HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 13 November 2022 Minggu Biasa XXXIII Mal.4:1-2a; Mzm.98:5-6, 7-8, 9a; 2Tes.3:7-12; Luk.21:5-19
“BAGIAN luar bangunan itu melahirkan kekaguman dalam pikiran maupun mata…ia seperti gunung yang tertutup salju sebab semua yang tidak dilapisi dengan emas, adalah putih semata.” Demikianlah pernyataan Flavius Yosefus, sejarawan Yahudi abad pertama, dalam bukunya Perang Yahudi tentang Bait Allah yang dibangun oleh raja Herodes Agung mulai 20 SM sampai pada zaman Yesus Kristus.
Dari pengakuan Yosefus yang merupakan saksi mata dari pembangunan Bait Allah, jelas sekali, Bait Allah termasuk salah satu bangunan paling indah dalam seluruh kekaisaran Romawi. Sayangnya, Bait Allah itu seolah-olah dibangun hanya untuk dihancurkan. Enam tahun setelah selesai pembangunannya, Jenderal Titus menghancurkan Bait Allah pada 70 M sebagai reaksi atas pemberontakan orang Yahudi terhadap pemerintahan Romawi.
Injil Lukas mencatat nubuat kehancuran Bait Allah yang keluar dari mulut Yesus. “Apa yang kamu lihat di situ akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.” (Luk. 21:6).
Hancurnya Bait Allah adalah hari kiamat bagi bangsa Yahudi. Mereka kehilangan salah satu pilar penyangga identitas dan kebanggaan mereka. Selain itu, Yesus juga menyinggung berbagai peristiwa yang mendahului kehancuran itu: pemberontakan, peperangan antar bangsa, bencana alam, penyakit sampar dan kelaparan.
Pada saat yang sama, di beberapa tempat, komunitas Kristen perdana juga sedang menghadapi penganiayaan dari para penguasa negara, bahkan dari keluarganya sendiri. Jadi, baik bangsa Yahudi maupun komunitas Kristen perdana mengalami penderitaan, penganiayaan, dan ancaman kematian.
Para nabi Perjanjian Lama, seperti nabi Maleakhi, kerap menggambarkan situasi dan kondisi di atas sebagai Hari Tuhan. Hari Tuhan, istilah yang populer sepanjang zaman, pertama-tama sebetulnya tidak menunjuk pada hari tertentu di masa depan, yang biasa disebut hari kiamat. Hari Tuhan adalah hari atau masa di mana terjadi peristiwa yang sangat menggoncangkan dunia, sebuah peralihan dramatis yang mengubah sejarah manusia.
Orang beriman meyakini, Tuhan-lah yang mengatur semuanya ini. Jadi, Hari Tuhan adalah hari atau masa di mana Dia hadir untuk mengubah sejarah manusia. Kehancuran Yerusalem dan Bait Allah Salomo pada 587 SM, misalnya, juga dipandang sebagai Hari Tuhan bagi kerajaan Yehuda pada waktu itu.
Menimbang gambaran di atas, pertanyaannya, apakah sekarang ini dunia sedang memasuki fase menuju Hari TUHAN? Wallahualam. Hanya Tuhan yang Mahatahu. Tapi, kita pastinya sadar, dunia sekarang ini sedang tidak baik-baik saja. Setiap hari kita mendengar berita yang melelahkan pikiran dan emosi: ketegangan politik di berbagai kawasan seperti perang Rusia dan Ukraina yang tidak tahu kapan berakhir, krisis ekonomi yang terjadi di mana-mana, ancaman kelaparan, rentetan bencana alam yang nyaris seperti serial film. Nyaris setiap minggu selalu terjadi.
Sepertinya harus diakui, situasi dan kondisi dunia di atas barangkali terjadi karena dosa dan kesalahan manusia. Rasa kepedulian dengan sesama dan alam semesta sudah meredup dalam kesadaran kita. Ego dan kepentingan pribadi lebih diprioritaskan daripada kesejahteraan bersama. Solidaritas antar bangsa menjadi tumpul. Alam dihancurkan demi kesenangan manusia sesaat.
Perikop Hari Tuhan dari nubuat Maleakhi dan perkataan Yesus tentang kekacauan dunia dalam Injil Lukas sebenarnya mengajak kita untuk bertobat. Caranya yaitu dengan selalu sadar dan waspada terhadap situasi di sekitar kita. Orang yang sadar dan waspada adalah tipikal orang yang takut akan Allah. Seperti dalam nubuat Maleakhi, di dalam diri orang semacam ini akan terbit surya kebenaran. Namun, lebih daripada itu, dalam kondisi dunia yang sedang tidak baik-baik saja ini, seperti kata Yesus, kita perlu bertahan dalam jalan kebenaran, supaya kita memperoleh kehidupan.
“Dunia sekarang ini sedang tidak baik-baik saja.”
HIDUP, Edisi No. 46, Tahun ke-76, Minggu, 13 November 2022