HIDUPKATOLIK.COM – Lahirnya Katekismus Gereja Katolik tidak dapat dilepaskan dari peran besar Joseph Ratzinger. Katekismus merupakan kesaksian besar kekuatan formatif teolog seorang Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI).
TIDAK diragukan lagi bahwa warisan terbesar Paus Benediktus XVI bagi Gereja Katolik adalah Katekismus (1992) yang kita gunakan saat ini. Hal ini dianggap sebagai suatu keberhasilan besar bagi Gereja Katolik dalam menyampaikan ajaran iman bagi umatnya di seluruh dunia.
Keberhasilan ini diakui berbagai pihak di luar Gereja Katolik. Bagaimana tidak, seluruh umat Katolik dan non-Katolik dapat mempelajari ajaran iman Katolik secara “seragam“ dengan panduan Katekismus, yang disusun selama enam tahun itu (1986-1992).
Saat pertama kali diterbitkan 11 Oktober 1992, buku setebal +800 halaman itu terjual sebanyak delapan juta eksemplar di seluruh dunia. Dikerjakan awalnya dalam Bahasa Perancis, kemudian pada 7 Desember 1992 diterbitkan terjemahan versi Bahasa Italia dan Spanyol dan dengan cepat diterjemahkan pula dalam berbagai bahasa di banyak negara, termasuk edisi Bahasa Indonesia.
Paus Yohanes Paulus II mempercayakan Joseph Kardinal Ratzinger untuk memimpin komisi penyusunan katekismus. Bersama dengan 12 kardinal dan uskup lainnya, ia menyusun Katekismus Gereja Katolik (KGK), salah satunya adalah Estanislao Esteban Karlic (Uskup Agung Parana Argentina). Komisi ini bekerja dengan dibantu komite yang terdiri dari 7 uskup diosesan, ahli teologi dan katekese dalam suatu komite, termasuk Christoph Kardinal Schönborn (Uskup Agung Wina) sebagai Sekretaris Editorial.
Baik Joseph Ratzinger maupun Christoph Schönborn, keduanya adalah teolog kelas dunia. Mereka berdua memegang peranan penting dalam pengerjaan Katekismus pasca-Konsili, yang akan menjadi otoritatif di seluruh dunia. Katekismus yang dihasilkan bukan sekadar buku teks agama, melainkan formulasi doktrinal dari iman yang dikembangkan Gereja, sebagaimana oleh Konsili diterima sebagai referensi tertinggi.
Setelah disetujui oleh semua anggota komisi pada 14 Februari 1992, Katekismus diajukan kepada Paus Yohanes Paulus II dan disetujui pada 25 Juni 1992 selanjutnya resmi diberlakukan sejak 11 Oktober 1992.
Pada 15 Agustus 1997 dikeluarkan edisi editio typica di mana terjadinya perubahan ajaran Gereja terhadap hukuman mati. Hingga kini, 30 tahun sudah Gereja Katolik menggunakan Katekismus dalam pengajaran iman dan dinilai sangat efektif untuk membantu umat memahami ajaran iman Katolik, termasuk bagi non-Katolik yang ingin mengetahui ajaran iman Katolik. Lahirnya Katekismus Gereja Katolik tidak dapat dilepaskan dari peran besar Joseph Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI).
Ratzinger di Mata Kardinal Karlic
Selang 25 tahun sejak diresmikannya KGK, Kardinal Karlic mengemukakan pendapatnya tentang KGK. “Ini adalah hal yang luar biasa, luar biasa berani pada saat ini, pada abad ini dan selama berabad-abad yang akan datang, untuk membuat katekismus yang memberikan pandangan dunia yang lengkap, organik dan teratur. Ini adalah karya luar biasa yang dengan rahmat Tuhan akhirnya dapat diselesaikan setelah berabad-abad dipikirkan,“ ujarnya.
Ketika mengerjakan Katekismus, Karlic bekerja berdampingan dengan Kardinal Jorge Medina Esteves dari Chile. Ia menceritakan pengalamannya bahwa kolaborasi sangat diperlukan untuk dapat benar-benar menyajikan apa itu ajaran Katolik dan bukan sekedar media belajar teologi Gereja.
Lebih lanjut, Karlic mengisahkan bahwa setelah penerbitan Katekismus para kardinal yang terlibat dalam pengerjaan katekismus tetap mengadakan pertemuan rutin 2-3 kali setahun guna menyampaikan pendapat.
Kardinal Karlic menjelaskan bahwa Kardinal Ratzinger (yang telah menjadi Paus Benediktus XVI) mengarahkan karya itu dengan penuh kebijaksanaan.
“Dan dengan demikian kami memiliki kehadiran Paus di setiap pertemuan biasa hingga kami dapat menjadi saksi setia ajaran Katolik,“ katanya.
Kardinal Karlic juga mengatakan, “Senang mendengar Paus menyampaikan pesan singkat pada kami di akhir pekerjaan. Ia menyapa kami masing-masing secara pribadi dan memberikan rosario kepada kami untuk menyemangati kami dalam hal ini. Pekerjaan yang telah dipikirkan selama berabad-abad, akhirnya bisa terwujud.“
Peran Sentral Ratzinger
Dalam sebuah tulisan untuk memperingati 30 tahun KGK, Kardinal Schönborn menuliskan kekagumannya pada sosok Ratzinger. Peran Ratzinger dalam karya ini sangatlah penting. Bagian penting pertama adalah arahan, semangat dan inspirasinya itulah yang berperan besar dalam lahirnya KGK.
Dia melakukan proyek tersebut dengan penuh keyakinan. Sejak hari pertama sudah ada polemik sengit melawan kebermaknaan, bahkan melawan kemungkinan ringkasan iman yang berlaku untuk seluruh dunia. Pluralisasi budaya, kepercayaan, tampaknya menentangnya secara radikal. Namun Ratzinger dengan berani dan percaya diri pada kemungkinan mengeluarkan KGK. Kesatuan iman juga memungkinkan ekspresi bersama untuk menyatukan perbedaan itu. Pekerjaan ini dimulai dengan premis panduan ini.
Bagian penting yang kedua, Ratzinger sangat yakin bahwa empat pilar klasik katekese masih dapat terus dipertahankan hingga kini. Ia memberi arahan, pertama, Credo adalah dasar yang telah ada sejak Gereja awal. Kedua, sakramen adalah gerbang yang melaluinya rahmat diterima dalam kehidupan kita. Ketiga, sepuluh perintah Allah adalah penanda pasti dari keberhasilan hidup orang beriman. Keempat, Doa Bapa Kami adalah ukuran dan bentuk asli dari semua doa kita. Demikianlah struktur ajaran iman kita.
Bagian penting yang ketiga, menentukan gaya pengerjaan Katekismus. Seharusnya kehadiran Katekismus tidak perlu sampai menyebabkan perdebatan teologis sebab katekismus hanya menyatakan doktrin iman. Katekismus seharusnya mengambil posisi di antara aliran-aliran teologi, tetapi menawarkan apa yang mendahului semua teologi dan merupakan dasar dari semua teologi (Fidei Depositum).
Sangat penting bagi Ratzinger untuk melihat doktrin iman sebagai suatu keseluruhan organik, untuk memperhatikan nexus mysterium, hubungan batin dari semua doktrin iman yang menjadi sebuah simfoni.
Katekismus bukanlah kerangka abstrak yang kering, melainkan membuat keindahan iman menjadi nyata. Di bawah bimbingan dan dorongan Ratzinger yang terus menerus, serta sifat kebapaannya yang sangat spiritual, karya ini berkembang menjadi seperti apa yang diumumkan Paus Yohanes Paulus II, panduan standar dan pasti untuk iman kita di masa kini. Katekismus tetap menjadi kesaksian besar kekuatan formatif teolog seorang Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI).
Ketegangan dan Kesuksesan
Kehadiran KGK tidak diterima begitu saja dengan mulus, sebaliknya kehadirannya ditanggapi dengan skeptis dan beberapa ketegangan pun sempat terjadi, di antaranya penolakan dari Gereja Katolik Jerman (di mana Ratzinger sendiri berasal). Memang setelah Konsili Vatikan II (1962-1965) kata Katekismus tidak lagi dihormati terutama di negara-negara berbahasa Jerman (Jerman, Austria dan Swiss). Bahkan pernah juga muncul “Katekismus Belanda“ yang progresif dan ditegur.
Hal ini dibenarkan pula oleh Kardinal Ratzinger dengan menjelaskan bahwa dalam Gereja Katolik Jerman ada keengganan tertentu untuk upaya menuangkan ajaran dalam bentuk kata-kata karena ini akan mengurangi fleksibilitas dan disertai adanya gerakan “anti-dogmatis.“ Selain itu, Katekismus dianggap bersifat terlalu mendoktrin dan menghalangi dialog yang diperlukan bagi manusia jaman sekarang.
Menanggapi hal ini, Ratzinger berpendapat sebaliknya, justru untuk dapat berdialog dengan baik, maka kita perlu mengetahui apa yang kita bicarakan, penting untuk mengetahui substansi iman kita. Sangatlah mengerikan melihat kenyataan adanya ketidaktahuan tentang ajaran agama yang kita yakini.
Hal tersebut pernah disampaikan juga oleh Ratzinger dalam suatu ceramah di Lyon dan Paris, Perancis pada 1983 tentang “krisis katekese“ dan itu menggaung di seluruh dunia.
“Itulah sebabnya Katekismus semakin dibutuhkan dari waktu ke waktu,“ ujar Ratzinger.
Ceramah Ratzinger di Lyon dan Paris tidak diragukan lagi merupakan stimulus kuat yang menyemangati para bapa sinode, untuk meminta Paus Yohanes Paulus II mempertimbangkan sesuatu yang serupa untuk zaman kita.
“Ratzinger tidak hanya membahas soal krisis pewartaan iman, tetapi dengan segera mempresentasikan bagaimana katekese Gereja dapat diperbaharui. Dengan melakukan itu, ia mengacu pada Katekismus Romawi 1566 (yang memainkan peranan penting dalam mengatasi reformasi setelah Konsili Trente 1545-1563) dan perhatiannya untuk menampilkan iman Gereja dalam keindahannya. Sungguh mengherankan bahwa di masa kontroversi teologis, Gereja menawarkan presentasi imannya dengan berusaha menghilangkan polemik dan sepenuhnya percaya pada pancaran presentasi iman yang positif,“ demikian disampaikan Christoph Kardinal Schönborn tentang kepiawaian Ratzinger menghindari polemik dan menampilkan katekese dengan positif.
Setelah edisi pertama terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia, terbit pula KGK dalam berbagai bahasa termasuk katekismus nasional yang juga dikeluarkan Konferensi Waligereja di beberapa negara. Ratzinger mengatakan bahwa tidak ada katekismus atau buku katekese yang dapat diterbitkan di Amerika Serikat tanpa memastikan konsistensi dengan KGK 1992.
Di beberapa negara Asia (seperti India) KGK digunakan di perguruan tinggi sebagai buku oengantar resmi iman Katolik. Di negara lain tidak demikian. Bisa jadi KGK yang terjual jauh lebih banyak daripada yang dibaca. Bagaimana pun juga, KGK telah berkontribusi membuat ajaran doktrinal dan pastoral menjadi lebih konkret.
Kompendium
Dalam kesempatan kongres internasional memperingati 10 tahun KGK, Kardinal Ratzinger mengusulkan diterbitkannya Kompendium KGK pada Paus Yohanes Paulus II dan disetujui. Kardinal Ratzinger menjelaskan bahwa keinginan untuk membuat kompendium KGK muncul segera setelah KGK dikeluarkan.
