HIDUPKATOLIK.COM – JOSEPH Zen Ze-kiun, lahir 13 Januari 1932 di Shanghai, adalah seorang kardinal Gereja Katolik dari Hong Kong, yang menjabat sebagai uskup keenam Hong Kong. Dia diangkat menjadi kardinal pada tahun 2006, dan telah berbicara blak-blakan tentang isu-isu mengenai hak asasi manusia, kebebasan politik, dan kebebasan beragama. Ikatan kuatnya dengan kubu prodemokrasi sering mengundang kritik dari kubu pro-Beijing dan pemerintah Republik Rakyat China.
Dia pensiun pada 15 April 2009, tetapi tetap memiliki pengaruh prodemokrasi yang kuat di Hong Kong. Pada 11 Mei 2022, ia ditangkap oleh Polisi Keamanan Nasional dan kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Joseph Zen lahir di Shanghai dari orang tua Katolik, Vincent Zen dan Margaret Tseu. Dia belajar di sekolah gereja selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua, tetapi dikirim ke biara setelah ayahnya menderita stroke.
Joseph Zen melarikan diri ke Hong Kong dari Shanghai untuk menghindari kekuasaan Komunis pada akhir Perang Saudara Tiongkok. Setelah memasuki Salesian di novisiat Hong Kong pada tahun 1948, ia ditahbiskan menjadi imam pada 11 Februari 1961 oleh Kardinal Maurilio Fossati. Dia memilih moto Ipsi Cura Est (Karena Dia peduli padamu).
Joseph Zen memperoleh gelar sarjana teologi (1961) dan doktor filsafat (1964) dari Universitas Kepausan Salesian di Roma. Setelah tahun 1973, ia mengajar di Seminari Roh Kudus Hong Kong – 1976 hingga 1978 di Macao Salesian School (Instituto Salesiano) sebagai kepala sekolah. Pada tahun 1978 ia menjadi pemimpin Provinsi Salesian yang meliputi China Daratan, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Kemudian ia mengundurkan diri pada tahun 1983. Dia adalah seorang dosen di seminari-seminari di China, pusat studi yang diakui oleh Partai Komunis, antara tahun 1989 dan 1996. Ia diangkat sebagai koajutor Uskup Hong Kong pada tahun 1996 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Sebenarnya masa pensiun menjadi suatu kesempatan untuk menenangkan diri. Namun Uskup Joseph Zen memilih untuk tetap terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, ikut berdoa bersama umat Katolik sebelum protes terhadap Undang-Undang Dasar Hong Kong Pasal 23.
Pada 18 September 2005, dia mengatakan kepada wartawan surat kabar Hong Kong Apple Daily bahwa dia bersedia pensiun pada Januari 2007. Dia juga mengatakan bahwa dia ingin menjadi guru di China Daratan atau di Afrika, karena ada kekurangan guru di Afrika. Mantan ketua Partai Demokrat Martin Lee, juga seorang Katolik Roma, menyatakan bahwa karena Kardinal Zen masih sehat untuk usianya, Paus dapat meminta dia untuk tetap di posisinya. Anggota Dewan Legislatif Audrey Eu memuji Kardinal Zen karena lebih berani daripada pemimpin agama lain di Hong Kong dalam berbagi pandangan politiknya dan juga karena “ia menjalankan gagasannya tentang keadilan, kesetaraan, dan filantrofi melalui upaya nyata”.
Di sisi lain, beberapa kaum konservatif di dalam Gereja berspekulasi bahwa hubungan yang tegang antara Beijing dan Takhta Suci akan menjadi lebih santai jika Mgr. Zen pensiun. Meski demikian, Mgr. Zen menulis surat kepada Paus pada 13 Januari 2006 dan menyatakan bahwa ia memang ingin pensiun dari jabatannya, meski bukan karena usianya. Pada 15 April 2009, Paus Benediktus menerima pengunduran diri Kardinal Zen dan John Tong Hon menjadi Uskup Keuskupan Hong Kong.
Selama tiga hari, 22-24 Oktober 2011, Kardinal Zen melakukan mogok makan sebagai aksi protes terhadap kekalahan pertempuran hukum lama dengan pemerintah Hong Kong mengenai bagaimana sekolah bantuan (subsidi) harus dijalankan. Dia kemudian menulis tentang pengalamannya dalam sebuah surat terbuka.
Menjadi Kardinal
Pada 22 Februari 2006, pihak Vatikan mengumumkan bahwa Mgr. Zen diangkat ke dalam Kolegium Kardinal oleh Paus Benediktus XVI dalam konsistori pada 24 Maret 2006. Zen, yang diangkat menjadi Kardinal-Imam Santa Maria Madre del Redentore a Tor Bella Monaca, melihat pengangkatannya sebagai indikasi betapa Paus menghargai Gereja di China. Dia diangkat sebagai anggota Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen.
Pengangkatan Uskup Zen disambut baik oleh umat Katolik di Hong Kong, karena dipandang sebagai pengakuan atas sikap uskup yang kuat terhadap keadilan sosial dan sebagai suatu kehormatan bagi gereja di Hong Kong. Vikaris Jenderal Dominic Chan Chi-ming mengatakan bahwa akan menjadi suatu kehormatan jika seorang kardinal sekali lagi mengepalai keuskupan. Pastor Louis Ha Ke-loon mengatakan hal itu menunjukkan bahwa Paus merasa Uskup Zen harus berbicara.
“Hal ini menjadi kabar baik, karena tidak peduli apakah dia seorang uskup atau kardinal, sebagai pemimpin agama Mgr Zen menggemakan suara moral rakyat,” kata Legislator Demokrat Martin Lee.
Pada saat pengangkatannya, Uskup Zen adalah satu-satunya kardinal Tionghoa yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam konklaf kepausan. Pengangkatannya dapat dilihat sebagai harapan bagi Gereja Katolik bawah tanah di China.
Paus Benediktus XVI menunjuk Kardinal Zen untuk menulis renungan Jalan Salib yang dipimpin oleh Paus Benediktus di Colloseum (Roma) pada Jumat Agung, 21 Maret 2008.
Hubungan dengan Tiongkok
Pada Oktober 2011, Kardinal Zen mengatakan bahwa dia telah menerima HK$20 juta dari taipan Hong Kong, Jimmy Lai sejak 2005, yang digunakan untuk membantu Gereja bawah tanah dan kaum miskin di daratan China.
Pada 2014 Kardinal Zen meminta Paus Fransiskus untuk tidak mengunjungi China, dengan mengatakan bahwa Paus akan “dimanipulasi”. “Saya akan memberitahunya sekarang, ‘Jangan datang, Anda akan dimanipulasi’. Beberapa (Katolik) pemberani tidak akan dapat bertemu (Paus), dan Partai Komunis akan menunjukkan kepadanya uskup-uskup yang tidak sah, termasuk tiga yang dikucilkan,” kata Kardinal Zen dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia Corriere della Sera.
Komentar tersebut muncul saat hubungan antara Vatikan dan China membaik pada hari-hari awal masa kepausan Fransiskus, dengan Kementerian Luar Negeri China mengucapkan selamat kepada Paus Fransiskus atas pemilihannya. Kardinal Zen mengatakan dia tidak melihat tanda-tanda dialog terjadi antara Gereja Katolik dan China.
“Bahkan jika dalam kondisi ini Beijing mengulurkan tangan, itu akan menjadi tipuan dalam situasi seperti ini,” katanya. “Uskup kita yang malang adalah budak, Partai Komunis menyangkal rasa hormat mereka, mencoba mengambil martabat mereka.”
Pada September 2014 sebagai bagian dari protes Hong Kong 2014, Kardinal Zen berbicara kepada para pengunjuk rasa. “Sudah saatnya kita benar-benar menunjukkan bahwa kita ingin bebas dan tidak menjadi budak. … Kita harus bersatu bersama,” katanya. Selama pidatonya, para pengunjuk rasa ditembaki gas air mata dan dia meminta mereka untuk membubarkan diri.
Dalam sebuah wawancara 2018, Kardinal Zen, tentang hubungan Sino-Takhta Suci, mengatakan, “Paus Fransiskus tidak tahu Partai Komunis yang sebenarnya di Tiongkok, tetapi (Kardinal) Parolin harus tahu. Dia ada di sana (di Sekretariat Negara) bertahun-tahun, jadi dia harus tahu. Dia mungkin senang mendorong paus untuk optimis tentang negosiasi, tapi itu berbahaya. Paus Fransiskus membutuhkan seseorang untuk menenangkannya dari antusiasmenya.”
“Sepertinya Sekretaris Negara ingin memiliki solusi. Dia begitu optimis. Itu berbahaya. Saya memberi tahu Paus bahwa dia (Parolin) memiliki pikiran yang beracun. Dia sangat manis, tapi aku tidak percaya pada orang ini. Dia percaya pada diplomasi, bukan pada iman kita,” tambah Kardinal Zen.
Frans de Sales, SCJ, dari berbagai sumber
HIDUP, Edisi No. 44, Tahun ke-76, Minggu, 30 Oktober 2022