web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Keuskupan Ketapang: Pastoral Anak, OMK, dan Alam

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – PADA 21 Maret 2022, Uskup Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi memimpin Misa perayaan syukur 110 tahun masuknya Gereja Katolik di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Dalam perayaan yang dilangsungkan di Gereja Katedral St. Gemma Galgani Ketapang ini juga sekaligus promulgasi Arah Dasar Keuskupan Ketapang 2021-2033.

Dalam khotbahnya, Mgr. Prapdi mengungkit makna persaudaraan, gotong royong, dan belarasa yang menjadi fokus pastoral Keuskupan Ketapang. Menurutnya, perjalanan Panjang Gereja Ketapang itu terjadi karena rahmat persaudaraan. Dalam pandangan Yesus, sebutnya,  persaudaraan itu memiliki makna semua orang yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya. Artinya saudara itu tidak sebatas hubungan keluarga.

Mgr. Prapdi juga juga menegaskan dalam persaudaraan tumbuh semangat saling membantu satu sama lain, gotong royong, menganggap semua umat beriman sebagai saudara. Dengan semangat ini akan tumbuh perasaan bela rasa kepada sesama. “Kita diajak untuk semakin bersaudara, semakin beriman dan semakin melayani,” ujarnya.

Mgr. Prapdi merasa bersyukur diusia 110 tahun masuknya iman Katolik ini, ia masih diperkenankan melayani umat dalam semangat sukacita. Baginya penggembalaan di Keuskupan Ketapang memberinya kesempatan untuk lebih terbuka dengan akselerasi program pastoral yang menyentuh umat. Namun demikian masih ada beberapa perhatian khusus yang hendaknya menjadi keprihatinan bersama umat dan hierarki, serta masyarakat Kalbar.

Gereja Ramah Anak

Gerakan misioner – berjalan bersama dalam semangat persaudaraan, gotong royong dan bela rasa juga menjadi isu utama dalam acara Temu Pastoralia para imam yang berkarya di Keuskupan Ketapang pada 4-6 Juli 2022. Temu pastoral yang bertempat di Catholic Center ini, disepakati beberapa terobosan-terobosan pastoral yang menjadi perhatian serius Gereja Ketapang pasca pandemi.

Tema yang diangkat adalah, “Keprihatinan sosial dan kepedulian Gereja kepada mereka yang kecil, lemah, menderita, tersingkir dan difabel.” Sekretaris Keuskupan Ketapang, Pastor Simon Anjar Yogatomo saat berbicara soal program kerja Keuskupan Ketapang, ia berharap agar umat beriman perlu menggiatkan karya pastoral umat lewat program-program konkrit. Ia meminta kepada para pastor juga memperhatikan perkembangan iman umat khususnya mereka yang berada di wilayah terluar Keuskupan Ketapang.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai
Mgr Pius Riana Prapdi memberikan Sakramen Krisma di Stasi Selangkut Raya.

Salah satu keprihatinan di Keuskupan Ketapang, menurut para peserta yang hadir saat itu adalah perlindungan anak dan keluarga berencana. Ada begitu banyak persoalan tentang perlindungan anak, misal pelaksanaan kampanye ramah anak dan pengawasan pemenuhan hak anak minoritas dan hak anak atas agama.

Hadir sebagai pembicara Albertin Tri Kurniasih selaku Kepala Dinas Sosial, Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Ketapang. Ia menegaskan, perlindungan terhadap anak tidak saja datang dari pemerintah tetapi juga Gereja. Albertin mengusulkan agar di Keuskupan Ketapang perlu membuat gerakan Gereja ramah anak. “Ketika keluarga (rumah) tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, maka Gereja harus menjadi ‘bapak dan ibu’ bagi mereka agar mereka bisa mengalami kedamaian, diterima, dan dicintai,” ujar Albertin.

Hal senada disampaikan Sr. Rita Simanullang, RGS yang bercerita tentang proyek yang sedang dilakukan para Suster RGS di Paroki Marau, Ketapang dalam melindungi hak-hak anak yang menjadi korban perkawinan paksa. Sejauh ini, langkah-langkah yang diambil para Suster RGS untuk menghentikan perkawinan anak bawah umur di Ketapang adalah mengindentifikasi korban, melakukan penyuluhan, dan menggandeng para kepala desa untuk membuat Peraturan Desa yang melarang praktik perkawinan anak.

“Sejauh ini langkah-langkah preventif ini cukup menghentikan praktik perkawinan anak di bawah umur. Tentu gerakan ini bukan semata dari Gereja tetapi perlu sinergitas dengan banyak pihak,” sebuat Sr. Rita.

Panggilan Orang Muda

Berjalan bersama dan saling mendengarkan juga menjadi tema rekoleksi para biarawan-biarawati serta rohaniwan se-Keuskupan Ketapang di Catholic Center pada 6-7 Juli 2022. Dalam rekoleksi ini para biarawan diajak berjalan bersama dan saling mendengarkan sehingga terwujud persaudaraan dalam pelayanan.

Mgr. Prapdi memberikan penegasan soal makna persaudaraan dan kerjasama antar kongregasi. Menurutnya, dengan persaudaraan dan kerja sama itu, Kerajaan Allah dapat dihadirkan secara sungguh-sungguh nyata di Keuskupan Ketapang, sehingga keadilan, damai, dan kasih dapat sungguh-sungguh dirasakan oleh umat.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Menurut Mgr. Prapdi kerja sama dalam semangat persaudaraan ini penting agar para pelayan pastoral bisa terbuka mengenal realitas umat, harapan dan keprihatinan Gereja di Keuskupan Ketapang. “Kita perlu memahami pedoman, patokan, dan kriteria dalam pelayanan yang berbasis pendampingan. Paling penting adalah kesadaran diri sebagai seorang pelayan umat yang meneruskan misi Kristus di dunia.”

Ada tiga poin penting yang menjadi benang merah terkait pedoman pelayan pastoral. Pertama, sosok yang menyapa dan merangkul umat secara bijak dan profesional. Kedua, pembinaan calon imam ke depan yang beroientasi sekaligus berpedoman pada ciri khas pastoral imam Keuskupan Ketapang. Ketiga, pribadi Yesus sungguh menjadi pioner; motor, dan panutan bagi para imam dalam menjalankan mandat pastoral kegembalaan, baik dalam kehidupan maupun keseharian.

Disadari bahwa kehadiran para pelayan pastoral menjadi kekuatan bagi Gereja Ketapang. Namun dari tahun ke tahun panggilan untuk mengikuti Kristus masih menjadi catatan serius. Seminari Menengah St. Laurentius Ketapang kiranya menjadi lahan subur bagi tumbuh kembangnya iman kaum muda Ketapang.

Maka selain keprihatinan terhadap perlindungan anak, praktik iman kaum muda juga menjadi sorotan penting. Dalam perayaan Hari Orang Muda Sedunia Ke-36 di Keuskupan Ketapang pada 21 November 2021, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Ketapang Pastor Fransiscus Suandi mengajak kaum muda untuk terlibat lebih aktif di paroki-paroki. Hal ini sesuai dengan misi Keuskupan Ketapang yaitu memberi perhatian pada model pastoral anak muda yang selalu kontekstual.

Pastor Cyrilus Ndora Kepala Paroki St. Martinus Balai Berkuak dalam Misa Alam OMK Regio Utara, Keuskupan Ketapang, Minggu, 15 Mei 2022 mengatakan Keuskupan Ketapang perlu menguatkan iman kaum muda dengan pendidikan iman. Ada keprihatinan bahwa banyak sekali Orang Muda Katolik (OMK) yang belum memahami perannya dalam keberlangsungan pertumbuhan gereja.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dalam beberapa kesempatan, ada OMK berasal dari keluarga Dayak Katolik yang taat terpaksa harus meninggalkan iman karena berbagai pertimbangan khusus. Masuknya budaya luar di Kalbar turut menyumbang perubahan kesadaran OMK soal peran mereka di tengah Gereja. “Maka Gereja perlu serius melihat persoalan OMK di Keuskupan Ketapang agar mereka bisa menjadi garam dan terang dunia,” sebut Pastor Cyrilus.

Peduli Alam

Bumi Kalimantan dianugerahkan Tuhan alam yang indah. Potensi alam begitu banyak, alam yang subur, beraneka ragam tumbuhan, air melimpah, sertah udara segar yang tak terbatas dengan pemandangan yang menawan. Namun seringkali masyarakat Dayak justru terpinggirkan dengan masuknya perusahaan swasta mengambil hasil tanah dan hasil bumi di Kalimantan. Belum lagi gaya hidup masyarakat yang perlahan-lahan mulai bergesar ke unsur pragmatis-segala sesuatu diukur dengan uang sehingga kadang mengorbankan alam dan tanah ulahayat. Pada akhirnya masyarakat akan menjadi penonton di atas tanah sendiri karena lebih ingin kesenangan instan.

Hal ini menjadi keprihatinan Gereja Ketapang. Banyak orang Dayak dengan mudah menjual tanah di kampung-kampung kepada pihak swasta, dan apa yang didapatkan bersifat sementara, setelah semua habis mereka menjadi kuli di tanah sendiri. “Maka masyarakat harus tergantung pada alam dan dikelola dengan baik, tanpa menghilangkan kearifan lokal, budaya, dan tentunya alam itu sendiri,” sebut Mgr. Prapdi.

Ada banyak komoditi dan hasil pertanian bisa menjadi alternatif bagi masyarakat untuk hidup sejahtera. Beberapa komoditi bisa menjadi sumber penghasilan para petani, tapi selebihnya agar membangun mental masyarakat pedesaan agar tidak terpengaruh pada tawaran instan dari pihak luar.

Maka para imam harus turun lapangan, rela berkotor tangan, menerjang hutan dan lumpur Ketapang agar bisa memberi nasehat pastoral yang tepat bagi umat. Setidaknya umat beriman masih sangat mendengarkan para imam dan pelayan pastoral lainnya.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

HIDUP, Edisi No. 37, Tahun ke-76, Minggu, 11 September 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles