HIDUPKATOLIK.COM – Alami “wajah” Yesus yang berbelas kasih, Edith Stein, Bunda Teresa, dan KKIT-ITM lakukan karya kemanusiaan
Tersaji di sini tautan “benang merah” antara ketiga sosok pelaku gerakan kemanusiaan dalam satu tarikan nafas yang sama: dari pengalaman spiritual akan “wajah” Yesus yang berbelas kasih, maka mengalirlah energi batin luar biasa mau berkurban untuk dan demi sesama. Masing-masing tokoh itu kemudian melakukan karya-karya kemanusiaan untuk memuliakan Tuhan. Demi memperlakukan sesama sesuai martabatnya sebagai mahkluk Tuhan yang diciptakan secitra dengan-Nya.
Edith Stein, Bunda Teresa, dan KKIT-ITM Indonesia
Ketiga tokoh itu adalah Edith Stein yang kemudian dikenal sebagai Santa Teresa Benedicta dari Salib (1891-1942); Santa Bunda Teresa (1910-1997) dari Calcutta; dan Kerabat Kerja Ibu Teresa “I Thirsty Movement” (KKIT-ITM) Indonesia. Masing-masing dengan caranya sendiri ingin memuliakan Allah dan memperlakukan sesama manusia secara bermartabat. Sesuai tantangan zaman dengan model karya pengurbanan macam apa yang saat itu dibutuhkan orang.
Edith Stein, filosof Jerman berdarah Yahudi, semula memilih bersikap ateis. Namun, karena sering menyaksikan ketabahan temannya yang selalu tekun dan setia merawat suaminya sampai kematiannya, ia akhirnya “bertobat”. Paradigma hidup dan keyakinan imannya berubah secara radikal. Diwujudkan dengan keputusannya menjadi suster biarawati Ordo Karmelit Tak Berkasut (OCD). Saat Meletus Perang Dunia II, ia rela mati, karena beranu membela iman kristianinya di hadapan pemerintahan fasis Nazi.
Demikian pula yang terjadi dengan orang kudus bernama Santa Bunda Teresa dari Calcutta, India. Saat muda belia, Sr. Teresa mengalami visiun akan Bunda Maria yang menunjukkan putera-Nya yang saat itu berseru lirih “Aku haus”, di tengah penderitaan-Nya di atas salib.
Oleh Ketua KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, visiun itulah yang merupakan pengalaman spiritual Bunda Teresa yang kemudian dipersepsikan oleh suster berperawakan mungil asal Albania ini sebagai “panggilan keduanya”. Visiun itu pula yang kemudian membawa St. Teresa muda pada keputusan untuk meninggalkan Biara Loreto dan mulai merintis berdirinya Missionaries of Charity (MC)
Pemenang Nobel Perdamaian tahun 1979 ini meninggal dunia 5 September 1997. Ia dinobatkan menjadi Orang Kudus dengan predikat Santa oleh Paus Fransiskus tanggal 15 Maret 2016. “Di situ ada muatan sangat penting yang ingin ditonjolkan yakni pengalaman spiritual Bunda Teresa tentang Yesus yang mengucap lirih “Aku haus” di atas kayu salib,” kata Kardinal Suharyo saat memberi homili pada Perayaan Ekaristi memperingati 25 tahun meninggalnya Bunda Teresa di Gereja Katedral Jakarta, 5 September 2022 lalu.
Menurut Kardinal Suharyo, pengalaman spiritual itulah yang akhirnya menggerakkan Bunda Teresa punya motivasi kuat mau melayani sesama yang telah “putus harapan”. Dilakukannya sejak tahun 1948 di gang-gang kumuh dengan merawat orang miskin-papa yang tergeletak sakit tanpa perawatan, yang telah sekarat untuk kemudian bisa “diantar” menuju kematiannya secara bermartabat sebagai mahkluk ciptaan Tuhan.
“Pengalaman spiritual berupa pertemuan dengan Kristus yang Tersalib itulah yang akhirnya mengubah hidup dan memberi daya semangat baru dalam pelayanan Ibu Teresa,” papar Kardinal Suharyo.
