HIDUPKATOLIK.COM – KOMISI Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia (Komkat KWI) pertengahan September lalu menggelar sebuah pertemuan penting di Muntilan, Jawa Tengah. Pertemuan Kateketik antar-Keuskupan se-Indonesia (PKKI) XII selama sepekan, 9-14/2022. Inilah pertemuan pertama, pasca pandemi, yang menghadirkan Komkat Keuskupan se-Indonesia kecuali Sorong dan Timika.
Selain mendengarkan sharing dari pelbagai keuskupan, peserta juga mendapat masukan dari para narasumber dan panelis. Menarik untuk melihat tiga tema besar yang diusung dalam pertemuan ini, yakni moderasi beragama, katekese di era atau budaya digital, dan pemulihan pasca pandemi Covid-19. Dia akhir pertemuan, para peserta menyampaikan komitmen dan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait, KWI, keuskupan, dan Bimas Katolik RI.
Moderasi beragama memang menjadi topik yang hangat karena tahun 2022 ini ditetapkan pemerintah sebagai tahun moderasi. Persoalan intoleransi, radikalisme, dan terorisme menjadi masalah amat serius yang dihadapi bangsa ini belakangan ini.
Sedangkan budaya digital tak bisa dielakkan lagi. Pandemi yang melanda dunia dalam tiga tahun terakhir ini telah mempercepat manusia masuk ke dalam dunia digital. Jargon bekerja dan belajar dari rumah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tak hanya itu. Untuk kalangan beragama, beribadah pun dilakukan melalui digital (ibadat live streaming). Kita bersyukur bahwa situasinya kini telah jauh berbeda. Pandemi semakin lama-semakin dapat dikendalikan sehingga aktivitas kerja/kerja telah seperti sediakala dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Begitu juga dengan rumah-rumah ibadah yang telah dibuka lagi.
Komitmen dan rekomedasi PKKI XII diharapakan dapat menjadi panduan dalam pewartawan dengan tiga topik besar yang dibicarakan dalam pertemuan ini. Dunia atau budaya digital mendapat perhatian cukup serius dari panitia penyelenggara dan peserta. Tema ini in line dengan moderasi beragama dan pemulihan pasca pandemi. Sebut saja misalnya, bagaimana moderasi beragama dapat terus ditumbuhkembangkan melalui media digital.
Dunia ini adalah milik anak-anak, remaja, dan orang muda. Ini adalah era mereka. Bila ditarik ke dalam Gereja, bagaimana Gereja mencari terobosan-terobosan agar pewartaan semakin agresif dilakuakn dunia digital. Bagaimana — dalam hal ini terutama Komkat dari tingkat keuskupan hingga paroki/stasi — mampu menyediakan konten-konten yang bermutu yang dapat diakses dengan mudah oleh anak, remaja, dan orang muda.
Adalah tidak mudah mengajak sebagian besar orang muda untuk kembali mengikuti liturgi/ibadat secara langsung di gereja masing-masing. Tiga tahun ‘menikmati’ kemudahan dalam beribadat secara online tidak mudah ditinggalkan. Mengapa? Ya, bagi mereka, karena memang, lebih mudah dan praktis. Untuk apa repot-repot ke gereja kalau toh ada begitu banyak ibadat yang dapat diikuti secara online.
Kita berharap, hasil-hasil pertemuan Muntilan ini dapat menjadi titik awal menggerakkan kembali semangat berkatekese, secara khusus untuk anak-anak, remaja, dan oarng muda, yang lebih hidup dan dinamis di dunia digital menuju Gereja Digital yang sudah mulai dibicarakan para teolog pastoral (digital ecclesiology).
HIDUP, Edisi No. 41, Tahun ke-76, Minggu, 9 Oktober 2022