborn.

Dalam kesempatan kuliah ini, Kardinal Schönborn mengatakan bahwa selama 30 tahun KGK telah dan masih terus sukses di seluruh dunia, bahkan jika seseorang tidak selalu dengan mudah dapat memahaminya, terutama di negara-negara berbahasa Jerman atau di mana pun.

Kardinal Christoph Schönborn nembagikan pengalaman ketika dahulu dibawah pimpinan Kardinal Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI) menyusun KGK. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Katekismus bukanlah upaya pengajaran teologi, melainkan sebuah penyajian ajaran iman. Ia berpendapat bahwa bukanlah hal buruk jika orang Katolik tidak mengetahui seluruh isi katekismus, namun setidaknya bagi mereka yang belajar teologi tahu apa yang ada di dalam KGK (apa yang diajarkan Gereja).

Ia pun membagikan sebuah gurauan yang pernah dikatakan Paus Yohanes Paulus II: “Saya sudah membaca sebanyak 80 halaman dan itulah yang paling saya ingat!“ Menambahkan, Schönborn bercerita bahwa pernah suatu ketika sebuah organisasi non-Katolik di India mengadakan seminar tentang bagaimana keberhasilan Gereja Katolik menyampaikan ajaran iman yang universal melalui sebuah katekismus.

Baca Juga:  Kardinal Suharyo: Tahun Suci 2025, Pembukaan Pintu Suci Hanya Simbol

Lagi, Kardinal Schönborn menyampaikan bahwa Joseph Kardinal Ratzinger memiliki peran kuat yang menentukan keberhasilan proyek tersebut hingga Paus Yohanes Paulus II menginginkan presentasi yang konsisten dari doktrin ajaran iman dalam Gereja Katolik.

Keinginan ini pertama kali diungkapkan oleh para kardinal dalam sinode peringatan 20 tahun Konsili Vatikan II. Pada saat itu kata katekismus hampir identik dengan sebuah umpatan, namun bagi Schönborn hal ini tidaklah mengejutkan karena Kardinal Ratzinger sudah pernah menguraikan dan merekomendasikannya pada sebuah kuliah umum di Lyon dan Paris.

Menurut Schönborn, perbedaan penting yang saat ini sering diabaikan terletak pada metode, dimana eksposisi doktrin iman tidak berarti eksposisi keadaan perdebatan teologis. Teologi mewakili refleksi atas ajaran yang menyebabkan kesalahpahaman dan kritik terhadap katekismus itu sendiri.

Schönborn juga menolak pendapat tentang kurangnya diskusi tentang temuan dan pertanyaan ilmiah. Katekismus tidak perlu berhubungan dengan teori evolusi, tapi menjelaskanapa yang dikatakan doktrin penciptaan tentang manusia sebagai makhluk ciptaan dan tatanan penciptaan. Dan hal ini bukanlah kontradiksi.

Karya yang Sukses

Adanya kritik terhadap penerimaan yang terbukti tidak memadai dari ilmu eksegese (tafsir Alkitab) dijawab secara langsung oleh salah satu dari tiga ekseget yang pada kesempatan tersebut juga hadir, seorang ahli Perjanjian Baru Prof. Hubert Ritt yang dahulu juga diundang Ratzinger dan kini menjadi pastor Paroki Grinzing, Wina. Ia mengatakan, „Ini adalah sebuah pekerjaan yang sukses!“

Kritik ini dipicu oleh konsep dasar penyajian ajaran gereja yang seragam dan mengikat di luar semua inkulturasi iman. Ratzinger selalu menjawab, „Jika tidak mungkin mengungkapkan iman bersama, maka sesuatu yang hakiki dalam kesatuan Gereja telah dipatahkan.

“Semuanya mengglobal hari ini – jadi mengapa tidak mungkin untuk menemukan ekspresi iman yang mengglobal seperti itu?” tambah Schönborn.

Schönborn juga mengomentari pertanyaan apakah Katekismus diperlukan agar seseorang dapat masuk surga. Ia pun menjawab sambil tersenyum, “Tidak ada salahnya untuk mengetahui isi Katekismus. Nyatanya, seseorang tidak harus mengetahui seluruh doktrin setebal 800 halaman.“ Kesuksesan Katekismus merupakan sesuatu yang luar biasa dan inovatif dan pendekatannya cemerlang.

Baca Juga:  Kisah Natal yang Hangat : Kesederhanaan Natal Menginspirasi Mereka untuk Melihat Kasih Kanak-kanak Yesus dalam Diri Sesama

Pada akhir kuliah, Schönborn menyampaikan 3 alasan mengapa katekismus begitu sukses yang ditandai dengan jutaan eksemplar yang terjual dalam waktu singkat di seluruh dunia. Katekismus diterbitkan dari Roma, berisi hukum yang tegas (dalam bahasa Jerman dikatakannya Anspruch, yang berarti klaim sebagai hak untuk meminta orang lain melakukan, mentolerir atau tidak melakukan sesuatu), dan indah/baik.

