HIDUPKATOLIK.COM – Pastor, di paroki kami, menjelang Natal 2022 lalu, umat dihimbau untuk datang ke kamar pengakuan dosa pada awal Misa. Yang ingin saya tanyakan, apa beda pengakuan yang kita ucapkan saat awal Misa (saya mengaku/doa tobat) dan saat kita di ruang pengakuan dosa (pribadi).
Leo, Jatiwaringin
Halo Leo, baik sekali pelayanan di parokimu. Idealnya pengakuan dibuat sebelum Misa, sehingga orang bisa terlibat dalam perayaan itu secara penuh. Tapi pilihan pastoral ini banyak dilaksanakan di berbagai tempat. Tentang absolusi dalam Ritus Tobat di awal Ekaristi, bisa dirujuk Pedoman Umum Misale Romawi, demikian: “Sesudah hening sejenak, seluruh umat menyatakan tobat dengan rumus pengakuan umum. Sesudah itu, imam memberikan absolusi. Tetapi absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam Sakramen Tobat” (51).
Perhatikanlah kalimat terakhir: absolusi dalam Ritus Tobat tidak memiliki kuasa pengampunan seperti dalam Sakramen Tobat. Untuk mengerti kalimat ini sebaiknya kita tidak memisahkan Ritus Tobat tersendiri, terlepas dari Sakramen Ekaristi seutuhnya. Karena itulah Ritus Tobat tidak bisa disetarakan dengan Sakramen Tobat baik yang pribadi maupun umum.
Sebagai bagian Ekaristi, Ritus Tobat berfungsi mempersiapkan umat agar dengan hati murni dan bersih dapat mendengarkan dan menyambut Tuhan dalam Ekaristi. Dengannya, kita mengakui dosa kita dan menyesalinya di depan umum, artinya di hadapan Gereja yang berkumpul, seperti kata imam: agar kita layak merayakan peristiwa keselamatan. Peristiwa keselamatan itulah yang memberikan kepada kita pengampunan dosa.
Jadi memang ada pengampunan dosa melalui Ekaristi? Benar. Ada 4 sakramen yang memberi efek pengampunan dosa: Pembabtisan yang membersihkan kita dari dosa asal dan dosa pribadi sebelum dibaptis, Ekaristi dan 2 sakramen penyembuhan yaitu Sakramen Tobat (= Sakramen Pengakuan, Rekonsiliasi, atau Pengampunan) dan Sakramen Pengurapan.
Mengenai pengampunan dalam Ekaristi dapat dibaca no 1393 Katekismus Gereja Katolik: “Komuni memisahkan kita dari dosa. Tubuh Kristus yang kita terima dalam komuni, telah “diserahkan untuk kita” dan darah yang kita minum, telah “dicurahkan untuk banyak orang demi pengampunan dosa”. Karena itu Ekaristi tidak dapat menyatukan kita dengan Kristus, tanpa serentak membersihkan kita dari dosa yang, telah dilakukan dan melindungi kita terhadap dosa-dosa baru.”
KGK 1394 menyebut bahwa penerimaan komuni membuat cinta kita ditumbuhkan kembali. “Cinta yang dihidupkan kembali ini menghapus dosa ringan. Bdk. Konsili Trente: DS 1638.” Yang dihapuskan dalam perayaan Ekaristi adalah dosa-dosa ringan saja. Dosa ringan tidak memisahkan kita sepenuhnya dari Tuhan, karena itu diampuni oleh penerimaan Tubuh dan darah Kristus. Sedangkan dosa-dosa berat yang menghilangkan rahmat baptisan dan melukai persekutuan Gereja dihapuskan melalui Sakramen Tobat (lih. KGK 1446).
Perbedaan antara Ritus Tobat dalam Ekaristi dan Sakramen Tobat juga nampak dalam rumusan absolusi. Dalam Sakramen Tobat, imam memberikan pernyataan afirmatif, sambil memberikan tanda salib: “… Maka saya melepaskan saudara segala dosa dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.” Sebaliknya dalam Ritus Tobat, imam memakai kata-kata doa: Semoga Allah yang mahakuasa dan maharahim mengampuni dosa-dosa kita, dan menghantar kita ke hidup yang kekal. Imam tidak memberikan tanda salib saat mengucapkannya, dan dipakai ungkapan doa, justru karena karena mengarahkan kita pada Sakramen Ekaristi sebagai misteri keselamatan. Di situlah kurban Kristus dihadirkan kembali serentak dengan buahnya.
Apakah Sakramen Tobat mengampuni hanya untuk dosa berat? Tentu saja tidak. Dosa ringan juga diampuni dalam Sakramen Tobat. Banyak orang Katolik mengalami peristiwa konseling ketika membawa semua dosanya dalam Sakramen Tobat dan memperoleh buah rahmat yang luar biasa: merasakan kelegaan dan pelepasan, kebahagiaan dalam hidupnya dan yang paling utama cinta kasihnya pada Tuhan dan sesamanya semakin hidup.
Pastor Gregorius Hertanto, MSC, Ketua STF Seminari Pineleng, Manado, Sulawesi Utara
HIDUP, Edisi No.1. Tahun ke-77, Minggu, 1 Januari 2022