HIDUPKATOLIK.COM – Direktur Editorial Vatican News mengatakan pidato pertama Paus Fransiskus di Republik Demokratik Kongo adalah seruan bagi kekuatan asing untuk berhenti mengeksploitasi tanah dan masyarakat di benua Afrika.
Republik Demokratik Kongo adalah negara “besar dan penuh dengan kehidupan”, diafragma planet setelah Amazon karena luas hutan tropisnya, yang dijarah dengan rakus. Negara yang begitu penuh dengan sumber daya alam telah “dihantam oleh kekerasan seperti pukulan di perut”, dan “selama beberapa waktu tampak terengah-engah”.
Setelah disambut oleh ribuan orang dari segala usia yang memadati jalan dari bandara N’djili hingga pusat ibu kota, Kinshasa, Paus Fransiskus menyampaikan pesan pertamanya ke Republik Demokratik Kongo (DRC) dan seluruh Afrika.
Di taman Palais de la Nation, duduk di sebelah Presiden Felix Tshisekedi Tshilombo, Paus menyatakan dukungannya bagi rakyat DRC saat mereka melawan upaya untuk memecah negara yang telah dilintasi oleh kekerasan.
Kolonialisme ekonomi
Dia mengenang sekali lagi eksploitasi yang terus-menerus dialami Kongo, dan seluruh benua Afrika secara umum.
“Eksploitasi politik memberi jalan kepada ‘kolonialisme ekonomi’ yang sama-sama memperbudak,” katanya.
Paus Fransiskus mengatakan bentuk eksploitasi ini terbukti lebih berbahaya dan kurang mencolok, karena melucuti kebebasan dan penentuan nasib sendiri dari rakyat Afrika.
Di DR Kongo, tambah Paus, paradoks telah muncul di mana “kekayaan tanahnya telah membuatnya ‘asing’ bagi penduduknya sendiri.”
Racun keserakahan telah melumuri berliannya dengan darah, katanya. “Ini adalah tragedi di mana dunia ekonomi yang lebih maju sering menutup mata, telinga, dan mulutnya.”
Merangkul orang-orang yang dieksploitasi
Paus Fransiskus telah lama mengunjungi negara ini untuk merangkul rakyatnya yang begitu tersiksa oleh konflik dan kemiskinan, untuk mengingatkan dunia akan konflik yang terlupakan yang membentuk bagian-bagian yang terus berkembang dari Perang Dunia III, serta hasil dari sebuah sistem ekonomi-keuangan yang “membunuh” karena pusatnya bukanlah manusia melainkan dewa uang.
“Negara dan benua ini pantas untuk dihormati dan didengarkan; mereka pantas mendapatkan ruang dan mendapat perhatian,” kecamnya. “Lepaskan Republik Demokratik Kongo! Lepaskan Afrika! Berhenti mencekik Afrika: ini bukan tambang yang harus ditelanjangi atau medan yang harus dijarah.” **
Andrea Torinelli (Vaican News)/Frans de Sales, SCJ