Ada Perdebatan

Schönborn juga mengenang tentang diskusi hukuman mati yang „sangat menegangkan“ pada saat katekismus disusun. Ketika proses penyusunan KGK berlangsung, ada perdebatan sengit tentang pertanyaan „perang yang adil“ dan tentang hukuman mati dalam konteks pernyataan pada perintah ke-4 („Jangan membunuh.“).

Sementara dalam versi pertama di tahun 1992 masih menggunakan tradisi pengajaran bahwa hukuman mati dapat diterima sebagai tindakan pencegahan untuk melawan kejahatan berat, sedangkan dalam ensiklik Evangelium Vitae (1995) Paus Yohanes Paulus II telah mengambil versi berikutnya.

Dalam hal ini Paus mendesak agar dalam katekismus mengajarkan larangan hukuman mati untuk menggambarkan tanda tumbuhnya „budaya kehidupan.“ Akhirnya pada 15 Agustus 1997 bertepatan Pesta Maria Diangkat ke Surga, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan edisi tipikal Latin dengan Surat Apostolik Laetamur  Magnopere, yang mengubah sejumlah bagian isi teks Perancis provisonal tentang posisi Gereja mengenai hukuman mati. Maka seluruh KGK yang telah terbit pun mengalami revisi dan diterbitkan ulang sebagai editio typica.

Maka Schönborn sangat berterima kasih atas perubahan di bawah Paus Fransiskus pada 2018 yang juga merupakan semangat Paus Yohanes Paulus II. Gereja sekarang mengajarkan “dalam terang Injil“ bahwa hukuman mati tidak dapat diterima karena melanggar martabat manusia. Ini merupakan contoh indah dari fakta bahwa ada perkembangan doktrinal untuk mengingat bukan soal doktrin agama, melainkan soal penerapan praksis moral.

Perkembangan

Dalam Kitab Suci sebenarnya sudah terdapat pokok-pokok ajaran Kristiani, seperti dalam Injil yang memuat karya-karya Kristus serta surat-surat Paulus tentang ajaran-ajaran pada jaman Gereja Purba (Gereja awal). Kemudian St. Agustinus mulai menggunakan kata catechismus (dari Bahasa Latin) untuk merujuk pada pelajaran iman yang diberikan bagi calon baptis. Pada abad pertengahan kata katekismus mulai digunakan untuk merujuk pada buku-buku pelajaran agama yang digunakan sebagai pengajaran bagi anak dan dewasa.

Baca Juga:  Benarkah Misa Natal Saja Belum Cukup?

Apa itu katekismus? Suatu ringkasan atau uraian doktrin yang umum digunakan dalam pengajaran agama Kristen (katekisasi) dalam format tanya-jawab. Penerbitan KGK merupakan bentuk praktek kewenangan mengajar (Magisterium) dalam Gereja Katolik.

Fidei Depositum (=kekayaan iman) dalam iman Katolik yang terdiri dari Kitab Suci dan Tradisi ditafsirkan oelh Magisterium Gereja dalam sebuah katekismus. Secara garis besar KGK terbagi dalam 4 bagian utama, yaitu Credo (pengakuan iman), perayaan misteri Kristen (mencakup sakramen-sakramen), hidup dalam Kristus (termasuk 10 Perintah Allah), doa Kristiani.

Tercatat Gereja Katolik telah 2 kali memiliki katekismus, pertama Katekismus Romawi 1566 (yang merupakan hasil dari Konsili Trente 1545-1563) dan Katekismus Gereja Katolik yang pemakaiannya diresmikan Paus Yohanes Paulus II pada 1992. KGK awalnya disiapkan dalam Bahasa Perancis dan diterjemahkan dalam Bahasa Itali dan Spanyol, kemudian Bahasa Inggris dan disusul berbagai bahasa lainnya.

Pada masa awal kepausan Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI di tahun 2005 ia mengeluarkan ringkasan dari KGK yang dikenal dengan Kompendium KGK (memuat 598 nomor). Dalam perkembangannya, negara-negara berbahasa Jerman (Jerman, Austria, Swiss) mengeluarkan katekismus bagi remaja yang dikenal dengan sebutan YouCat (Youth Catechism).

Penulis bersama Kardinal Christoph di Wina, Austria.

Tidak ketinggalan pula dengan Paus Fransiskus, di tahun 2018 ia mengubah pasal tentang hukuman mati dan menyatakan bahwa hal itu tidak dapat diterima. Pada saat yang sama, Fransiskus menjelaskan bahwa baginya pelaksanaan magisterium tidak mengabaikan Katekismus dunia. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika para uskup Jerman juga meminta Paus Fransiskus untuk menulis ulang ajaran etika seksual demi kebaikan mereka melalui katekismus dunia.

Kini kata Katekismus merujuk pada buku pelajaran iman yang dikeluarkan secara resmi magisterium Gereja, ada yang sifatnya universal dan nasional.

Sr. Bene Xavier, MSsR (Kontributor, tinggal di Wina, Austria)

HIDUP, Edisi No. 05, Tahun ke-77, Minggu, 29 Januari 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles