web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Tiap Hari Latih Diri: Dalam Praktik, Siswa Dilatih dan Dibimbing agar Berkompeten dan Berkomitmen

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – SMK Katolik St. Mikael Surakarta berada dalam kompleks Kolese Mikael (MICO) dibawah naungan Yayasan Karya Bakti Surakarta yang merupakan “paket lengkap pendidikan vokasi”. Ketua Program Studi Kompetensi Teknik Perancangan dan Gambar Mesin, Bagus Eko Budiyudhanto membeberkan, hal ini karena terdapat SMK, Politeknik ATMI Surakarta yang memiliki jenjang pendidikan D3 dan D4, serta beberapa industri manufaktur, seperti PT. ATMI Solo yang bergerak dalam bidang precision part, machinery dan sheet metal fabrication, kemudian PT. ATMI IGI Centre yang memiliki fokus dalam product development, mold making dan plastic injection.

Selain itu ada PT. ATMI Duta Engineering yang memiliki teknologi laser cutting. Salah satu wujud kolaborasi project based learning antara Mikael, Politeknik ATMI dan PT. ATMI Solo adalah mesin bubut CNC yang telah dilaunching oleh Dirjen Vokasi saat itu Wikan Sakarinto.

Salah satu kegiatan Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah siswa MICO.

Menurut Bagus, untuk menjamin kualitas kompetensi dan karakter guru praktik, maka 99% guru praktik adalah alumni Mikael. Oleh karena itu sekolah telah memastikan masing-masing guru memiliki sertifikat kompetensi teknis standar industri dan kompetensi asesmen dari BNSP. Selain itu, guru praktik akan selalu memastikan bahwa fasilitas mesin, peralatan dan alat ukur yang digunakan oleh siswa dalam kondisi siap dipakai dan terkalibrasi.

Kurikulum Merdeka

Merdeka belajar yang dilaksanakan di SMK Katolik St. Mikael dimulai dengan cara menggali passion serta apa tujuan siswa setelah lulus. Sekolah melihat peluang di Kurikulum Merdeka, adanya pelajaran pilihan. Sehingga sekolah memberikan kesempatan siswa memilih mata pelajaran yang kaitannya dengan perancangan.

“Untuk  siswa Kelas 11 ada 3 pilihan mata pelajaran: Teknik Perancangan dan Gambar Mesin; Manufaktur; Sains. Ini merupakan implementasi Kurikulum Merdeka di Mikael. Ketiga mata pelajaran pilihan ini menunjang mereka ketika mereka lulus. Contoh, mata pelajaran Sains guna siswa yang hendak studi lanjut,” terang Bagus.

Menurut Bagus, kurikulum yang dilaksanakan di SMK Katolik St. Mikael selalu mengikuti kurikulum yang berlaku secara nasional, namun hal ini tidak pernah dilaksanakan secara standar minimal, selalu akan dilaksanakan sesuai dengan tuntutan dari industri pengguna lulusan maupun pengguna produk Mikael.

Karena itu, tambah Bagus, materi maupun kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan oleh Mikael selalu mengikuti perkembangan industri manufaktur. Hal ini dilakukan dengan mengundang seluruh industri rekanan pengguna lulusan dan pengguna produk untuk melaksanakan proses evaluasi kurikulum yang telah berjalan, sekaligus memberikan masukan dan validasi untuk kurikulum yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran berikutnya.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Tiga Fokus  

Semetara Wakil Kepala Sekolah I Bidang Kurikulum, Antonius Triyanto, kerap disapa Tri, menjelaskan fokus-fokus apa saja yang ditekankan kepada siswa setiap tingkatan kelasnya.

Seorang siswa sedang mendapat pendampingan pribadi.

Pada tahun pertama, siswa diajak fokus pada kualitas. Menurut Tri, di tahun pertama waktunya pendidik membangun suatu dasar. Siswa diminta membuat sebuah produk tidak secara asal-asalan. Pembelajaran karakter building secara tidak langsung ada di Kelas X. “Di kelas ini mereka mendapatkan praktik kerja bangku (teknik dasar yang harus dikuasai dalam mengerjakan benda kerja secara manual). Istilahya handmade ya, contoh mengukir. Banyak indra peraba yang dipergunakan, sehingga kami ingin melatih siswa mempunyai feeling,” tutur Tri.

