HIDUPKATOLIK.COM – Satu kali saya bersama Shasha dan Steve – putra dan putriku yg masih kecil – masuk ke dalam sebuah gereja tua dan besar di tengah kota Jakarta. Di dalamnya, tiba-tiba saya melihat di satu pojokan tertulis tujuh rangkaian huruf “E-R-O C-R-A-S” dan setiap hurufnya ditandai dengan penanggalan tertentu. Shasha yang masih berusia 5 tahun heran dan bertanya ingin tahu, “Apa arti ketujuh huruf tersebut, Papa? Apakah itu sebuah kebiasaan baru Katolik di bulan Desember ini?”
Dengan semangat, kujelaskan bahwa itu bukan sesuatu yang baru, tetapi merupakan bagian dari tradisi liturgis sejak masa awal Gereja (Katolik), khususnya bagi kaum imam dan biarawan. Tradisi itu ialah mendaraskan atau menyanyikan tujuh “Antifon O” dalam doa ibadat sore (Vesper) atau pada waktu doa malam dalam masa Adven keempat, menjelang Natal. Antifon dalam ibadat, misa, dan musik liturgis adalah suatu responsorium (tanggapan) oleh umat atau paduan suara (kor).
Selain dalam ibadat sore, ketujuh “Antifon O” ini juga diserukan dalam Bait Pengantar Injil dalam misa kudus mulai 17 Desember sampai 23 Desember. Antifon ini disebut sebagai “Antifon O” karena masing-masing judulnya dimulai dengan partikel vokatif “O”.
Berikut adalah judul dari ketujuh antifon tersebut dan penanggalan pelaksanaannya:
17 Desember: O Sapientia (O Kebijaksanaan)
18 Desember: O Adonai (O Tuhan)
19 Desember: O Radix Jesse (O Tunas Isai)
20 Desember: O Clavis David (O Kunci Daud)
21 Desember: O Oriens (O Surya Pagi)
22 Desember: O Rex Gentium (O Raja Para Bangsa)
23 Desember: O Emmanuel (O Tuhan Beserta Kita)
Ketujuh “Antifon O” yg merupakan gelar untuk Tuhan ini disusun pada abad ke-7 atau ke-8 ketika para biarawan mengumpulkan teks-teks dari Perjanjian Lama, terutama dari kitab nabi Yesaya – dan beberapa kitab Perjanjian Lama terkait lainnya – sebagai langkah persiapan menantikan kedatangan sang Mesias.
Tentu kita sudah familier dengan lagu di Masa Adven yang berjudul “Veni, Veni, Emmanuel”, bukan? Dalam buku lagu di Puji Syukur, lagu tersebut diterjemahkan menjadi “O Datanglah Imanuel” (PS 442 & 443). Sayangnya, lirik lagu di Puji Syukur itu hanya terdiri dari 5 bait dari semestinya 7 bait, itu pun setahu saya dalam urutan yang acak.
Hal yang sangat menarik dari “Antifon O” adalah jika kita mengambil huruf pertama dari ketujuh gelar itu dalam urutan terbalik – Emmanuel, Rex, Oriens, Clavis, Radix, Adonai, Sapientia -, walau terkesan seperti cocokologi. 😀
Maka, dari urutan huruf tersebut terbentuklah sebuah aksara dalam bahasa Latin: ERO CRAS. Artinya, “Aku Akan Ada/Hadir Besok”. Sementara, terjemahan “Aku Akan Datang”, seperti yg ditulis di pojokan gereja yg saya lihat itu (lihat foto) kurang tepat. Kalau “Aku Akan Datang”, terjemahan Latinnya menjadi Veniam Cras, bukan Ero Cras.
Memang makna Ero Cras ini sudah ada di dalam nama Tuhan sendiri: YHWH, Aku Ada yang Aku Ada. Untuk penjelasan nama Tuhan ini, silakan membaca Buku karya Febry Silaban, “YHWH: Empat Huruf Suci”, penerbit Dioma: 2018, hlm. 82-111.
Dalam buku tersebut dikatakan, Tuhan Yesus, yang kehadirannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang berbicara kepada kita, “Besok Aku akan ada, besok Aku akan berada di sana” (“Ehyeh Asher Ehyeh”, Kel 3:14a).
Ya, esok Sang Emmanuel akan berada di setiap palungan yang diberkati di gereja-gereja. Esok (tanggal 25) Ia akan berada di setiap rumah dan di setiap hati yang pantas menyambut kedatanganNya…
Selamat merenungkan ERO CRAS. Maranatha!
Serpong, 11.12.2021
Minggu Gaudete
Febry Silaban, alumnus Seminari Menengah “Christus Sacerdos” dan STFT St. Johanes, Pematang Siantar, Sumut/Penulis Buku “YHWH, Empat Huruf Suci”
Terimakasih atas penjelasan yang detail tentang makna dari Ero Cras.semoga dengan kami dapat menyambut kelahiran Yesus lebih penuh makna dan penuh sukacita.