Sejak itulah, pengalaman spiritual “I Thirsty” selalu menjadi dasar fundamental sebagai motivasi dasar bagi Kongregasi Suster MC untuk mempraktikkan layanan belarasa mereka kepada orang-orang yang secara sosial-ekonomi telah “ditinggalkan” dan sudah “tidak dipedulikan” oleh banyak orang: kaum gelandangan miskin di jalan-jalan. Singkat kata, memperlakukan manusia secara terhomat adalah inti spiritualitas pengikut Bunda Teresa dari Calcutta.
KKIT-ITM Indonesia
Di Indonesia, spiritualitas Bunda Teresa yang terumuskan dalam ungkapan “Aku haus” itu ternyata sudah beberapa puluh tahun lalu telah dipraktikkan oleh kelompok-kelompok kecil independen yang menyebut diri “Mother Teresa’s Co-Workers”. Atau dalam bahasa Indonesia: Kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa “I Thirsty Movement” (KKIT-ITM) Indonesia.
Para aktivis Gerakan KKIT-ITM Indonesia adalah mereka yang ingin meneladani semangat Bunda Teresa. Dipraktikkan dengan mewujudnyatakan spiritualitas “I Thirsty” dalam tindakan-tindakan belas kasih kepada sesama secara nyata. Para penggiat kemanusiaan itu datang dari berbagai macam profesi, tingkatan umur berbeda-beda. Juga dari latar belakang bermacam-macam.
Namun, selalu ada satu hal yang kemudian mampu menyatukan mereka. Yakni, keinginan tulus mau menolong sesama; terutama mereka yang terpinggirkan secara sosial-ekonomi. Karena komitmen akan misi kemanusiaan ini tulus, maka “hura-hura” publikasi di depan lensa kamera foto dan video jarang mereka tampilkan.
Ini dikatakan sendiri oleh Sinta Ekoputri Hidayat, salah satu penggiat KKIT-ITM Indonesia, saat berkisah tentang awal keterlibatannya dalam “Gerakan Aku Haus” KKIT-ITM Indonesia sejak 35 tahun lalu sampai saat ini. “Pengalaman bertemu dan melihat sendiri bagaimana Bunda Teresa melayani sesama telah mengubah banyak hal dalam hidup saya,” ungkap Sinta Hidayat.
Dari isteri pengusaha Irwan Hidayat ini, kita jadi tahu sepak-terjang KKIT-ITM Indonesia dalam upayanya agar tetap bisa memberi makna konkrit dalam keseharian mereka terhadap spiritualitas warisan rohani Bunda Teresa.
Pemaknaan itu ingin mereka wujudnyatakan, terutama di dalam keseharian mereka sebagai umat Katolik. Juga sebagaimana lazimnya warga negara Indonesia yang benar-benar mencintai tanah air Indonesia dan sesama anak bangsa. Terutama mereka yang secara sosial-ekonomi di masyarakat sangat terpinggirkan dan terlupakan. Dengan menggelar kegiatan “Warung Sehat” di permukiman-permukiman kumuh di bawah kolong jembatan tol atau di balik megahnya gedung-gedung bertingkat dan apartemen berkelas. Juga, menyediakan diri di antara penggiat KKIT-ITM itu sebagai kasir dan bendahara bagi mereka yang ingin belajar menabung dengan baik. “Setiap kali, mereka ingin mencairkan dana tabungan mereka, maka kami menyediakan diri untuk melakukan pembayaran,” jelas Sinta Hidayat.
Semangat Belarasa
Pada kesempatan misa peringatan 25 tahun meninggalnya Bunda Teresa di Gereja Katedral Jakarta, Kardinal Suharyo mengajak para penggiat misi karya kemanusiaan KKIT-ITM Indonesia dan segenap umat untuk tetap setia dan rajin melanjutkan karya kemanusiaan yang jauh dari publikasi ini.
Gelaran ekaristi itu sendiri merupakan “puncak” dari serangkaian acara yang digelar selama sembilan hari sebelumnya: Novena St. Bunda Teresa dengan melibatkan sejumlah uskup dan para imam yang menggantikan peran uskup mereka karena berhalangan ikut serta.
Mathias Hariyadi
HIDUP, Edisi No. 45, Tahun ke-76, Minggu, 6 November 2022