HIDUPKATOLIK.COM – KEVIKEPAN Yogyakarta sejak dua tahun lalu telah dimekarkan menjadi dua kevikepan kembar, yaitu Kevikepan Yogyakarta Barat (KYB) dan Kevikepan Yogyakarta Timur (KYT). Dalam rangka merayakan ulang tahun kedua atas dua kevikepan itu telah dilangsungkan perayaan Ekaristi syukur dan novena ke-8 Keutuhan Alam Ciptaan dan Sinodal bertempat di Taman Doa Kebon Dalem Yusuf Maria (TDK Yuma) Kokap, Kulon Progo Yogyakarta.
Perayaan ini dipimpin Romo A.R. Yudono Suwondo (Vikep KYB) dan didampingi Romo A. Maradiyo (Vikep KYT), Romo A. Suratmo (Ketua KPKC), Romo Bernardus Himawan (Ketua Komkat KYB), Romo G. Prima Dedy Saputra (Ketua Komlit), Romo A. Hadi Cahyono (Ketua Komisi PSE), Romo P. Noegroho Agoeng (Pastor Paroki Wates), dan Romo Marcel (pastor asal Paroki Wates). Perayaan ini menjadi menarik karena sekaligus meresmikan tempat ziarah baru di Kokap, yaitu Taman Doa Kebon Dalem Yusuf Maria.
Panggilan Tuhan
Taman doa ini dibangun di bekas lokasi gua Maria atau Taman Doa Maria Selintang. Karena gereja berlindung kepada Santo Yusuf maka kemudian dipikirkan untuk memperkaya khazanah devosi umat dengan membuat taman doa Yusuf Maria.
Ide ini mengandung harapan agar taman doa TDK Yuma menjadi inspirasi bagi keluarga-keluarga muda, dalam menjawab ya terhadap pasangan untuk menjadi suami istri. Hal itu juga berarti menjawab ya atas panggilan Tuhan, yang lalu melaksanakan panggilan Tuhan sampai akhir hidupnya sesuai dengan teladan Yusuf Maria.
Inspirasi yang hendak diperdalam adalah bagaimana Yusuf Maria menemani Yesus sampai umur 12 tahun. Yesus yang waktu itu tertinggal di Bait Allah dan tidak mau pulang. Yesus yang berdiskusi dengan para pembesar dan pemuka agama. Inspirasi yang hendak ditemukan bagaimana menemani dan menemukan Yesus di bait Allah.
Konsep ini hendak memperkaya para orang tua dalam mendidik dan mendampingi anak-anak mereka khususnya dalam masa awal hidupnya, sehingga perhatian terhadap tumbuh kembang anak tidak hanya terkait soal fisik semata, namun juga memperhatikan hal-hal yang sifatnya rohani dan spiritual.
Upaya membuat pendasaran hidup beriman bagi anak-anak di masa kini merupakan tantangan besar yang membutuhkan perjuangan dan ketekunan para orang tua agar setia pada janji perkawinan untuk mendidik anak dalam iman Katolik dan menghayati menghidupi nilai-nilainya secara konkret.
Hal itu dikatakan Romo Agoeng saat memaparkan tentang TDK Yuma yang diresmikan sebagai tempat ziarah baru. Dalam perayaan Ekaristi ini kemudian dilakukan pemberkatan sumur, bangunan taman doa, patung-patung, dan tabernakel yang ada di dalam taman doa.
Di depan taman doa juga ada sumur sedalam 60 meter yang airnya sangat segar dan berlimpah debitnya, sehingga menjadi inspirasi tentang kemurahan Allah yang tanpa batas. Dalam kaitan dengan novena keutuhan ciptaan, dengan menghayati nresnani kali (mencintai sungai) taman doa ini menghadap ke sungai sebagai lambang manusia perlu menghargai kesatuan hulu dan hilir sungai sehingga kelestarian sungai menjadi berkat bagi banyak orang.
Budaya Lokal
Patung-patung yang menggunakan kostum busana lokal melambangkan kesatuan inkulturasi, seperti salah satu sifat air dalam hastha brata, atau 8 prinsip kepemimpinan Jawa. Orang Jawa dikenal mempunyai laku ambeging tirta, seperti air. mengikuti bentuk wadahnya, berlekuk, berputar, berkelok-dsb. Namun atasnya pasti akan datar atau rata melambangkan ketenangan meskipun dinamika hidupnya bergejolak.
Air juga mengalir dari atas ke bawah. Manusia harus menyesuaikan diri dia berada di mana, berusaha untuk memperhatikan yang lebih rendah, yang kurang sejahtera, yang miskin.
Hal ini diungkapkan Pj Bupati Kulon Progo, Tria Saktiana. Menutup sesi katekese novena, Bupati memberikan tiga filosofi utama dalam hidup manusia. Hamemayu hayuning bawono. Artinya menyelamatkan dunia yang asalnya cantik supaya tidak rusak, atau mempercantik dunia yang sudah cantik. Sangkan paraning dumadi. Manusia harus sadar mengapa diciptakan, apa kewajibannya. Manunggaling kawula lan Gusti. Manusia harus membangun hubungan yang kuat solid, erat dengan Tuhan penciptanya, tetapi juga dengan pimpinannya agar bisa memberikan daya guna dan manfaat bagi kehidupan.
Kedua Vikep secara bergantian menyampaikan harapan dan kesan, selama perjalanan reksa pastoral mereka dalam dua kevikepan kembar ini. Dengan mengambil bagian dalam prokreasi, secara khusus kita diajak untuk mengembalikan alam semesta ini yang sejak awal mula amat baik adanya.
Veronika Naning (Yogyakarta)
HIDUP, Edisi No. 44, Tahun ke-45, Minggu, 6 November 2022