HIDUPKATOLIK.COM – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pandeglang, Kamis (29/12/2022) menggelar diskusi kebangsaan bertajuk “Memaknai Keberagaman di Tanah Santri” dan bedah buku “Katolik di Tanah Santri”, yang bertempat di Kopi Bakar Bapak Endut, Jl. Mulkita Kabayan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Formatur Terpilih HMI Cabang Pandeglang, Entis Sumantri mengatakan, pihaknya bersama Keluarga besar HMI Cabang Pandeglang menyambut baik, hadirnya buku “Katolik di Tanah Santri” yang ditulis oleh Deni Iskandar, alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang juga merupakan putera daerah.
“Dalam hal ini, kami menyambut baik, hadirnya buku ‘Katolik di Tanah Santri’ yang di tulis oleh saudara Deni Iskandar. Jadi, Pandeglang sebagai kota Santri, tentunya sangatlah terbuka dan ramah pada pendatang terutama non muslim. Selain itu masyarakat Pandeglang juga, bisa hidup berdampingan dan menerima perbedaan,” kata Entis Sumantri, saat memberikan sambutan, diacara diskusi kebangsaan dan bedah buku, tersebut, kamis, (29/12/2022).
Entis berharap, dengan adanya diskusi kebangsaan dengan tema “Human Fraternity: Ikhtiar Membumikan Keberagaman dan Meneguhkan Kebhinekaan” tersebut, semua peserta yang hadir, bisa mendapatkan wawasan kebangsaan yang luas, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kami juga berharap, dengan di adakannya diskusi kebangsaan dan bedah buku ini, bisa memberikan wawasan kebangsaan yang luas, terkhusus untuk para mahasiswa dan kader HMI Pandeglang,” jelas Formateur/Ketua Umum HMI Cabang Pandeglang, yang akrab dipanggil Tayo.
Acara diskusi kebangsaan dan bedah buku dihadiri oleh puluhan mahasiswa dari lintas universitas yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan acara tersebut juga mengangkat tema tentang, “Human Fraternity: Ikhtiar Membumikan Keberagaman dan Meneguhkan Kebhinekaan di Banten”.
Akademisi UNMA Banten, Eko Supriyatno mengatakan, diskusi-diskusi seperti ini harus terus digalakan oleh kalangan kaum muda, terkhusus mahasiswa di perguruan tinggi.
Menurutnya, narasi-narasi keberagaman, kebangsaan dan keindonesiaan, harus terus disuarakan, dan Labuan, sebagai salah satu wilayah di Kabupaten Pandeglang, memang sudah mempunyai spirit kebangsaan yang kuat.
Hal itu, kata Eko, dibuktikan dengan mengakarnya spirit bahu membahu, dan masyarakat Labuan juga mampuh hidup berdampingan, meskipun faktanya mayoritas penduduknya muslim, namun ramah terhadap non muslim.
“Pandeglang memang dikenal dengan kota santri, dan mayoritas penduduknya adalah muslim. Itu kemudian, tidak membuat masyarakatnya tertutup, terutama masyarakat Labuan itu sangat terbuka dan mampuh menerima perbedaan, dan mampuh hidup berdampingan. Buktinya masyarakatnya di Labuan ini sangatlah beragam,” terang Eko.
Senada, Jaringan Gusdurian, A. Bachtiar Fakihuddin mengatakan, pihaknya mengapresiasi hadirnya buku “Katolik di Tanah Santri”. Selain sebagai karya ilmiah, buku ini juga dinilai mampuh memberikan penyegaran tentang wacana keberagaman dan kebangsaan, seperti yang pernah disampaikan Gusdur atau KH. Abdurahman Wahid, Presiden RI ke-4.
“Tentu dengan hadirnya buku ini, kami mengapresiasi, karena bagaimana pun, buku ini akan kembali memberikan penyegaran bagi kita, tentang pentingnya merawat keberagaman di Indonesia, dan Labuan, Pandeglang itu adalah salah satu miniaturnya,” jelas Fakih.
Pembicara yang hadir di antaranya, akademisi UNMA Banten, Eko Supriyanto, Ketua Pemuda Katolik Lebak-Pandeglang, Niko Hary Gunawan, Jaringan Gusdurian Kabupaten Pandeglang, A. Bachtiar Fakihuddin, Kapolda Banten yang diwakili Kasubdit Binibsos Ditbinmas, AKBP Sahata, dan Penulis Buku Deni Iskandar yang saat ini aktif sebagai Wabendum PB HMI Periode 2021-2023.
Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang Lebak-Pandeglang, Niko Hary Gunawan mengatakan bahwa, pihaknya mengapresiasi atas undangan diskusi kebangsaan dan bedah buku yang di insiasi oleh HMI Cabang Pandeglang.
Menurut Niko, situasi kehidupan masyarakat Pandeglang, sangatlah toleran dan bisa menerima perbedaan. Hal itu dibuktikan dengan adanya sekolah Mardiyuana yang letakny ada di Labuan, Kabupaten Pandeglang.
“Kalau bicara Pandeglang, tentu saya harus banyak belajar. Namun bagi saya, situasinya dan masyarakatnya, itu sangat toleran. Terutama di Labuan. Kalau bicara soal Katolik di Banten ini, berdasarkan catatan keuskupan, memang sudah ada sejak zaman belanda,” kata Niko Hary.
“Jadi bagi kami, memang diskusi, kemudian perjumpaan seperti ini, harus diterus dilakukan, dan kedepannya, kita harus bahu membahu melakukan kolaborasi dan bicara soal kemanusiaan, pendidikan dan juga kesehatan,” tegasnya.
Rawat Keberagaman
Deni Iskandar sendiri mengajak semua pihak, terutama kaum muda untuk terus menyuarakan tentang pentingnya merawat keberagaman dan meneguhkan kebhinekaan di Indonesia.
IQ menjelaskan, salah satu upaya untuk bisa terus menyuarakan pentingnya merawat keberagaman dan kebhinekaan, yakni dengan cara mengedepankan spirit ‘Human Fraternity’ atau persaudaraan umat manusia.
Dengan demikian, kata Deni, bangsa ini akan lebih bisa menerima satu sama lainnya dan luas dalam menerima perbedaan. “Bagi saya, merawat keberagaman dan meneguhkan kebhinekaan di Indonesia, itu sama halnya, dengan kita menjaga Pancasila serta menjaga dan menegakan konstitusi negara, dan hal itu harus terus disuarakan oleh semua orang di republik ini,” katanya.
Ia berpendapat bahwa, narasi tentang merawat keberagaman dan meneguhkan kebinekaan di Indonesian, akan sulit terwujud, bila bangsa ini tidak sama sekali mempunyai atau pun mengedepankan spirit ‘Human Fraternity’ atau persaudaraan antar umat manusia.
“Dua narasi kebangsaan ini, rasanya tidak akan bermakna, dan tidak akan terwujud, bila di antara sesama kita, tidak mempunyai spirit Human Fraternity,” tegasnya. rls/fhs