Kompendium ini bukan sembarang ringkasan iman Katolik, melainkan ringkasan katekismus 1992 dan harus mudah dibaca sehingga benar-benar dapat diakses oleh banyak orang. Edisi awal merupakan referensi penting untuk mempelajari apa yang Gereja ajarkan dan itu juga berguna bagi non-Katolik. Di sisi lain, penjabaran yang terlalu banyak tampaknya akan menjadi kesulitan bagi sebagian orang untuk dapat memahami. Alasan untuk mengerjakan sintesis KGK yang singkat, sederhana dan jelas adalah pentingnya untuk mengetahui substansi iman.
Saat ini ada 2 macam (utama) KGK, yaitu KGK (versi lengkap 2865 nomor) dan Kompendium KGK (versi singkat 598 nomor dalam format tanya-jawab). Mengenai format katekismus yang tersaji dalam bentuk tanya-jawab, Ratzinger sempat dinilai bahwa ia kembali pada Katekismus Paus Pius X.
Sebenarnya Katekismus di zaman reformasi pun juga menggunakan metode seperti ini, baik yang dilakukan oleh Katolik maupun Martin Luther. Karena manusia memiliki berbagai pertanyaan dan iman memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Ketika dialog dianggap penting dalam pembinaan iman dan relasi antar kelompok masyarakat yang berbeda, maka metode dialog (tanya-jawab) pun juga dapat diberlakukan dalam penyusunan katekismus. Dengan demikian, Ratzinger tidak menganggap bahwa Katekismus Paus Pius X usang dengan terbitnya kompendium KGK. Apa yang diimani tetaplah sama, maka Katekismus Pius X pun tetap bernilai. Yang berbeda hanyalah cara penyampaian.
Ratzinger meyakini bahwa apa ia (bersama komisi katekismus) siapkan sesuai dengan kebutuhan jaman. Artinya tidak menutup kemungkinan apabila sebagian orang merasa lebih cocok dengan katekismus Pius X.
Lebih lanjut, Ratzinger menjelaskan bahwa kompendium KGK ini berguna untuk katekese komunitas, kelompok doa dan gerakan Gereja. Namun bagi para seminaris dan mereka yang belajar teologi sangatlah penting untuk memulai dari KGK „besar“ 1992 karena mereka seharusnya sudah mengasimilasi apa yang diterbitkan dalam kompendium.
Kompendium sendiri sebenarnya terutama ditujukan untuk para uskup, imam, katekis, guru dan pewarta iman. Namun kita tidak boleh melupakan apa yang diajarkan Paulus, yaitu bahwa iman tidak timbul dari membaca, melainkan dari mendengar. Dalam KGK juga disebutkan bahwa kekristenan bukanlah agama buku. Iman dikaruniakan secara pribadi, bukan dengan semata-mata membaca katekismus.
Dalam kompendium KGK juga memuat isu-isu penting secara ringkas, termasuk soal hukuman mati dan perang yang adil karena ini adalah masalah penting dalam moralitas Kristen. Dalam kompendium tidak hanya memuat moralitas individu, tapi juga moralitas publik.
Akhirnya, setelah berabad-abad dipikirkan oleh para Bapa Gereja bagaimana menyampaikan pengajaran iman, seorang Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI) berhasil menyusun secara komprehensif ajaran iman Katolik dalam sebuah Katekismus Gereja Katolik yang dipakai di seluruh dunia dalam pengajarannya.
Meskipun pekerjaannya sempat mendatangkan polemik dari rekan uskup senegaranya, namun ia tetap dengan semangat penuh cinta menjalankan kepercayaan yang diberikan padanya dan menyemangati rekan uskup dalam komisi pengerjaan katekismus untuk menghasilkan karya besar bagi Gereja dan dunia.
Tiga puluh tahun Katekismus Gereja Katolik, Joseph Ratzinger beristirahat dalam damai setelah impian besarnya bagi Gereja Katolik untuk memiliki katekismus terwujud.
Sr. Bene Xavier, MSsR (Kontributor) dari Vienna, Austria
HIDUP, Edisi No. 05, Tahun ke-77, Minggu, 29 Januari 2023