Pada tahun kedua, siswa diasah agar mempunyai sense of efficiency, artinya mereka sudah mulai menggunakan mesin. Selain kualitas, siswa juga harus mempertimbangkan kuantitas, kata Tri. Tahun pertama dan tahun kedua ini siswa dilatih secara intensif mengenai kualitas dan kuantitas, antara pembelajaran di kelas teori dan praktik berbeda. “Di workshop (bengkel) pendidik bertugas memantau dan mengecek hasil secara personal. Siswa yang sudah selesai akan dan dievaluasi bersama-sama,” tutur Tri.

Baginya tanggung jawab pendidik dalam bidang praktik adalah siswa tidak hanya mencapai kompetensinya tetapi juga hasil produknya karena misalkan nilai siswa bagus, tapi hasil produknya banyak yang kurang maksimal.

Maka, fokus pada tahun tahun 3 adalah  production dan advanced technology. Di Kelas XII, siswa diberikan tantangan secara riil membuat suatu produk. Bagaimana menjawab permintaan barang yang sehari-dua hari jadi. Tri menambahkan, ada juga produk yang long term, biasanya permintaan dari di PT. ATMI.

Persahabatan

Selanjutnya, Ketua Program Studi Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan, Iwan Setiawan menjelaskan, pada kelas 10 terdapat tiga sesi praktik, yakni kerja bangku, gambar teknik dan praktik pengelasan. Siswa praktik selama 9 minggu di kerja bangku, 6 minggu di gambar Teknik dan 3 minggu praktik pengelasan.

Tidak dapat dipungkiri jika pertama kali dalam kelas praktik, siswa merasa lelah, kata Iwan, mereka wajib berdiri berjam-jam selama shift berlangsung. “Kelas X merupakan kelas awal, mereka baru lulus dari SMK, belum mengenal pemesinan, kultur budaya bekerja di industri dan lainya. Memang agak sulit, karena di Kelas X  fisik siswa ditempa, semua kegiatan di workshop, dilakukan berdiri. Ini melatih komitmen, harapannya menjadi habit,”  ujarnya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Biasanya siswa berkegiatan di workshop selama 8 jam. Selama itu pula mereka berdiri. “Hari pertama enggak kuat itu biasa. Lambat laun akan terbiasa. Kami selalu menyemangati dengan moto: tiap hari latih diri, pantang mundur maju terus!” kata Iwan dengan semangat.

Selain itu, Iwan menuturkan dalam proses praktik pun, pendidik perlu menyampaikan kepada siswa bahwa yang dipelajari dari praktik, dapat diimplikasikan di dunia kerja. Dengan pendidik memberikan wawasan kepada siswa, mereka pun timbul minat atau passion.

Iwan menyadari, sebagai pendidik tidak hanya mentransfer ilmu saja namun sekaligus sebagi pendamping. Sistem pendampingan yang dipakai selama praktik atau teori adalah pendampingan secara individu. Namun, tidak bisa persis seperti di kelas teori, satu pendidik yang mengajar 36 siswa.  Pendidik akan mendampingi 5-6 siswa di kelas praktik. Artinya, tambah Iwan, karena dalam praktik menggunakan mesin dan berbagai alat, tingkat keselamatan kerja sangat dibutuhkan. Maka dengan metode pendampingan secara pribadi, pendidik menjadi aware.

“Kami fokus kepada kebutuhan siswa. Ada siswa yang menguasai materi dengan cepat, standar dan yang butuh waktu lama. Pendidik perlu tahu betul hal tersebut dan  akhirnya dapat mengolah siswanya, mana yang perlu didampingi secara khusus,” tutur Iwan.

Dalam praktik di workshop, Iwan juga menerapkan kerja sama dan friendship (persahabatan). Bukan membentuk budaya manage dengan staf yang nantinya hanya perintah-perintah, namun lebih kepada partner yang saling bekerja sama.

Dengan begitu, Iwan berharap siswa dan pendidik semakin mengenal, pendidik dapat mendampingi secara maksimal.

Keunikan Siswa

Metode pendampingan secara pribadi juga diterapkan oleh Guru PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan), Agustinus Aris Widaryanto, kerap disapa Aris, dan Guru Matematika Margareta Rina Astuti, akrab disapa Rina.

Aris menuturkan, selain praktik, siswa tetap mendapatkan pembelajaran di kelas teori. Sehingga ada mata pelajaran yang normatif, seperti PJOK, sejarah, dan sebagainya. Kemudian, mata pelajaran yang adaptif, seperti sains dan matematika. Serta mata pelajaran produktif yakni meliput praktik di workshop. Pembelajaran normatif dan adapatif ini akan menunjang pembelajaran produktif.

“Contoh, di pelajaran PJOK akan fokus pada menjaga kebugaraan tubuh dan pola makan siswa. Sehingga ketika praktik mereka kuat berdiri selama 8 jam. Kami memberikan pembelajaran yang pastinya untuk menunjang di sisi produktif (praktik). Sebagai guru, kami perlu sadar akan kemampuan siswa yang berbeda-beda, maka kami wajib tahu sebelum masuk dalam pembelajaran,” kata Aris.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Rina melanjutkan, di awal semester biasanya mereka akan memberikan tes diagnostik bagi siswa, agar mengetahu latar belakang siswa seperti apa, sehingag ketika mengajar, pendidik dapat mendampingi sesuai dengan kebutuhan siswa.

“Kalau dari saya sebagai guru teori, mengikuti kemampuan anak yang berbeda-beda ini juga menjadi tantangan. Ada target kurikulum yang harus kami capai. Kadang saya mencoba untuk sistem tutor. Mungkin siswa ada yang sungkan tanya ke gurunya. Jadi siswa yang sudah menguasai dapat mengajari temannya yang belum bisa. Malah kalau diajari temennya sendiri ada yang cepat bisa,” ungkap Rina terkekeh.

Menurut Rina, siswa juga terkadang mempunyai kecenderungan kurang serius dengan pelajaran teori, karena anggapannya setelah lulus lalu kerja. Sehingga  siswa lebih minat di praktik. “Kalau saya perhatikan, sekarang ini orang tua menyekolahkan anaknya di SMK Mikael karena harapannya bisa lanjut di ATMI. Misalkan ranking 5 besar bisa mengikuti jalur prestasi,” ujarnya.

Bisa Mendunia

Bertepatan dengan genapnya usia SMK Katolik St. Mikael Surakarta yang ke-60 tahun, Aris, Rina, Iwan, Tri dan Bagus mengharapakan Mikael selalu menjadi trendsetter of vocational school. Khususnya  bagi Aris dan Rina, Mikael perlu meningkatkan kualitas dan fasilitas yang ada agar mengikuti perkembangan zaman.

Selanjutnya, Iwan turut berharap SMK Katolik St. Mikael mewarnai dunia vokasi, bisa menjadi pionir. Adapun Tri sangat bersyukur karena Mikael sudah diunggulkan satu langkah yakni pendidikan vokasi plus dunia kerja ada di satu atap.

“SMK dan perguruan tinggi vokasi dan dunia industrinya di dalam satu pengelolaan. Ketiga bidang ini akan berputar dan saling berkolaborasi. Semoga Mikael dapat meningkatkan kompetensi dan karakter siswanya sehingga banyak pemuda yang bergairah mengenyam pendidikan di sini. Semoga tidak membedakan gender lagi. Ke depan kalau bisa ada program yang mungkin cocok bagi siswa perempuan,” ujar Tri.

“Melihat Mikael mengusahakan dirinya menjadi Center of Technical Education (CTE)  harapannya, kami menjadi international vocational school. Ini peluang bagi kami, bagaimana kami bisa dilihat secara international. Pelan-pelan dulu, mungkin ke depannya bisa naik ke tingkat South East Asia,” tutup Bagus.

Karina Chrisyantia / Felicia Permata Hanggu

HIDUP, Edisi No. 39, Tahun ke-76, Minggu, 25 September 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles