web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Memahami Natal dalam Kalender dan Maknanya bagi Kita

5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Setiap tanggal 25 Desember kita merayakan Natal untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus, Sang Immanuel. Bagaimana penetapan tanggal tersebut terjadi?

DALAM kalender Kristiani tertua, yang dikenal dengan istilah Kronografi 354 atau Kalender 354 diketahui bahwa pada hari kedelapan sebelum Januari (dalam kalender), Kristus lahir di Betlehem di Yudea. Kronografi 354 ini ditulis oleh seorang kaligrafer (pengukir batu) asal Roma, Furius Dionysius Filocalus. Dia merupakan orang kepercayaan Paus Damasus I (304-384). Kronografi sendiri ditugaskan oleh seorang Kristen Roma dari kalangan aristokrat.

Hingga kini para teolog dan cendikiawan agama mencoba mencari tahu bagaimana sejarah itu terjadi. Salah satu penjelasannya sebagai berikut.

Gua Natal (Krippe) yang terbuat dari kain perca di Erlöserkirche, Wina Austria (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Dalam kekaisaran Romawi, titik balik matahari musim dingin dirayakan pada 25 Desember. Pada tahun 275, Kaisar Aurelius memerintahkan untuk diadakan “Sol Invictus“, yaitu sebuah perayaan sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari yang tak terkalahkan. Perayaan ini juga dilakukan dalam kultus Mithraic yang tersebar luas di seluruh kekaisaran Romawi termasuk wilayah yang kini menjadi negara Austria. Sekte Mithraic adalah saingan kuat kekristenan pada era abad ketiga hingga awal abad keempat. Dalam mitos Mithraic terdapat unsur-unsur yang mengingatkan akan kelahiran Kristus. Misalnya dikatakan bahwa Mithras lahir dari batu dan para gembala berperan penting dalam proses kelahiran Mithras. Hal ini memiliki kemiripan dengan kisah kelahiran Yesus, dimana para gembala juga memiliki peranan penting dalam mewartakan kabar kelahiran.

Tesis dari tafsir sejarah agama sampai pada kesimpulan bahwa kelahiran Yesus ditetapkan pada 25 Desember sebagai bentuk penyeimbangan kultus pagan “Sol Invictus“ (matahari yang tak terlakahlan). Dengan kesimpulan ini sebenarnya mau dikatakan bahwa Yesuslah Sang Matahari Kebenaran, Sang Terang Sejati.

Gua Natal (Krippe) di Peterskirche, Wina Austria (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Penjelasan lainnya adalah bahwa tanggal 25 Desember sudah diperhitungkan dalam Gereja. Dalam tulisan-tulisan Ibrani ada pandangan bahwa para bapa bangsa selalu hidup selama 63 tahun. Hari kematian Yesus diperkirakan pada tanggal 25 atau 28 Maret. Jika dihitung berdasar terjadinya inkarnasi dari Roh Kudus menjadi rupa manusia ketika Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung (25 Maret), maka hari lahir Yesus adalah 25 Desember.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sejak abad keempat itulah tanggal 25 Desember dianggap sebagai tanggal kelahiran Yesus. Pertama dilakukan di wilayah Roma lalu menyusul ke wilayah Afrika Utara dan Timur, wilayah Italia dan Spanyol. Salah satu dokumen yang ditemukan adalah catatan khotbah Uskup Numidia (sekarang Aljazair, Tunisia), Optatus von Mileve pada perayaan Natal tahun 362/363 yang bertema tentang pembunuhan bayi-bayi di Betlehem. Awalnya Natal dirayakan di wilayah kekaisaran Roma, lalu menyebar ke wilayah timur seperti Konstatinopel yang memulai perayaan Natal sejak tahun 380. Perayaan Natal di Roma semakin berkembang dan liturgi Romawi terus menjadi panutan pada abad pertengahan (abad 5 sampai 15 Masehi).

Berbeda Tanggal

Kini Gereja Katolik Roma merayakan Natal setiap 25 Desember berdasar kalender Gregorianus, sedangkan umat Katolik Yunani merayakan Natal setiap 6 Januari, ketika Gereja Katolik Roma merayakan Epiphani (Hari Raya Tiga Raja) karena mereka menggunakan kalender Julianus. Dalam kalender Julianus terdapat 365,25 hari dalam setahun. Kalender ini ditetapkan oleh Julius Caesar dan digunakan sejak 45 SM. Sedangkan dalam kalender Gregorianus (kalender Masehi) terdapat 365 hari dalam setahun dan setiap 4 tahun terdapat 1 tahun yang memiliki 366 hari (tahun Kabisat) dan digunakan sejak 1582 M. Kalender Gregorianus ditetapkan oleh Paus Gregorius XIII (1502-1585) sebagai bentuk penyempurnaan kalender Julianus. Kalender Julianus berlaku hingga Kamis 4 Oktober 1582 dan pada hari berikutnya (Jumat) dianggap sebagai 15 Oktober 1582. Hingga pada tahun 1582 tidak ada tanggal 5 sampai 14 Oktober. Sejak saat itulah berlaku kalender Gregorianus yang sekarang berlaku secara internasional dan kita kenal sebagai kalender Masehi.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sebagai contoh, umat Katolik di Ukraina kebanyakan menganut Katolik Yunani, sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan Kalender Gregorianus sedangkan untuk hal liturgi, mereka menggunakan Kalender Julianus.

Perhitungan Waktu

Peristiwa kelahiran Yesus menjadi sangat penting. Hal ini terbukti bahwa peristiwa tersebut menjadi penunjuk dimulainya tahun (dalam bahasa Latin disebut Anno Domini = tahun Tuhan atau disebut tahun Masehi).

Paus Gregorius XIII (1502 – 1585) (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Pada abad pertengahan ada enam awal tahun di Eropa. Pertama, orang Romawi menerapkan 1 Maret sebagai awal tahun. Kedua, karena reformasi Kalender Julius Caesar, maka 1 Januari ditetapkan sebagai awal tahun. Namun di wilayah Roma Timur, yaitu Byzantium (sekarang Istanbul), 1 Maret sebagai awal tahun, bertahan cukup lama. Ketiga, 25 Maret sebagai hari raya kabar sukacita adalah kemungkinan awal tahun lainnya (disebut sebagai tahun Maria). Keempat, ada juga yang memulainya dengan peristiwa Paskah karena Paskah merupakan festival yang dapat digeser harinya, maka awal tahun selalu dimulai pada tanggal yang berbeda. Kelima, di Byzantium 1 September ditetapkan sebagai awal tahun. Kemudian tahun baru dimulai pada 25 Desember dengan titik peristiwa kelahiran Yesus. Keenam, di Jerman tanggal 25 Desember diperkenalkan sebagai awal tahun pada masa Karolus Agung (742 – 814) sekitar tahun 800 Masehi.

Gua Natal (Krippe) di Canisiuskirche, Wina Austria (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Baru pada abad ke-16 tanggal 1 Januari secara bertahap ditetapkan sebagai awal tahun. Kelahiran Yesus Kristus tidak hanya menandai awal tahun, namun juga menjadi titik awal suatu kalender.

Perubahan Perayaan Natal

Seperti dituliskan di atas, perayaan Natal mengalami perkembangan seiring perjalanan waktu. Dalam perayaan Natal di masa awal, tidak ada kebiasaan memberi hadiah Natal. Hanya Uskup Nikolas (hidup pada abad ke-3, baca artikel “Sinterklas; Mitos atau Nyata“) yang terkenal suka membagikan hadiah di musim dingin kepada anak-anak. Selanjutnya pemberian hadiah tidak hanya dilakukan pada saat Natal dan bukan hanya oleh orang yang tampil menyerupai sosok Sinterklas. Baru di abad ke-19 perayaan Natal dilakukan sebagaimana yang kini banyak dilakukan orang hampir di seluruh dunia. Salah satunya adalah penggunaan pohon Natal. Pohon cemara atau pinus dipilih menjadi pohon Natal karena itulah satu-satunya tanaman yang bertahan hidup dalam musim dingin yang bersalju. Sedangkan gua Natal dengan penggambaran kandang domba di Betlehem yang penuh dengan jerami dan menghadirkan sosok bayi Yesus, domba-domba dan para gembala merupakan bentuk elemen kesalehan yang dimulai oleh St. Fransiskus Asisi. Ia melakukannya pertama kali di tahun 1223 dan kemudian terus bertahan hingga kini. Bahkan banyak gereja di Eropa yang memiliki gua Natal yang sifatnya permanen.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus
Gua Natal (Krippe) di Maria am Gestade Kirche, Wina Austria (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Pada abad ke-16 dramatisasi peristiwa kelahiran Yesus menjadi begitu terkenal dan masih dilakukan dalam perayaan Natal di banyak gereja. Begitu memasuki abad ke-18 ketika tradisi Barok dikikis oleh tradisi Renaissance, ornamen palungan bayi Yesus tidak lagi diijinkan untuk dibuat di dalam gereja. Namun kenangan akan keindahan gua Natal tetaplah melekat dalam hati umat Kristen. Hingga di abad ke-19 para pemahat kayu di Tirol Selatan, Austria mulai membuat kembali ukiran kayu berbentuk gua Natal. Dari situlah terus berkembang dan semakin populer pembuatan gua Natal untuk perayaan Natal.

Sr. Bene Xavier, MSsR (dari Wina, Austria)

HIDUP, Edisi No. 51, Tahun ke-76, Minggu, 18 Desember 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles